Kemampuan perempuan dalam memimpin tidak jarang dipertanyakan. Menteri Keuangan Sri Mulyani menekankan, pemimpin perempuan dalam perusahaan atau organisasi justru dapat memberikan nilai tambah.
"Biasanya perempuan dianggap tidak pantas untuk suatu posisi dan harus membuktikan posisinya. Dia harus bekerja lebih keras, kadang-kadang dua kali lebih baik dari laki-laki untuk bisa menjustifikasi posisi yang dipegangnya," kata Sri Mulyani dalam webinar Women in Leadership yang digelar Katadata.co.id, Senin (7/3)
Kondisi tersebut, menurut Sri Mulyani, menunjukkan bahwa level dari 'playing field' yang dihadapi perempuan dan laki-laki berbeda. Padahal, perempuan dapat memberikan dampak positif pada kinerja perusahaan ataupun organisasi. Perempuan dianggap memiliki kepekaan yang tinggi sehingga dapat membantu perusahaan menghasilkan produk atau layanan yang bisa menjangkau audiens lebih beragam.
"Kalau isinya hanya laki-laki semua, maka mereka lupa bahwa customer-nya juga ada perempuan. Makanya sering dengar di Google atau Facebook, produk yang didesain oleh laki-laki, mereka lupa bahwa customer perempuan itu berbeda, sehingga perbedaan itu tidak akan tercapture kalau dalam proses pembuatan kebijakan hanya terdiri dari laki-laki saja," ujarnya.
Perempuan juga sering dianggap memiliki kemampuan multitasking atau melakukan beberapa hal dalam waktu bersamaan sehingga skill-nya lebih terlatih. Saat perempuan menjadi pemimpin, mereka juga cenderung lebih detail dan bisa melihat dari berbagai sisi yang tidak terlihat. Perempuan juga identik dengan empati dan kemampuan untuk coaching yang lebih baik.
Sri Mulyani pun mengutip hasil riset McKinsey Global Institute (MGI) yang menunjukkan bahwa, apabila tingkat kesetaraan gender seluruh negara telah mencapai skenario "terbaik di kawasan", maka capaian tersebut akan berbuah tambahan US$ 12 triliun atau setara Rp 172,8 triliun (Kurs Rp 14.400/US$) ke PDB pada tahun 2025.
Dalam skenario lain, keuntungannya bahkan bisa lebih besar. Survei MGI menyebutnya skenario "potensi penuh", dimana tingkat partisipasi perempuan di dalam ekonomi setara dengan laki-laki. Dengan skenario ini, dunia dapat memperoleh tambahan keuntungan sebesar US$ 28 triliun atau Rp 399 kuadriliun pada tahun 2025 atau 26% terhadap PDB.
Pendiri The Wahid Institute Yenny Wahid juga membeberkan keuntungan dari kepemimpinan perempuan di level pemerintahan negara. Menurutnya, negara yang dipimpin perempuan cenderung tidak akan mudah mengalami konflik dan pemerintahannya juga memiliki empati yang lebih besar kepada masyarakat.
"Saya tidak mengatakan pemimpin laki-laki tidak mempunyai kemampuan itu, tetapi kita melihat dari performa para pemimpin perempuan di banyak negara misalnya saat mengatasi pandemi, banyak sekali pemimpin perempuan membuat terobosan yang lebih empatik untuk masyarakatnya," kata dia dalam acara yang sama dengan Sri Mulyani.
Perempuan dianggap memiliki kemampuan intrinsik untuk bisa lebih bersifat empati pada perasaan dan pendapat orang lain. Hal ini positif karena bisa memahami posisi orang lain serta bisa menuntun timnya untuk memberikan performa yang lebih baik. Meski demikian, ini juga memberikan sisi negatif karena mereka cenderung lebih tidak percaya diri dan tidak berani mengambil risiko.