Efektivitas Pendidikan Daring Masih Dipertanyakan

ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/foc.
Sejumlah murid mengerjakan soal Penilaian Akhir Tahun (PAT) saat menjalani uji coba pembelajaran tatap muka (PTM) tahap 2 di SDN Kebayoran Lama Selatan 17 Pagi, Jakarta, Rabu (9/6/2021). Berdasarkan survei, efektivitas pembelajaran daring masih dipertanyakan.
Penulis: Maesaroh
29/7/2021, 16.23 WIB

Pandemi  Covid-19 telah mengubah perilaku, kebiasaan masyarakat, serta sistem kehidupan di hampir semua sektor,  tidak terkecuali sektor pendidikan.  Sejak pandemi, kegiatan belajar mengajar berlangsung secara daring yang mendorong terjadinya revolusi dalam dunia pendidikan secara cepat. 

Knowledge Management and Innovation Director BINUS University, Dr. Elidjen mengatakan adanya pandemi Covid-19 memaksa metode pembelajaran tatap muka secara tiba tiba diganti dengan menggunakan platform digital. 

“Untuk mendukung pembelajaran jarak jauh, mau nggak mau harus berubah secara drastis dalam beradaptasi. Lembaga pendidikan harus mempercepat penyediaan pembelajaran melalui platform daring,” kata Elidjen dalam seminar bertajuk Industry Outlook 2nd Semester 2021, Kamis (29/7).

 Mengutip pernyataan CEO Microsoft, Satya Nadella, Elidjen mengatakan Covid-19 juga berdampak pada transformasi digital yang seharusnya dilakukan dalam kurun waktu dua tahun, dapat terlaksana dalam dua bulan saja.

“Terlepas dari kekurangan, saya sangat yakin jika ini terus diterapkan oleh lembaga pendidikan pasti akan menemukan satu kombinasi pembelajaran yang menarik,” ujar Elidjen.

Dia mengatakan meskipun peralihan metode belajar ini terjadi di seluruh belahan dunia, namun sekolah daring memang tergolong asing di Indonesia. Apalagi perubahan akibat pandemi ini berlangsung secara cepat. 

Oleh karena itu, meski sekolah daring telah berlangsung sejak tahun 2020 lalu, studi Inventure-Alvara menunjukkan sebanyak 80,8% mengharapkan sekolah tatap muka. Tidak hanya itu, pada studi yang sama juga mengungkap sebanyak 85,3% merasakan sekolah daring membuat siswa tertinggal mengikuti pelajaran. 

Yang menarik, survei Inventure-Alvaramenunjukkan sebanyak 57,3% responden lebih mementingkan sekolah yang memiliki kurikulum digital dibandingkan reputasi sekolah. 

“Hasil survei ini menggambarkan yang pelajar rasakan adanya kesulitan pelajaran secara online. Ibaratnya kaya orang kalau lagi tidur dibangunin,” kata Elidjan.

 Menurutnya, perlu diberikan pemahaman kepada pelajar ketika selesai menempuh studi di pendidikan formal, nilai yang didapat akan lebih banyak dan relevan dari sekolah online atau Hybrid. Maka, perlunya integrasi antara pembelajaran online dan offline melalui metode Hybrid. 

“Mungkin dilakukan dengan protokol kesehatan yang ketat. Seharusnya tidak menjadi masalah. Apalagi untuk perguruan tinggi yang memang sudah terbiasa melakukan hal tersebut,” kata Elidjen 

Metode hybrid harus dilaksanakan dengan penanganan optimal. Apalagi jika dilengkapi pengembangan platform online untuk mendukung proses pembelajaran yang mengedepankan eksperiential learning. 

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo meminta perguruan tinggi yang sudah berusia tua untuk melakukan peremajaan diri. Peremajaan perlu dilakukan terutama untuk beradaptasi selama dan pasca pandemi.

 "Perguruan tinggi yang usianya sudah tua, tolong segera lakukan peremajaan diri, peremajaan kurikulum, dan sistem pembelajaran," kata Jokowi dalam pembukaan Konferensi Forum Rektor Indonesia (FRI) Tahun 2021 secara virtual, Selasa (27/7).
(mela syaharani)