Penerima vaksin virus corona dari kelompok lanjut usia atau lansia di Indonesia masih rendah. Ahli epidemiologi dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mengusulkan pemerintah menerapkan sistem jemput bola atau proaktif mendekati lansia dengan melibatkan puskesmas.
Dicky mengusulkan agar sebaiknya puskesmas secara detail mencari data berbagai hambatan proses vaksinasi lansia. "Penting untuk mendapatkan data berapa persen lansia yang datang ke lokasi vaksinasi? Kalau tidak datang, harus tahu alasannya apa?" kata Dicky saat dihubungi Katadata.co.id, Kamis (8/4).
Kendala yang dihadapi lansia bisa beragam. Salah satunya, ada lansia yang tidak bisa vaksinasi lantaran tidak ada orang yang mengantar serta tidak memiliki kendaraan.
Selain itu, ada pula lansia yang sibuk bekerja serta tidak bisa meninggalkan kewajibannya. Permasalahan lain bisa diakibatkan oleh minimnya informasi yang diperoleh lansia.
Dicky pun menjelaskan, program vaksinasi di negara maju dilakukan dengan sistem jemput bola. Sebagai contoh, penduduk lansia di Jepang kerap dihubungi oleh petugas puskesmas serta dipastikan untuk hadir di lokasi vaksinasi.
Beberapa negara maju juga menyediakan potongan harga layanan antar jemput ke lokasi vaksinasi untuk lansia. "Ada CSR (Corporate social responsibility) untuk fasilitasi antar jemput kepada lansia," ujar dia.
Pemerintah daerah juga dapat mendekati para lansia dengan menggunakan pendekatan pada kelompok komunitas lansia, seperti komunitas senam, komunitas alumni sekolah, dan lainnya. Sehingga diharapkan bisa meningkatkan keterjangkauan informasi kepada lansia.
Faktor lain yang penting ketersediaan vaksin harus dijamin oleh pemerintah. Dengan demikian, lansia yang sudah siap untuk menerima vaksin tidak akan merasa kecewa akibat ketidakpastian pasokan. "Ini hal yang harus dijamin dan ditata ulang oleh pemerintah," ujar dia.
Pemerintah memprioritaskan vaksinasi lansia karena mereka memiliki risiko tinggi meninggal akibat Covid-19. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, rasio fatalitas kasus (CFR) lansia sebesar 12% atau 4 kali lipat lebih tinggi dari CFR nasional sebesar 2,82%.
Selain itu, Kemenkes mencatat rata-rata CFR lansia di rumah sakit sebesar 32%, sementara nonlansia 14%. Berdasarkana data nasional, 50% kematian Covid-19 terjadi pada lansia. Padahal, jumlah lansia hanya 12% dari total kasus virus corona.
Kondisi ini turut berdampak pada beban yang besar pada sistem kesehatan. Sebanyak 1 dari 3 orang yang dirawat di rumah sait akibat Covid-19 merupakan lansia. Padahal, jumlah lansia hanya 10% dari total populasi.
Hingga saat ini, angka vaksinasi pada lansia masih rendah. Prosentase vaksinasi lansia di 494 kabupaten/kota masih di bawah 25% hingga 4 April 2021.
Prosentase vaksinasi lansia tertinggi berada di Jakarta Pusat sebanyak 95,31%, Kepulauan Seribu 62,73%, dan Bandung 60,45%. Masih ada 19 kabupaten/kota belum memulai pelayanan vaksinasi lansia.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan vaksinasi lansia juga semakin penting menjelang Lebaran atau Idul Fitri yang dirayakan dengan kunjungan ke rumah orang tua. "Padahal (kunjungan ke orang tua) itu yang sangat berbahaya dan bisa membuat fatal pada orang tua mereka," kata Budi Gunadi Sadikin dalam rapat kerja bersama DPR di Jakarta, Kamis (9/4).
Selain itu, pasokan vaksin Covid-19 AstraZeneca ke Indonesia akan berkurang seiring dengan pembatasan ekspor dari produsen seperti India.
Jumlah vaksin yang tersedia pada Maret dan April semestinya mencapai 30 juta dosis. Namun, pemerintah hanya mendapatkan vaksin 20 juta dosis selama dua bulan. "Dengan keterbatasan vaksin, kami arahkan suntikan terutama untuk lansia dulu," kata Budi.