Dugaan Pelanggaran Uji Vaksin Pfizer, Kemenkes Ikuti Rekomendasi WHO

ANTARA FOTO/Jessica Helena Wuysang/pras.
Petugas mengangkat kotak berisi vaksin Pfizer sesaat setelah tiba di Bandara Supadio di Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, Sabtu (2/10/2021).
Penulis: Rizky Alika
Editor: Yuliawati
3/11/2021, 16.30 WIB

Vaksin Covid-19 Pfizer mendapat sorotan karena dianggap bermasalah. Juru Bicara Vaksin Covid-19 dari Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan Kementerian Kesehatan masih merujuk rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia terkait penggunaan Pfizer.

"Kami melihat ini merujuk kepada WHO yang sudah melibatkan banyak para ahli dalam menentukan atau merekomendasikan penggunaan sebuah vaksin," kata Nadia saat dihubungi Katadata.co.id, Rabu (3/11).

Selain itu, ia mengatakan ada prosedur daftar darurat (emergency use listing/EUL). Hal ini akan memperkuat rekomendasi yang dikeluarkan oleh WHO.

Adapun, EUL digunakan untuk mempersingkat proses untuk produk baru atau tidak berlisensi agar bisa digunakan selama keadaan darurat kesehatan masyarakat. EUL menggantikan prosedur Emergency Use Assessment and Listing (EUAL) yang digunakan selama wabah Ebola Afrika 2014-2016.

Berdasarkan investigasi BMJ terdapat dugaan praktik buruk di perusahaan riset kontrak yang membantu uji coba vaksin Pfizer. "Temuan tersebut menimbulkan pertanyaan tentang integritas data dan pengawasan peraturan," demikian tertulis dalam BMJ, dikutip Rabu (3/11).

BMJ merupakan merupakan jurnal seputar dunia kesehatan yang dikelola British Medical Association.

Menurut BMJ, pada musim gugur 2020, Kepala Eksekutif Pfizer Albert Bourla merilis surat terbuka kepada miliaran orang di seluruh dunia. Mereka menanamkan harapannya pada vaksin Covid-19 yang aman dan efektif untuk mengakhiri pandemi.

“Seperti yang saya katakan sebelumnya, kami beroperasi dengan kecepatan sains,” ujar Bourla, menjelaskan kepada publik kapan vaksin Pfizer disahkan di Amerika Serikat.

Namun bagi para peneliti yang menguji vaksin Pfizer di Texas, kecepatan mungkin harus mengorbankan integritas data dan keselamatan pasien.

Seorang direktur regional yang bekerja di organisasi penelitian Ventavia Research Group mengatakan kepada BMJ bahwa perusahaan memalsukan data, mempekerjakan vaksinator yang tidak terlatih, dan lambat untuk menindaklanjuti efek samping yang dilaporkan dalam uji coba fase III.

Staf yang melakukan pemeriksaan kontrol kualitas kewalahan dengan banyaknya masalah yang mereka temukan.

Setelah berulang kali memberi tahu Ventavia tentang masalah ini, Direktur Regional Brook Jackson, mengirim email keluhan ke Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA). Ventavia pun memecat Jackson di hari yang sama.

Dalam emailnya tanggal 25 September ke FDA, Jackson menulis bahwa Ventavia telah mendaftarkan lebih dari 1000 peserta di tiga lokasi.

Uji coba penuh dilakukan dengan mendaftarkan 44.000 peserta di 153 situs yang mencakup banyak perusahaan komersial dan pusat akademik.

Jackson mendaftarkan selusin kekhawatiran yang dia saksikan, termasuk:

1. Setelah disuntik, peserta ditempatkan di lorong dan tidak dipantau oleh staf klinis
2. Kurangnya tindak lanjut secara tepat waktu terhadap pasien yang mengalami efek samping
3. Penyimpangan protokol tidak dilaporkan
4. Vaksin tidak disimpan pada suhu yang tepat
5. Spesimen laboratorium yang salah label
6. Menargetkan staf Ventavia yang melaporkan masalah ini.

Reporter: Rizky Alika

Masyarakat dapat mencegah penyebaran virus corona dengan menerapkan 3M, yaitu: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak sekaligus menjauhi kerumunan. Klik di sini untuk info selengkapnya.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #cucitangan