Pakar Hukum Kritik Putusan MA Cabut PP Pengetatan Remisi Koruptor

ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/wsj.
Terdakwa mantan Menteri Sosial Juliari P Batubara (kanan) berjalan menuju mobil tahanan usai menjalani sidang pembacaan putusan secara virtual di gedung ACLC KPK, Jakarta, Senin (23/8/2021). Juliari Batubara divonis 12 tahun penjara serta denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan dan membayar uang pengganti Rp14,5 miliar oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi pada pengadaan bantuan sosial penanganan pandemi COVID-19. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/wsj
29/10/2021, 19.35 WIB

Mahkamah Agung mengabulkan permohonan uji materi terhadap sejumlah pasal dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 tahun 2012 tentang remisi koruptor pada Kamis (28/10). Akibatnya, pemberian pengurangan hukuman kini akan lebih mudah. 

Pakar Hukum Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan putusan MA tersebut menunjukkan  penurunan semangat untuk memberantas korupsi di kalangan Hakim Agung. Ia menyampaikan ini membuat tidak ada lagi perbedaan antara kejahatan korupsi dengan kejahatan lainnya.

Abdul menjelaskan kejahatan umum berbeda dengan korupsi yang sejak sudah dilakukan sejak level perencanaan. Maka wajar jika hukuman yang diberikan lebih berat sampai dengan pengetatan remisi.

"Karena seharusnya ketentuan PP itu diletakan sebagai upaya terakhir bagi upaya penegakan hukum untuk mengurangi keberanian melakukan korupsi, " jelas Abdul kepada katadata pada Jumat (29/10).

Tidak adanya pihak yang ketat mengawasi terutama pada penegakan hukum, ancaman hukum dan pemberatannya akan membuat paradigma korupsi kembali ke paradigma lama di mana pengawasan tidak lagi menjadi alat yang tajam untuk menghentikan korupsi.

Sebelumnya, gugatan atas ketentuan remisi diajukan oleh Subowo dan empat orang lainnya yang merupakan mantan kepala desa dan warga binaan. Mereka sedang menjalani pidana penjara di Lapas Klas IA Sukamiskin Bandung.

Halaman:
Reporter: Nuhansa Mikrefin