Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) menyebut pernyataan terdakwa Robin Pattuju yang menyebut Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar merupakan pemain lama di KPK tidak bisa menjadi alat bukti yang sah.
Dalam persidangan yang digelar Senin (6/12), Robin memang menyebut Lili "bermain" di KPK sejak ia bergabung di institusi tersebut. Robin juga mengungkap peran seorang pengacara yakni Arief Aceh dalam pengurusan perkara di KPK.
Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan sejauh ini keterangan dan fakta dari persidangan yang digelar terhadap terdakwa Robin merupakan testimonium de audito. Hal ini berarti terdakwa hanya mendengar informasi tersebut dari pihak lain yang dalam hal ini adalah M Syahrial.
"Sedangkan M. Syahrial juga mendengar dari saksi Yusmada. Sehingga keterangan terdakwa dan para saksi dimaksud masing-masing berdiri sendiri dan tidak bisa dijadikan sebagai alat bukti yang sah," ujar Ali melalui keterangan tertulis pada Jumat (10/12).
Lebih lanjut, Ali mengatakan tidak ada fakta adanya korelasi dan kerjasama erat antara M. Syahrial dan Robin Pattuju dengan Arief Aceh dan Lili Pintauli. Hal ini karena dalam persidangan Robin tidak mengakomodir keinginan M. Syahrial untuk menggunakan jasa Arief Aceh sebagai kuasa hukum.
Robin justru memanfaatkan posisinya sebagai penyidik KPK untuk merekomendasi Maskur Husain untuk membantu M. Syahrial. Ali menyebut Lili memang sempat menjalin komunikasi dengan Syahrial. Atas tindakannya tersebut, KPK telah melakukan pemeriksaan dan menjatuhkan sanksi kepada Lili.
"Stepanus Robin Pattuju selama dipersidangan tidak mengakui perbuatannya menerima sejumlah uang dan diduga justru sengaja menutupi peran dari Azis Syamsuddin dengan mencabut keterangannya didepan Majelis Hakim," ujar Ali.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menuntut Stepanus Robin Pattuju 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan serta membayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp 2.322.577.000.
Sementara Maskur Husain dituntut 10 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan serta kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 8.702.500.000 dan 36.000 dolar AS.
Robin Pattuju bersama Maskur Husain dinilai Jaksa terbukti menerima suap terkait lima perkara di KPK yaitu pertama menerima suap dari M Syahrial sebesar Rp 1,695 miliar untuk mengamankan penyelidikan kasus jual beli jabatan di lingkungan pemerintah Kota Tanjung Balai agar tidak naik ke tahap penyidikan.
Terkait hal ini, Ali mengatakan perkara yang diklaim dapat ditangani oleh Robin Pattuju masih dalam proses penanganan hingga saat ini. Hingga saat ini Ali menyebut tidak ada penghentian penanganan seperti yang dijanjikan oleh Robin Pattuju.
Penanganan perkara di KPK disebut sangat berlapis dan ketat serta melibtkan banyak personil dari berbagai tim lintas satgas mauoun unit. Hal ini kemudian dinilai membuat orang tidak mungkin mengatur suatu perkara.
"Artinya dalam satu tim saja sangat mustahil dapat mengkondisikan perkara agar tidak berlanjut, terlebih sampai pada tingkat direktorat, kedeputian, bahkan sampai pimpinan. Karena kontrol perkara dipastikan juga secara berjenjang dari satgas, direktorat, kemudian kedeputian penindakan sampai dengan 5 pimpinan secara kolektif kolegial," jelas Ali.