Dua partai oposisi, Partai Demokrat dan PKS, menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal Undang-Undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengatakan putusan MK sejalan dengan pertimbangan Demokrat saat menolak pengesahan UU Cipta Kerja pada 2020 silam. Menurut AHY putusan MK merupakan momentum baik untuk merevisi dan memperbaiki materi UU Cipta Kerja agar selaras dengan aspirasi rakyat, berkeadilan sesuai hak kaum buruh dan sejalan dengan agenda pembangunan nasional.
"Selain memiliki problem keterbukaan publik dalam proses pembahasannya, MK juga nilai UU Cipta Kerja tidak memiliki metode penggabungan (omnibus) yang jelas, apakah pembuataan UU baru ataukah revisi," ujar AHY dalam akun Twitternya pada Jumat (26/11).
Selain Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) juga menyambut baik putusan MK. Anggota Baleg dan Panca RUU Cipta Kerja Fraksi PKS, Mulyanto mengatakan sejak awal PKS yakin UU Cipta Kerja bermasalah. Hal ini lantaran secara materiil UU Cipta Kerja membuka pintu liberalisasi sektor pertanian, kehutanan, perdagangan dan industri pertahanan nasional.
Mulyanto menegaskan secara formil, UU dibuat secara kejar tayang dan dipaksakan saat awal pandemi COVID-19. Ini terlihat dari jangka waktu pembahasan hingga pengesahannya yang hanya memakan waktu enam bulan.
"Itu pun diputuskan dalam rapat kerja menjelang tengah malam," ujar Mulyanto seperti dikutip dari laman resmi PKS.
Ledia Hanifa Amaliah yang juga anggota Baleg Fraksi PKS mengatakan putusan MK terkait cacat formil dalam pembentukan UU Cipta Kerja harus menjadi pembelajaran bagi DPR dan Pemerintah dalam membahas Rancangan Undang-Undang (RUU). Penyusunan RUU disebut tidak perlu terburu-buru agar dapat segala proses maupun substansinya dapat dicermati.
Lebih lanjut, Ledia mengatakan Pemerintah dan DPR perlu melakukan beberapa hal untuk menindaklanjuti putusan MK. Pertama adalah melakukan revisi ketentuan UU nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang mengatur tatacara pembentukan UU dengan metode Omnibus Law.
Kedua, sesuai dengan amanat putusan MK, pemerintah perlu mengajukan RUU baru dalam rangka memperbaiki UU Cipta Kerja. Hal ini berdasarkan dengan ketentuan UU nomor 12 tahun 2011. Kemudian proses, tahapan dan prosedur RUU perbaikan terhadap UU Cipta Kerja harus taat asas dan prosedur sesuai dengan pedoman yang disepakati.
“Selain itu segala konsensi dan keputusan strategis baru yang didasarkan dari UU Cipta Kerja harus dihentikan sementara sejak putusan dibacakan,” tandasnya.