Sri Mulyani: Indonesia Masuk 10 Besar Negara dengan Vaksinasi Tercepat

ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, vaksinasi akan menjadi game changer pemulihan ekonomi nasional pada tahun ini.
9/4/2021, 15.18 WIB

Vaksinasi Covid-19 akan menjadi game changer pemulihan ekonomi nasional pada tahun ini.  Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan sudah terdapat 13 juta dosis vaksin disuntikan hingga saat ini.

"Dengan angka tersebut, Indonesia masuk ke dalam 10 besar negara dengan vaksinasi terbanyak," kata Sri Mulyani dalam Sarasehan Akselerasi Pemulihan Ekonomi Nasional - Temu Stakeholders, Jumat (9/4).

Vaksinasi yang terus digencarkan, menurut dia akan memulihkan ekonomi dari minus 2,07% pada tahun 2020 menjadi 4,5-5,3% pada tahun ini. Program vaksinasi juga akan menjaga bisnis bisa tetap  bertahan dan mulai pulih.

Di sisi lain, menurut Sri Mulyani, pemerintah akan terus melakukan reformasi struktural, salah satunya melalui UU Cipta Kerja.  Dengan begitu, pemulihan ekonomi akan terjadi lebih cepat dan berkelanjutan. 

"Instruksi presiden semua menteri menerjemahkan dalam bentuk aksi agar bisa dirasakan dampaknya oleh masyarakat," katanya.

Bendahara Negara mengatakan, akan terus mendorong implementasi aturan Cipta Kerja, termasuk pembentukan Lembaga Pengelola investasi. LPI, menurut dia, menjadi salah satu instrumen pembangunan yang tidak mengandalkan leverage atau pinjaman, tetapi lebih kepada ekuitas dan kerja sama di bidang pembiayaan.

Selain itu,  Sri Mulyani mengatakan, UU Cipta Kerja bertujuan agar usaha kecil mudah memulai bisnis meski dalam suasana yang sangat berat karena Covid-19. UMKM akan mendapatkan dukungan dari berbagai lini, baik itu kredit akses, suku bunga, penjaminan, sehingga bisa tumbuh dan berkembang.

Peneliti Kesehatan Masyarakat, Institute of Resource Governance and Social Change (IRGSC) Ermi Ndoen pada tulisannya di laman The Conversation menyatakan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi cepat atau lambatnya proses vaksinasi.

Pertama, ketersediaan vaksin yang mencukupi. Ermi menyatakan bahwa ketersediaan dan permintaan vaksin menjadi aspek dalam pengendalian penanganan Covid-19. Indonesia sendiri telah menerima 16 juta vaksin Covid-19 merek Sinovac pada Kamis (25/3). Pengiriman tersebut merupakan kali keenam vaksin asal Tiongkok tersebut datang di Tanah Air.

Kedua, distribusi yang memadai. Pengiriman vaksin Covid-19 dilakukan oleh PT Bio Farma dan disebar untuk 181 juta orang. Ermi menekankan kesiapan sarana dan infrastruktur transportasi akan mempengaruhi kecepatan waktu distribusi vaksin ke seluruh daerah di Indonesia. Sebagai negara kepulauan, beberapa tantangan seperti infrastruktur transportasi, cuaca, dan tantangan alam dapat membuat distribusi terhambat. Khususnya daerah yang hanya dapat dilalui melalui jalur laut.

Ketiga, kapasitas rantai dingin (cold chain equipment) untuk penyimpanan vaksin. Sebagai produk biologis, vaksin memiliki kerentanan akan perubahan suhu. Oleh karenanya, fasilitas rantai dingin yang menyimpan vaksin pada suhu 2-8 derajat Celsius sangat penting agar vaksin dapat sampai dengan selamat ke berbagai daerah di Indonesia.

Indonesia sendiri sempat menghadapi kendala pada pertengahan Januari lalu terkait distribusi vaksin. Sebab terdapat delapan provinsi yang tidak bisa langsung terima dosis karena terkendala kapasitas rantai dingin yang belum memadai.

Keempat, adanya tenaga vaksinator yang dipersiapkan dengan matang. Pada pertengahan Januari, Kemenkes menyebutkan telah terdapat 31 ribu vaksinator yang siap melaksanakan penyuntikan vaksin.

Di sisi lain, Ermi menyebutkan bahwa cakupan vaksinasi harian di Indonesia masih di bawah 100 ribu suntikan. Oleh karenanya, jumlah vaksinator dan logistik berdasarkan taget harian yang akan divaksinasi harus dipastikan konsisten tersedia hingga 2022 mendatang.

Kelima, kesiapan masyarakat dan komunikasi risiko menjadi aspek penting pada kelancaran proses vaksinasi. Berdasarkan survei Katadata Insight Center (KIC) yang bertajuk “Survei Kesediaan Divaksinasi Covid-19”, memperlihatkan terdapat 46% masyarakat yang belum memutuskan dan tak bersedia divaksinasi.

Reporter: Agatha Olivia Victoria