5 Contoh Akulturasi Budaya di Indonesia dan Faktornya

pixabay.com
Contoh akulturasi budaya
Penulis: Niken Aninsi
Editor: Intan
29/12/2021, 23.11 WIB

Perkembangan budaya biasanya terjadi karena adanya percampuran dua budaya atau lebih, dan menjadi budaya baru. Istilah percampuran budaya ini biasa disebut sebagai akulturasi budaya. Lebih lanjut, apa pengertian akulturasi itu sendiri?

Menurut Koentjaraningrat (2005), akulturasi adalah proses sosial yang umumnya timbul karena masuknya unsur budaya asing sedemikian rupa, dan terjadi dalam waktu terus menerus. Sehingga unsur-unsur budaya asing lambat laun pun diterima dan menjadi bagian dari budayanya sendiri.

Dalam hal ini, terdapat perbedaan antara bagian kebudayaan yang sukar berubah dan terpengaruh oleh unsur-unsur kebudayaan asing (covert culture), dengan bagian kebudayaan yang mudah berubah dan terpengaruh oleh unsur-unsur kebudayaan asing (overt culture).

Proses Akulturasi

Syarat terjadinya proses akulturasi adalah adanya persenyawaan (affinity), yaitu penerimaan kebudayaan tanpa rasa terkejut, kemudian adanya keseragaman (homogeneity), seperti nilai baru yang tercerna akibat keserupaan tingkat dan corak budayanya. 

Proses yang dilalui individu-individu untuk memperoleh aturan-aturan (budaya) dimulai dari masa awal hidupnya hingga akhir hayatnya. Melalui proses sosialisasi dan pendidikan pola-pola budaya ditanamkan ke dalam sistem saraf manusia dan menjadi kepribadian dan perilaku masing-masing individu. 

Proses belajar ini menjadikan manusia harus berinteraksi dengan manusia yang lain dari anggota budaya lainnya yang juga memiliki pola-pola komunikasi serupa. Proses memperoleh pola-pola demikian oleh individu-individu itu disebut enkulturasi. 

Proses enkulturasi sendiri mempunyai pengertian proses belajar dan menyesuaikan alam pikiran serta sikap terhadap adat istiadat, sistem, norma, serta semua peraturan yang terdapat dalam kebudayaan seseorang.

Hubungan antara budaya dan individu seperti dalam proses enkulturasi membuat manusia untuk menyesuaikan dirinya dengan keadaan. Secara bertahap seorang individu imigran belajar menciptakan situasi-situasi dan relasi-relasi yang tepat dalam masyarakat pribumi sejalan dengan berbagai transaksi yang ia lakukan dengan orang lain. 

Pada saatnya, imigran akan menggunakan cara-cara berperilaku masyarakat pribumi untuk menyesuaikan diri dengan pola-pola yang dianut masyarakat setempat begitu juga sebaliknya. Perubahan pola dari pola lama ke pola yang baru ini disebut akulturasi.

Faktor Pendorong dan Penghambat Akulturasi

Proses akulturasi terjadi karena beberapa faktor, baik faktor pendorong maupun penghambatnya.

1. Faktor Pendorong Akulturasi

  • Sistem pendidikan formal yang maju.
  • Sikap menghargai hasil karya seseorang dan keinginan untuk maju.
  • Toleransi terhadap perbuatan-perbuatan yang menyimpang (deviation).
  • Sistem terbuka pada lapisan masyarakat.
  • Adanya penduduk yang heterogen.
  • Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu.
  • Adanya orientasi ke masa depan. 
  • Kontak dengan kebudayaan lain.

2. Faktor Penghambat Akulturasi

  • Perkembangan ilmu pengetahuan yang lambat.
  • Sikap masyarakat yang tradisional.
  • Adanya kepentingan yang telah tertanam dengan kuatnya.
  • Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain. 
  • Adanya prasangka buruk terhadap hal-hal baru. 
  • Adanya hambatan yang bersifat ideologis. 
  • Adat atau kebiasaan.

Contoh Akulturasi Budaya

Contoh akulturasi yang mudah ditemui ialah dalam perbauran kebudayaan Hindu-Buddha dan kebudayaan Islam dengan kebudayaan asli Indonesia.

Berikut beberapa contoh akulturasi budaya yang ada di Indonesia.

1. Seni Bangunan

Bentuk-bentuk bangunan candi di Indonesia pada umumnya merupakan bentuk akulturasi antara unsur-unsur budaya Hindu-Buddha dengan unsur budaya Indonesia asli. Bangunan yang megah, patung-patung perwujudan dewa atau Buddha, serta bagian-bagian candi dan stupa adalah unsur-unsur dari India. Bentuk candi-candi di Indonesia pada hakikatnya adalah punden berundak yang merupakan unsur Indonesia asli. Candi Borobudur merupakan salah satu contoh dari bentuk akulturasi tersebut.

