Komisi II DPR RI memastikan Pemilu 2024 akan tetap digelar sesuai dengan tanggal yang diusulkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) meskipun bola panas amendemen UUD 1945 terus bergulir.
Sebelumnya, KPU telah mengusulkan akan menggelar pemilihan eksekutif dan legislatif pada 21 Februari 2024, sedangkan pemilu kepala daerah pada 27 November 2024. Wakil Ketua Komisi II DPR Luqman Hakim menegaskan pada prinsipnya parlemen sudah menyepakati tanggal yang diusulkan tersebut.
“Saya rasa ini tinggal menunggu pengumuman resminya saja,” ujarnya dalam diskusi virtual, Kamis (9/9).
Menurut Luqman, pandemi tidak boleh dijadikan alasan untuk menunda pelaksanaan pemilu. Kerangka konstitusional tidak membenarkan adanya perpanjangan jabatan atau penambahan periode jabatan presiden.
Kendati demikian, ia juga tidak menampik keberadaan kelompok-kelompok tertentu yang ingin melakukan perubahan terhadap UUD 1945. “Ini adalah upaya untuk memundurkan peradaban manusia,” ujarnya.
Isu amendemen yang bergulir sejak beberapa bulan lalu dinilai berpotensi mengembalikan Indonesia ke masa Orde Baru. Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari menyebut beberapa poin penting yang diincar melalui amendemen ini antara lain penambahan jabatan presiden menjadi tiga periode dan menaikkan derajat Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai lembaga tertinggi negara.
Saat ini MPR merupakan lembaga tinggi negara yang kedudukannya sejajar dengan lembaga tinggi lainnya seperti Presiden, Mahkamah Agung, dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
“Kalau MPR menjadi lembaga tertinggi negara maka MPR yang berhak mengangkat Presiden. Ini persis seperti di era Orde Baru,” ujarnya kepada Katadata.co.id, Rabu (8/9).
Secara terpisah, Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini menegaskan penentuan tanggal pemungutan suara merupakan kewenangan KPU. Ini diatur dalam Pasal 167 ayat (2) UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang menyebut bahwa "Hari, tanggal, dan waktu pemungutan suara Pemilu ditetapkan dengan keputusan KPU."
“Mestinya, jika proses konsultasi di DPR dianggap berlarut-larut, KPU tidak perlu bergantung pada keputusan DPR dan Pemerintah,” ujarnya kepada Katadata, Kamis (9/9)/
Menurutnya, spekulasi di tengah berhembusnya kabar amendemen saat ini merupakan sesuatu yang tidak bisa dihindari. Ini termasuk soal penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden. Apalagi ada kelompok-kelompok yang secara terbuka menyuarakan gagasan itu.
Ia menilai meski banyak pihak menyatakan hal itu sebagai kontroversi yang mengada-ada, tetapi di tengah koalisi pro pemerintah yang mayoritas, menjadi bisa dimaklumi kalau juga ada pihak-pihak yang menyalakan alarm bahaya terkait ini.