DPR meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) menghitung ulang anggaran Pemilu 2024 yang mencapai Rp 86,2 triliun.
Anggota Komisi II DPR Guspardi Gaus mengatakan anggaran pemilu harus mengutamakan prinsip efisiensi. Apalagi anggaran di 2024 ini melonjak tiga kali lipat dibandingkan dengan Pemilu 2019. Ada tiga pos yang mengalami kenaikan; honor petugas pemilu, infrastruktur kantor, dan operasional kendaraan.
"Anggaran yang diusulkan KPU akan dilakukan perhitungan ulang kembali karena efisiensi Itu adalah sebuah keniscayaan. Prinsipnya anggaran itu, pertama, harus rasional, dan kedua harus objektif, ketiga harus efisien dan efektif," katanya, Selasa (21/9).
Dalam penyelenggaraan pemilu beberapa tahun terakhir, anggaran Pemilu memang selalu meningkat. Pemilu 2014 sekitar Rp 16 triliun, Pemilu 2019 sekitar Rp 27 triliun, dan usulan anggaran Pemilu 2024 sekitar Rp 86,2 triliun.
"Usulan anggaran untuk Pemilu 2024 artinya terjadi kenaikan lebih tiga kali lipat. KPU seharusnya bisa kreatif dan inovatif dalam merencanakan anggaran," ujar politisi dari Partai Amanat Nasional ini.
Guspardi juga meminta KPU memperlihatkan kepekaan dengan kondisi pandemi COVID-19 dan kondisi ekonomi yang belum pulih harus juga menjadi pertimbangan KPU dalam mengusulkan anggaran Pemilu Serentak 2024.
Menurut dia, dalam sebuah diskusi beberapa hari lalu, Ketua KPU menyebutkan 70% dari total anggaran yang diusulkan itu untuk honorarium. Ia mengatakan bahwa honor untuk panitia pemilihan kecamatan (PPK), panitia pemungutan suara (PPS), dan kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) diusulkan dinaikkan sesuai dengan upah minimum regional (UMR) dari daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.
Guspardi menjelaskan bahwa melonjaknya anggaran Pemilu 2024 yang diusulkan KPU juga untuk pengadaan infrastruktur kantor yang bernilai sekitar Rp3,2 triliun.
"Namun, KPU sebenarnya tidak harus membangun kantor baru, bisa memakai gedung dan/atau gudang yang tidak dipakai pemerintah daerah (pemda) kabupaten/kota dan provinsi," ujarnya.
Menurut dia, mengapa KPU tidak melakukan pendekatan kepada Menteri Dalam Negeri yang merupakan pembina kepala daerah sebagai fasilitator untuk mengkomunikasikan kepada kepala daerah agar pengadaan kantor itu bisa dipinjamkan dari kepala daerah.
Selain itu, Guspardi mengatakan bahwa pengadaan mobilitas yang jumlahnya sekitar Rp287 miliar tidak sedikit sehingga kenapa juga tidak dimanfaatkan cara lain atau memanfaatkan mobil yang sudah ada.
Menanggapi hal tersebut, KPU menegaskan akan mempertimbangkan masukan dari DPR tersebut. “Kami akan coba rasionalisasi,” ujar ketua KPU Ilham Saputra kepada Katadata, Selasa (21/9).
Dalam rapat kerja bersama DPR, Menteri Dalam Negeri, Bawaslu, DPKPP pekan lalu, Ilham mengusulkan agar pemerintah memberikan upah yang layak untuk anggota di badan ad hoc.
"Kita memberikan usulan agar pemerintah perlu memberikan jaminan kesehatan dan honor yang layak bagi petugas kami, baik itu PPK, PPS, PPLN, KPPS, KPPSLN, Pantarlih, dan Pantarlih LN sesuai dengan peraturan yang berlaku," ujar Ilham di DPR, Kamis (16/9).
Mengacu pada Pemilu 2019, Ilham mengatakan ada 722 anggota di badan ad hoc yang meninggal dunia dan 798 yang sakit. Untuk Pilkada 2020, ada 117 orang yang meninggal dunia ada 153 yang sakit.