Kejaksaan Agung sudah menerima hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait dugaan tindak pidana korupsi proyek pengadaan Satelit Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur pada Kementerian Pertahanan (Kemenhan) periode 2015-2021.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Supardi mengatakan hasil audit tujuan tertentu (ATT) yang diterima dari BPKP merupakan salah satu bukti berupa surat.
Hasil ATT kemudian menjadi salah satu alat bukti bagi kejaksaan untuk menaikkan kasus ini ke tahap penyidikan yang surat perintahnya telah dikeluarkan pada 14 Januari lalu.
"Audit tujuan tertentu sudah kita terima. Itu juga salah satu bukti surat untuk menaikkan ke proses penyidikkan," ujar Supardi saat ditemui Katadata pada Selasa (18/1) malam.
Terpisah, pihak BPKP menyebut telah melaksanakan audit terhadap proyek satelit Kemenhan. Audit menyangkut review mengenai pasca putusan badan abritase internasional.
Audit tersebut dilaksanakan BPKP atas permintaan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Kemanan (Menkopolhukam), Mahfud MD.
Mahfud mengatakan dari hasil ATT menemukan pelanggaran peraturan perundang-undangan yang telah merugikan dan berpotensi untuk terus merugikan negara. Hasil hasil audit tujuan tertentu menjadi dasar laporan Mahfud ke Kejaksaan.
"Adapun untuk hasil auditnya sudah diserahkan BPKP kepada yang meminta/stakeholder," ujar Dewi salah seorang Humas BPKP kepada Katadata pada Selasa (18/1) malam.
Kejaksaan Agung saat ini sedang menyidik dugaan pelanggaran hukum dari kasus dugaan korupsi satelit Kemenhan.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah menyebut pelanggarannya lantaran penyewaan satelit dilakukan sebelum anggaran tersedia dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Kemenhan tahun 2015.
Febrie mengatakan dalam proses pengadaan satelit slot orbit 123 derajat derajat bujur timur, Kemenhan membuat kontrak sewa dengan perusahaan Avanti Communication, pemilik satelit Artemis.
Kejaksaan menilai penyewaan satelit tidak diperlukan karena ketika itu satelit lama yang sudah tidak berfungsi masih dapat digunakan hingga tiga tahun.
"Saat proses ini dilakukan (penyewaan) belum ada anggaran. Kemudian belum perlu dilakukan sewa, sehingga ada konflik arbitrase," ujar Febrie dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung pada Jumat (14/1).
Akibatnya, proses kontrak sewa antara Kemenhan dengan Avanti tak berjalan lancar.
Ketika satelit telah disewa ternyata satelit tersebut tidak berfungsi sehingga terjadi masalah dalam pembayaran tagihan tersebut.
Persoalan ini yang membuat Avanti menggugat pemerintah karena dianggap wanprestasi tak memenuhi kewajiban membayar sewa satelit yang ditempatkan di slot orbit 123 derajat bujur timur.
Pada Selasa (18/1), Kejaksaan Agung melakukan pemeriksaan terhadap tiga saksi dari PT Dini Nusa Kusuma terkait (PT DNK) terkait dugaan tindak pidana korupsi proyek pengadaan Satelit Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur .
Tiga saksi tersebut adalah inisial PY selaku Senior Account Manager PT DNK, RACS selaku Promotion Manager PT DNK, dan AK selaku General Manager PT DNK.