Kesetaraan gender merupakan isu prioritas yang diusung Women 20 (W20) dalam Presidensi G20 di Indonesia. Co-chair W20 Indonesia 2022 Dian Siswarini mengatakan, kesetaraan gender bukan hanya semata-mata memberikan kesempatan kepada perempuan. Tetapi, mempunyai nilai ekonomi.

Namun, adanya diskriminasi masih menghambat kesetaraan gender. Terutama partisipasi perempuan dalam dunia kerja dan perekonomian.

Dian yang juga CEO XL Axiata, mengidentifikasi, setidaknya ada lima bentuk diskriminasi baik di level nasional maupun global. Mulai dari stereotype gender atau penandaan terhadap perempuan yang menimbulkan ketidakadilan hingga kekerasan. “Ada anggapan laki-laki lebih pintar atau lebih sesuai bekerja di bidang tertentu, sehingga perempuan dianggap tidak kompeten di bidang tersebut. Ini adalah stereotipe.” Hal itu diungkapkan Dian dalam acara Katadata Women Leaders Forum 2022 8 Maret 2022

Menurut Dian, stereotipe juga bisa menimbulkan pay gap.  Akibatnya ketika bekerja di posisi yang sama perempuan mendapatkan gaji lebih rendah dari pada laki-laki.  Menurut Dian, pay gap terjadi hingga tingkat global. “Setiap satu dollar penghasilan laki-laki perempuan  hanya menerima 77 sen, berdasarkan survey yang dilakukan UN Women.”

Selain itu, beban ganda yang membuat perempuan harus bekerja lebih keras dari pada laki-laki. “Perempuan bekerja dianggap harus tetap memiliki peran utama dalam posisi kehidupan yang lain, misalnya harus berhasil di pekerjaan tetapi di rumah tangga juga harus berperan utama, sedangkan peran kita dalam keluarga sering tidak dihargai.”

Yang ketiga, Dian juga menyebutkan bahwa ada marginalisasi ekonomi, akibat konstruksi gender. Ada pemiskinan terhadap perempuan akibat perbedaan gender di masyarakat, tatkala perempuan dianggap makhluk domestik yang hanya mengurus rumah tangga. Anggapan ini menghambat perempuan masuk ke dunia kerja, yang terlihat dalam data Angkatan kerja perempuan di ranah global hanya 47 persen sedangkan laki-laki 72 persen. “Perbedaan 25%, dengan beberapa wilayah lebih dari 50%,” lanjut Dian.

Tak hanya itu, subordinasi yang menganggap kedudukan perempuan lebih rendah daripada laki-laki sehingga tidak memiliki hak untuk menyuarakan pendapatnya atau mengambil keputusan. “Ini berimplikasi sedikitnya perempuan yang menempati posisi pemimpin dan pengambil keputusan.” Di antara negara PBB misalnya hanya 10 negara yang dipimpin perempuan. Di negara G20 hanya sedikit kemajuan yang dicapai dalam meningkatkan peran perempuan dalam posisi managerial, selama 2012-2018, yaitu hanya 30%,” kata Dian.

Belum lagi, tren kekerasan terhadap perempuan yang terus meningkat. Dian mengutip temuan WHO 2021, yang menyebut secara global 1 dari 3 perempuan masih mengalami kekerasan fisik atau seksual dari pasangan maupun non-pasangan. Kekerasan ini berdampak terhadap pada fisik dan mental perempuan dalam jangka panjang. 

Dian mengatakan Indonesia sudah menciptakan kemajuan untuk menciptakan kesetaraan gender, namun belum sesuai keinginan para perempuan. Pendekatan yang bisa dilakukan untuk menciptakan panggung yang setara bagi laki -laki dan perempuan dan menghapus diskriminasi bisa melalui kebijakan. Antara lain, dengan cara menghapus kebijakan yang menghambat perempuan untuk berpartisipasi dalam perekonomian dan menempatkan kebijakan baru yang membuka kesempatan bagi perempuan.

“Misalnya kebijakan dalam kepemilikan tanah, kedua kebijakan yang memudahkan pengusaha perempuan untuk mendapatkan modal usaha,” ucap Dian. Contoh lain, menyangkut kebijakan wajib belajar bagi perempuan dan laki-laki juga sarana pendukungan.

Tak kalah penting, pemerintah dan perusahaan perlu memastikan adanya kebijakan yang menciptakan lingkungan atau tempat kerja yang nyaman dan aman buat perempuan. Sebagai contoh seperti adanya kesempatan menggunakan jalur bakat agar perempuan bisa menempati posisi managerial, mendapatkan equal pay, cuti hamil yang sesuai, dan skema perlindungan kekerasan terhadap perempuan di tempat kerja serta tersedianya layanan yang membantu korban kekerasan. Selanjutnya perusahaan bisa membuat kebijakan waktu dan tempat kerja yang fleksibel yang memudahkan perempuan bekerja dari rumah.

Dian menambahkan situasi pandemi membuat diskriminasi terhadap menjadi lebih serius karena dampak yang dialami perempuan terasa dalam bagi perempuan dibanding laki-laki. “Secara global 5% perempuan kehilangan pekerjaan mereka, lebih tinggi dari pria yang 3,9 %. Sebagian perempuan juga keluar dari pasar tenaga kerja, menjadi tidak aktif dan menjalani beban ganda domestik.”

Kontributor: Arin