Pemerintah akan menggenjot vaksinasi Covid-19 di sisa tiga pekan terakhir tahun ini. Hingga akhir tahun ini, pemerintah menargetkan terdapat 113 juta orang yang telah mendapatkan vaksin Covid-19, melampaui target WHO yakni 40% dari sasaran vaksinasi.
"Indonesia saat sekarang sudah divaksinasi (dosis kedua) sekitar 37%, atau 99,6 juta orang, dan target kita di akhir tahun adalah 41,8% atau sekitar 113 juta jiwa," kata Airlangga dalam konferensi pers virtual, Selasa (7/12).
WHO bersama tiga organisasi dunia lainnya yang terdiri atas Bank Dunia, Dana Moneter Internasional (IMF) dan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) membentuk gugus tugas untuk percepatan vaksinasi global. Dari hasil kasian yang dilakukan gugus tugas tersebut, setiap negara ditargetkan bisa mencapai vaksinasi lengkap 40% di akhir tahun ini dan 70% di paruh kedua tahun depan.
Airlangga mengatakan pemerintah juga akan mendorong pembahasan soal akselerasi vaksinasi ini dalam pertemuan Sherpa Meeting G20 Indonesia. Dalam pertemuan tersebut, terdapat tiga topik prioritas, salah satunya terkait arsitektur kesehatan global.
Airlangga menjelaskan, Indonesia akan mendorong pembahasan terkait hak intelektual atas vaksin Covid-19. Pemerintah berharap Indonesia dan ASEAN dapat menjadi salah satu hub untuk produksi vaksin. Ini termasuk juga usulan agar di setiap 100 juta penduduk terdapat satu pusat produksi vaksin.
Pembahasan untuk mendorong keadilan akses vaksin ini diserukan, mengingat banyak negara berkembang dan miskin, terutama di Benua Afrika yang masih memiliki akses yang terbatas terhadap vaksin. Rata-rata negara di Afrika baru mencapai vaksinasi lengkap 7% dari total populasinya. Oleh karena itu, Airlangga tidak heran mengapa varian baru Covid-19 Omicron muncul dari kawasan ini.
"Kita ketahui bahwa saat sekarang yang diangkat oleh variasi baru yaitu Omicron, dan Omicron ini menunjukkan adanya ketimpangan vaksin antara negara maju dan negara berkembang," kata Airlangga.
Bukan hanya berdampak dari sisi kesehatan, ketimpangan vaksinasi juga memperparah pandemi yang tak kunjung selesai. Pandemi yang semakin lama akan menggangu kehidupan masyarakat dan menganggu proses pemulihan ekonomi global yang kini tengah berlangsung.
"Kami melihat bahwa pembukaan ekonomi masih sangat tergantung pada bagaimana kita menangani pandemi, termasuk varian baru, dan bagaimana tidak panik menghadapi varian baru tersebut," kata Airlangga.
Ia pun berharap presidensi G20 Indonesia dapat menghasilkan langkah-langkah terobosan terkait masalah vaksinasi. Selama ini, menurut dia, negara-negara di berbagai belahan dunia berjuang sendiri-sendiri sehingga pemulihannya pun berbeda-beda.
Gugus tugas WHO, WTO, Bank Dunia dan IMF sebelumnya juga berulang kali mengkritik negara-negara maju untuk merealisasikan janjinya terkait keadilan vaksinasi global. Negara-negara maju telah mencapai akses vaksinasi yang sangat cepat dibandingkan negara-negara berkembang dan miskin.
"Peluncuran vaksin global Covid-19 sangat keluar jalur, mengakibatkan perbedaan tajam antara negara kaya dan negara miskin," tulis keterangan resmi gugus tugas dikutip dari laman resmi Bank Dunia awal bulan lalu.
Ketimpangan vaksinasi ini bukan hanya akan merugikan negara miskin dan berkembang, melainkan seluruh dunia. IMF memprediksi dunia berpotensi menanggung kerugian akibat Produk Domestik Bruto (PDB) tergerus hingga US$ 5,3 triliun atau lebih dari Rp 75 kuadriliun dalam lima tahun ke depan jika ketimpangan vaksinasi belum teratasi.