Sedangkan dalam seni bangunan di zaman perkembangan Islam, terjadi perpaduan antara unsur Islam dengan kebudayaan sebelum Islam yang sudah ada di Indonesia. Seni bangunan Islam yang menonjol adalah masjid yang fungsi utamanya adalah sebagai tempat untuk beribadah bagi orang Islam.

2. Seni Rupa

Masuknya pengaruh India juga membawa perkembangan dalam bidang seni rupa, seni pahat, dan seni ukir. Hal ini dapat dilihat pada relief atau seni ukir yang dipahatkan pada bagian dinding-dinding candi. Misalnya, relief yang dipahatkan pada dinding-dinding pagar langkan di Candi Borobudur yang berupa pahatan riwayat Sang Buddha. Di sekitarnya terdapat lingkungan alam Indonesia seperti rumah panggung dan burung merpati.

Sedangkan dalam perkembangan islam, akulturasi bidang seni rupa terlihat pada seni kaligrafi atau seni khot, yaitu seni yang memadukan antara seni lukis dan seni ukir dengan menggunakan huruf Arab yang indah dan penulisannya bersumber pada ayat-ayat suci Al Qur'an dan Hadit.

3. Seni Sastra

Pengaruh India membawa perkembangan seni sastra di Indonesia. Seni sastra waktu itu ada yang berbentuk prosa dan ada yang berbentuk tembang (puisi). Berdasarkan isinya, kesusasteraan dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu tutur (pitutur kitab keagamaan), kitab hukum, dan wiracarita (kepahlawanan).

Bentuk wiracarita ternyata sangat terkenal di Indonesia, terutama kitab Ramayana dan Mahabarata. Kemudian timbul wiracarita hasil gubahan dari para pujangga Indonesia. Misalnya, Baratayuda yang digubah oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh. Juga munculnya cerita-cerita Carangan.

Berkembangnya karya sastra terutama yang bersumber dari Mahabarata dan Ramayana, melahirkan seni pertunjukan wayang kulit (wayang purwa). Pertunjukan wayang kulit di Indonesia, khususnya di Jawa sudah begitu mendarah daging. Isi dan cerita pertunjukan wayang banyak mengandung nilai-nilai yang bersifat edukatif (pendidikan). Cerita dalam pertunjukan wayang berasal dari India, tetapi wayangnya asli dari Indonesia.Seni pahat dan ragam luas yang ada pada wayang disesuaikan dengan seni di Indonesia.

Sedangkan bentuk akulturasi seni sastra dalam budaya Islam adalah munculnya Hikayat, Babad, Syair, dan Suluk. Akulturasi budaya lokal dengan budaya Islam dalam seni aksara tercermin pada tulisan Arab-Melayu atau Arab-Gundul dan seni kaligrafi.

4. Bahasa

Wujud akulturasi budaya India dan Indonesia di bidang bahasa adalah penggunaan bahasa Sanskerta pada masa Hindu-Buddha. Sebagian besar prasasti peninggalan masa Hindu-Buddha di Indonesia dituliskan dalam bahasa Sanskerta yang berasal dari India. Sementara aksara yang digunakan merupakan huruf Pallawa yang lantas dikembangkan menjadi huruf Jawa Kuno dan aksara Bali.

Selain itu, bahasa Indonesia banyak menyerap kosa kata dari berbagai bahasa, salah satunya bahasa Arab. Hal tersebut tidak terlepas dari sejarah nusantara yang memang memiliki hubungan dengan negara tersebut. Beberapa kosa kata serapan dari bahasa Arab yaitu “Barokah” yaitu “Berkah”, “Khabar” yaitu “Kabar”, “Lafadzh” yaitu “Lafal”, “Rizq” yaitu “Rezeki”, dan masih banyak lagi.

5. Seni Musik

Gamelan adalah salah satu bentuk musik tradisional yang sangat khas bagi masyarakat Jawa dan Bali. Meskipun memiliki akar yang dalam dalam budaya lokal, gamelan menunjukkan pengaruh Hindu-Buddha dalam bentuk instrumen, skala nada, serta struktur musikalnya. Penggunaan gamelan dalam upacara keagamaan, seperti upacara kematian dan persembahan kepada para dewa, merupakan contoh konkret dari akulturasi ini.

Akulturasi Islam ke Indonesia dalam bidang seni musik juga memiliki dampak yang signifikan, seperti pertunjukan qasidah dan gambus, munculnya lagu-lagu religi dan nasyid, dan salawat yang merupakan nyanyian pujian kepada Nabi Muhammad SAW. Di Indonesia, salawat sering dinyanyikan dalam berbagai bentuk musik dan dapat ditemukan dalam berbagai acara keagamaan, seperti pengajian atau acara peringatan Maulid Nabi.