Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) mengungkap modus tiga perusahaan eksportir, yang diduga terlibat mafia minyak goreng, dalam mengelabui otoritas pelabuhan untuk mengekspor minyak goreng kemasan ke luar negeri secara ilegal.
MAKI pun telah melaporkan temuan ini kepada Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, yang sedang menyelidiki PT AMJ, PT NLT, dan PT PDM, terkait dugaan keterlibatan mereka dalam mafia minyak goreng, yang membuat stok minyak goreng kemasan dalam negeri menjadi langka.
"Barang minyak goreng yang dalam dokumen ekspor diduga tertulis sebagai sayuran, sebagai modus untuk mengelabui aparat Bea Cukai dikarenakan eksportir tersebut tidak memiliki kuota ekspor minyak goreng," ujar Boyamin Saiman, Koordinator MAKI dalam keterangan tertulis, Kamis (17/3).
Menurutnya, PT AMJ, bersama dengan PT NLT dan PT PDM secara total memiliki 24 kontainer untuk dikirimkan ke luar negeri. Meski begitu, hanya 23 kontainer yang berhasil terkirim ke Hong Kong.
"Dataku pengiriman kapal 24, tapi tidak muat satu sehingga jadi 23," ucapnya.
Boyamin melanjutkan, ketiga perusahaan eksportir ilegal itu memperoleh minyak goreng dengan membeli barang untuk suplai dalam negeri dari pedagang besar atau produsen, yang seharusnya dijual kepada masyarakat secara domestik. Akan tetapi, mereka justru menjualnya ke Hong Kong.
Aksi mereka turut mempengaruhi stok domestik dan menciptakan kelangkaan serta harga minyak goreng dalam negeri menjadi mahal.
"Ekportir ilegal memperoleh minyak goreng dari pasar dalam negeri dengan harga murah, dan ketika menjual ke luar negeri dengan harga mahal, sekitar 3 hingga 4 kali harga dalam negeri," jelasnya.
Berdasarkan hitungan MAKI, menggunakan harga pasaran minyak goreng dalam negeri yang berada pada kisaran Rp 120 ribu hingga Rp 150 ribu untuk kemasan 5 liter, di Hong Kong harga minyak kemasan ini mereka jual dengan harga mencapai Rp 520 ribu.
Artinya, ketiga perusahaan tersebut dapat memperoleh keuntungan hingga Rp 10 miliar dengan sekali pengiriman, dengan asumsi keuntungan kotor eksportir ilegal per kontainer mencapai Rp 511 juta.
"Kalau dikurangi biaya pengurusan dokumen dan pengiriman barang sekitar Rp 450 juta per kontainer dengan tujuan Hong Kong. Artinya, 23 kontiner kali Rp 450 juta adalah Rp 10,35 miliar," kata Boyamin.
Berdasarkan data MAKI, jumlah ekspor tersebut berisi 7.247 karton, yang terdiri dari kemasan 5 liter, 2 liter, 1 liter dan 620 mililiter. Selain itu, berdasarkan 9 dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB), terdapat 2.184 karton minyak goreng kemasan merek tertentu yang dikirimkan pada 6 September 2021 sampai dengan 3 Januari 2022.
Kemudian juga terdapat 23 PEB yang menyatakan 5.063 karton minyak goreng kemasan merek tertentu, dengan menggunakan 32 (tiga puluh dua) kontainer ke berbagai negara tujuan.
"Data ini diserahkan kepada Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta sebagai bentuk memperkuat penyelidikan oleh Pidsus Kejati (Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi) DKI Jakarta," terang Boyamin.
Selain ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, sebelumnya MAKI juga telah memberikan laporan terkait dugaan mafia minyak goreng ke Kejaksaan Agung. Hal ini tterkait dugaan penyimpangan tata kelola ekspor minyak sawit mentah (CPO) yang diduga turut menyebabkan kelangkaan minyak goreng.
Sebelumnya Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta telah menerbitkan Surat Perintah Penyelidikan Nomor Print 848/M.1/Fd.1/03/2021, yang diteken Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Reda Manthovani, pada 16 Maret 2022. Surat tersebut diterbitkan setelah tim penyelidik menelaah beberapa data dan informasi yang berhubungan dengan tindak pidana korupsi terkait kelangkaan minyak goreng.
Fokus penyelidikan dilakukan terhadap PT AMJ, PT NLT dan PT PDM yang diduga mengekspor 7.247 minyak goreng kemasan menggunakan 32 kontainer melalui Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, dari Juli 2021 hingga Januari 2022. Kemudian pada 6 September 2021 hingga 3 Januari 2022.
"Dengan cara melakukan ekspor minyak goreng kemasan melalui Pelabuhan Tanjung Priok, yang secara langsung berdampak pada perekonomian negara," ujar Kepala Seksi Penerangan Umum (Kasi Penkum) Kejati DKI Jakarta, Ashari Syam, dikutip dari keterangan resmi, Kamis (17/3).
Salah satu negara tujuan ekspor ini adalah Hong Kong. Menurut Ashari, perusahaan menjual minyak goreng seharga HK$ 240 sampai dengan HK$ 280, atau kisaran Rp 438 ribu hingga Rp 511 ribu per kartonnya.
Nilai penjualan itu membuat ketiga perusahaan dapat meraih keuntungan tiga kali lipat dari harga jual di dalam negeri. Aksi ketiga perusahaan ini lantas ditengarai membuat Indonesia mengalami kelangkaan minyak goreng kemasan, dan berdampak menimbulkan kerugian negara.