WHO Peringatkan Risiko Kesenjangan Vaksinasi Negara Kaya dan Miskin

ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/pras.
Ilustrasi. WHO menargetkan 40% dari populasi setiap negara pada akhir tahun ini telah mendapatkan vaksin Covid-19.
Penulis: Agustiyanti
18/9/2021, 17.11 WIB

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyoroti kesenjangan vaksinasi Covid-19 antara negara kaya dan miskin yang kian melebar. Kondisi ini dinilai berisiko membuat virus terus beredar dan berkembang sehingga menyebabkan gangguan sosial dan ekonomi yang lebih lama.  

Berdasarkan catatan WHO, lebih dari 5,7 miliar dosis vaksin Covid-19 telah disuntikkan di seluruh dunia. Dari jumlah tersebut, 73% di antaranya telah diberikan hanya di 10 negara. 

“Negara-negara berpenghasilan tinggi telah memberikan 61 kali lebih banyak dosis kepada penduduknya dibandingkan negara-negara berpenghasilan rendah,” demikian tertulis dalam keterangan resmi WHO yang dirilis Jumat (18/9). 

Pandemi Covid-19 telah merenggut nyawa hampir 5 juta orang di seluruh dunia. Virus pun terus beredar aktif di seluruh wilayah dunia. Adapun vaksin adalah alat paling penting untuk mengakhiri pandemi dan menyelamatkan nyawa dan mata pencaharian. 

Target WHO adalah untuk memvaksinasi setidaknya 40% dari populasi setiap negara pada akhir tahun ini dan 70% pada pertengahan tahun depan. Namun, WHO menekankan, target ini dapat dicapai jika negara dan produsen membuat komitmen yang tulus terhadap kesetaraan vaksin. 

WHO menyerukan kepada negara-negara untuk segera memenuhi janji mereka memberikan vaksin dan menukar rencana pengiriman vaksin jangka pendek mereka  ke negara lain dengan program COVAX dan AVAT (Tim Tugas Akuisisi Vaksin COVID-19 Afrika). WHO juga meminta produsen untuk memprioritaskan pasokan ke COVAX dan mitra. Negara produsen vaksin juga diminta untuk memfasilitasi berbagi teknologi, pengetahuan, dan kekayaan intelektual untuk mendukung pembuatan vaksin di berbagai negara.

Meski saat ini seluruh dunia masih fokus pada penanganan pandemi. WHO menilai dunia harus bersiap untuk menghadap pandemi dan keadaan darurat kesehatan lainnya. 

COVID-19 membuat dunia - termasuk negara-negara kaya - tidak siap menghadapi pandemi. Wabag ini memukul populasi yang rentan sangat keras dan memperburuk ketidaksetaraan.

WHO mendesak semua negara untuk memutus siklus 'panik dan tindakan abai’  dan berkomitmen pada sumber daya keuangan serta kemauan politik untuk memperkuat kesiapsiagaan darurat kesehatan di seluruh dunia.

Cakupan kesehatan universal (UHC) adalah kunci dari keamanan kesehatan global. Meskipun ada kemajuan dalam UHC dalam beberapa tahun terakhir, 90% negara telah melaporkan gangguan dalam layanan kesehatan esensial karena pandemi. 

Investasi serius dalam UHC dan kesiapsiagaan pandemi sangat penting tidak hanya untuk meningkatkan keamanan kesehatan global tetapi juga untuk mengembalikan Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030 ke jalurnya.

Pandemi telah membalikkan kemajuan menuju SDGs, termasuk pencapaian yang telah dicapai dalam memberantas kemiskinan, menghilangkan ketidaksetaraan gender, memvaksinasi anak-anak terhadap penyakit menular dan pendidikan anak perempuan dan laki-laki. Namun, kondisi ini juga memberi dunia peluang baru untuk melakukan berbagai hal secara berbeda, antara lain untuk berkolaborasi dalam membangun kembali dengan lebih baik - menuju dunia yang lebih sehat, lebih adil, lebih inklusif, dan berkelanjutan.

WHO mendesak para pemimpin dunia yang berkumpul di sesi ke-76 Majelis Umum Perserikatan PBB Pekan Ini untuk memanfaatkan momen ini dan berkomitmen pada tindakan bersama, sumber daya dan solidaritas yang memadai, untuk membangun masa depan yang lebih baik bagi manusia dan planet ini.

Masyarakat dapat mencegah penyebaran virus corona dengan menerapkan 3M, yaitu: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak sekaligus menjauhi kerumunan. Klik di sini untuk info selengkapnya.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #cucitangan