Masih Jauh dari Target, Lambannya Vaksinasi Gotong Royong Jadi Sorotan

ANTARA FOTO/Fauzan/hp.
Petugas kesehatan melakukan skrining kesehatan sebelum penyuntikkan vaksin COVID-19 Sinopharm di PT Gajah Tunggal Tbk, Jatiuwung, Kota Tangerang, Banten, Senin (24/5/2021). Sebanyak 1.000 karyawan di perusahaan tersebut mengikuti vaksinasi dari total target sebanyak 5.000 karyawan pada program Vaksinasi Gotong Royong guna mendukung program percepatan vaksinasi nasional.
29/9/2021, 16.52 WIB

Vaksinasi Gotong Royong digadang-gadang akan mempercepat pencapaian target kekebalan komunitas dari Covid-19. Namun, pakar menyoroti pemberian vaksin berbayar tersebut lantaran capaiannya masih rendah.

Kementerian Kesehatan mencatat, cakupan vaksin Gotong Royong hingga Rabu (29/9) mencapai 1,01 juta dosis untuk suntikan pertama serta 807,7 ribu dosis untuk suntikan kedua. Ini berarti vaksinasi tersebut baru menyentuh 6,7% untuk dosis pertama dan 5,3% dosis kedua.

"Walau banyak perusahan mendaftar tapi hasilnya tidak sampai 10% dari target," kata Pakar Biologi Molekuler dan Vaksin dari Australia National University Ines Atmosukarto dalam Katadata Forum Virtual Series, Rabu (29/9).

Ines pun meragukan vaksin berbayar akan menjawab percepatan vaksinasi nasional. Menurutnya, pemberian suntikan kekebalan hanya dapat dipercepat dengan memperbaiki masalah logistik.

Ia pun menilai, program vaksinasi berbayar tidak memperhatikan kebutuhan masyarakat dan pendekatan kesetaraan vaksin. "Jadi (percepatan vaksinasi) tidak bisa dijawab dengan membayar vaksin," ujar dia. 

Co-founder KawalCovid-19 Elina Ciptadi mengatakan capaian Gotong Royong masih jauh di bawah kecepatan vaksinasi pemerintah dalam satu hari. Ia menjelaskan, vaksinasi reguler rata-rata bisa mencapai 1,8 juta dosis per hari.

Padahal, program vaksinasi berbayar ini sudah berjalan sejak 18 Mei lalu atau sudah berlangsung selama lebih dari empat bulan. Namun hingga 29 September, suntikan dosis pertamanya baru 1,01 juta. "Asumsi vaksin Gotong Royong percepat vaksinasi, dari data sudah bisa dipatahkan," ujar dia.

Selain itu, vaksin Gotong Royong hanya fokus pada kota besar yang tidak memiliki permasalahan pada logistik vaksin. Sementara itu, masih banyak wilayah di luar Jawa yang membutuhkan percepatan vaksinasi.

Menurut Elina, percepatan vaksinasi lebih diperlukan di daerah non-urban, minim organisasi massa, organisasi keagamaan, sekolah, dan kampus. "Sementara vaksin berbayar masih fokus di kota besar. Jadi tidak membantu percepatan," katanya.

Sementara, Plt Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan Kementerian Kesehatan Prima Yosephine menduga minat vaksin berbayar rendah lantaran banyak badan usaha yang lebih memilih vaksinasi gratis dari pemerintah.  Namun terus berupaya mendekati perusahaan dab badan hukum guna mengoptimalkan vaksin Gotong Royong. "Jadi ini lintas sektor," katanya.

Reporter: Rizky Alika