Kejaksaan Agung menetapkan satu orang tersangka dalam dugaan kasus korupsi di PT Askrindo Mitra Utama (PT AMU) tahun anggaran 2016-2020.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan tersangka tersebut adalah Anton Fadjar Siregar selaku mantan Direktur Operasional Retail PT Askrindo sekaligus mantan Komisaris PT AMU. Dalam peranannya tersangka meminta dan menerima bagian dari share komisi yang tidak sah dari PT AMU
"Tersangka akan ditahan selama 20 hari terhitung dari 8 November sampai dengan 27 November 2021 di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan," ujarnya, Senin (8/11).
Sebelumnya pada 27 Oktober lalu, Korps Adhyaksa telah menetapkan dua tersangka dalam kasus ini. Kedua tersangka tersebut adalah Wahyu Wisambodo selaku mantan Direktur Pemasaran Askrindo dan Firman Berahima selaku mantan Direktur Kepatuhan dan SDM Askrindo.
Wahyu berperan dalam meminta, menerima dan memberi bagian share komisi yang tidak sah dari PT AMU. Sementara Firman mengetahui dan menyetujui pengeluaran beban operasional PT AMU secara tunai tanpa melalui permohonan resmi dari pihak ketiga yang berhak dan tanpa didukung dengan bukti pertanggungjawaban.
Firman kemudian melengkapi bukti pertanggungjawaban dengan sebuah bukti fiktif. Ia juga membagi dan menyerahkan share komisi yang ditarik secara tunai di PT AMU kepada empat orang lainnya di Askrindo.
Kejagung juga sebelumnya telah mengamankan uang share komisi yang mencapai lebih dari Rp 611 juta, US$ 762,9.000 atau sekitar Rp 10 miliar rupiah dan 32.000 SGD atau sekitar Rp 337 juta. Total kerugian negara yang dialami saat ini sedang dihitung oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Kasus ini bermula dari munculnya pengeluaran komisi agen dari PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) kepada anak usahanya PT AMU yang dilakukan secara tidak sah. Modus tersebut dilakukan dengan cara mengalihkan produksi langsung Askrindo menjadi seolah-olah produksi tidak langsung melalui PT AMU.
Kemudian sebagian di antaranya dikeluarkan kembali secara tunai ke oknum di PT Askrindo. Seolah-olah sebagai beban operasional tanpa didukung dengan bukti pertanggungjawaban atau dilengkapi dengan bukti pertanggungjawaban fiktif sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara.