SoftBank Group Corp batal berinvestasi pada proyek Ibu Kota baru Indonesia di Kalimantan. Perusahaan asal Jepang ini sebelumnya disebut menawarkan investasi mencapai US$ 40 miliar atau setara Rp 572 triliun (asumsi kurs Rp 14.300 per dolar AS) untuk membangun Nusantara.
“SoftBank melewatkan proyek tersebut, tetapi akan terus berinvestasi di Indonesia melalui perusahaan portofolio Vision Fund,” kata Juru Bicara Softbank kepada Reuters, Jumat (11/3).
Menteri Koordinator Investasi dan Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan juga telah menkonfirmasi kabar mundurnya rencana investasi Pendiri Softbank Masayoshi Son tersebut. Namun, Luhut tidak menjelaskan, mengapa pembicaraan investasi di proyek Ibu Kota Negara berakhir. “
"Tidak ada lagi cerita tentang Masayoshi, dia sudah keluar," ujar Menteri Koordinator Investasi dan Kemaritiman Luhut Panjaitan dalam wawancara kepada Bloomberg, pekan ini.
Luhut pada Januari 2020 mengatakan SoftBank telah menawarkan investasi hingga US$40 miliar untuk proyek tersebut. Namun, SoftBank mengatakan pada saat itu tidak ada angka yang ditawarkan.
Ini bukan pertama kalinya Masayoshi mundur dari proyek berbiaya mahal yang dipimpin pemerintah. SoftBank dan Arab Saudi menandatangani nota kesepahaman pada 2018 untuk pengembangan tenaga surya senilai $200 miliar, jauh lebih besar daripada proyek Ibu Kota Negara, yang akhirnya terhenti.
Pemerintah saat ini tengah membangun Ibu Kota baru di tanah sekitar 1.400 kilometer (870 mil) yang ada di Kalimantan Timur, menggantikan Jakarta. Luhut mengatakan, pemerintah telah menerima komitmen sekitar US$20 miliar dari Abu Dhabi untuk membantu mendanai pengembangan infrastruktur awal dan berencana untuk menawarkan lebih banyak proyek kepada investor lain dalam waktu dekat.
Investor luar negeri, termasuk dari Arab Saudi dan satu dari Abu Dhabi yang bermitra dengan dana Cina, telah menyatakan minatnya. Luhut mengatakan, mereka akan berinvestasi melalui Otoritas Investasi Indonesia, dana kekayaan negara yang dikenal sebagai INA.
Luhut menjelaskan proyek-proyek di Ibu Kota baru rencananya akan ditawarkan per blok, seperti blok pendidikan, blok rumah sakit, dan bangunan non-pemerintah lainnya. Sekitar lima hingga enam perusahaan milik negara, seperti PT PP Persero dan PT Total Bangun Persada ambil bagian dalam pembangunan tersebut.
Luhut juga menyebut, dana APBN sebesar US$5 miliar akan digunakan untuk membiayai sebagian besar pembangunan gedung-gedung pemerintah.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sempat mengatakan pada Januari bahwa porsi pendanaan pemerintah untuk ibu kota baru akan berasal dari dana pemulihan ekonomi, belanja stimulus yang ditujukan untuk membangun kembali sebagian besar sektor yang terkena pandemi, atau anggaran yang dialokasikan di bawah kementerian pekerjaan umum. Namun, pernyataan ini ditarik kembali oleh pemerintah lantaran menuai banyak kritik.
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata mengatakan, pelibatan keuangan negara dapat dilakukan melalui belanja modal Kementerian dan Lembaga (K/L). Pembangunan ibu kota baru juga dapat dilakukan melalui pembiayaan investasi dengan mendorong keikutsertaan BUMN.
Presiden Joko Widodo ingin memindahkan pemerintahan sebelum akhir masa jabatan terakhirnya pada tahun 2024. Pada Januari, DPR telah mengesahkan undang-undang yang mengatur ibu kota baru, memberikan dasar hukum untuk melanjutkan proyek tersebut.