Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara (Kejati Sultra) mengusut dugaan korupsi yang diduga dilakukan perusahaan tambang nikel PT Toshida Indonesia di Kabupaten Kolaka, Sultra. PT Toshida diduga tak membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak atau PNBP sekitar Rp 168 miliar sejak perusahaan tersebut mulai beroperasi pada 2009 hingga 2020.
"Selama aktivitasnya dalam kurun waktu tersebut, PT Toshida tidak membayar PNBP Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) sehingga KLHK mencabut IPPKH PT Toshida," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (13/8).
Setelah KLHK mencabut izin tersebut, PT Toshida diduga masih melakukan penambangan dan kegiatan operasional berdasarkan pada RKAB dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sultra ke PT Toshida.
Dari situs resmi perusahaan, PT. Toshida ini melakukan eksploitasi Nikel Ore di wilayah seluas 5.000 ha di Kabupaten Kolaka. Kejaksaan Tinggi Sultra sudah menetapkan empat orang sebagai tersangka, terdiri dari dua pejabat PT Toshida dan dua pejabat pada Dinas ESDM.
Pekan lalu, dua tersangka sudah ditahan, yakni General Manajer PT Toshida UMR dan mantan Plt Kepala Dinas ESDM Buhardiman.
KPK memberikan pendampingan kepada Kejati Sultra. Pemeriksaan terhadap Toshida, yang juga melibatkan juga auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sultra dan Ahli Planologi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
"Pada hari Selasa dan Rabu tanggal 10-11 Agustus 2021, Direktorat Korwil IV KPK melakukan pemeriksaan fisik di lokasi tambang PT Toshida di Kecamatan Tanggetada, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara," kata Ali.
Selain itu, KPK juga memantau terhadap pelaksanaan sidang praperadilan yang diajukan tersangka Buhardiman (BN). "Rangkaian kegiatan ini sebagai bentuk dukungan KPK terhadap penyelamatan sumber daya alam dari para pihak yang melakukan kegiatan illegal mining," kata dia.
Ali menjelaskan kegiatan kolaborasi di kementerian/lembaga tersebut bertujuan agar penyelamatan Sumber Daya Alam (SDA) dapat dioptimalkan bagi kepentingan masyarakat. "Dampak tindak kejahatan di sektor SDA bukan hanya merugikan keuangan negara, namun jauh lebih luas lagi, yaitu berkaitan dengan bencana alam dan kualitas hidup masyarakat serta kerusakan lingkungan," ujar Ali.