Peran Indonesia dalam Koferensi Asia Afrika cukup besar. Indonesia menjadi salah satu penggagas dilaksanakannya pertemuan ini. Bagi Indonesia, Konferensi Asia Afrika merupakan bentuk implementasi Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Alinea keempat.
Dalam Pembukaan UUD 1945 dijelaskan bahwa Indonesia akan ikut serta dalam melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Maka dari itu, negara Indonesia terus menjalin kerja sama inetrnasional demi mewujudkan impian tersebut. Salah satu bentuknya yaitu dengan menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika (KAA).
Pelaksanaan dan Hasil Konferensi Asia Afrika
Berdasarkan keterangan di asianafricanmuseum.org, pelaksanaan Konferensi Asia Afrika dimulai pada tanggal 18 April 1955. Pada kesempatan itu, Presiden Soekarno menyampaikan pidato pembukaan dengan judul “Let a New Asia and a New Africa be Born”.
Dalam pidatonya, Presiden Soekarno menyatakan bahwa para peserta konferensi berasal dari bangsa yang berbeda dengan latar belakang sosial budaya, agama, sistem politik, hingga warna kulit yang juga berbeda. Namun dipersatukan oleh pengalaman pahit akibat kolonialisme. Maka dari itu, perlu sebuah usaha untuk mempertahankan dan memperkokoh perdamaian dunia.
Pidato Soekarno disambut baik oleh para peserta yang hadir. Kemudian secara aklamasi, Perdana Menteri Indonesia Ali Sastroamidjojo terpilih sebagai ketua konferensi. Tak hanya itu, Ketua Sekretariat Bersama Roeslan Abdulgani juga dipilih sebagai sekretaris jenderal konferensi.
Setelah melalui persidangan selama satu minggu, sidang umum terakhir KAA dibuka. Dalam sidang tersebut dibacakan rumusan pernyataan dari setiap panitia sebagai hasil Konferensi Asia Afrika.
Sidang umum menyetujui seluruh pernyataan tersebut, kemudian sidang dilanjutkan dengan pidato sambutan para ketua delegasi. Setelah itu, ketua konferensi menyampaikan pidato penutupan dan menyatakan bahwa KAA resmi di tutup.
Hasil Konferensi Asia Afrika tercantum dalam dokumen yang kemudian diberi nama Dasasil Bandung. Adapun isi dari Dasasila Bandung sebagai berikut:
- Menghormati hak-hak asasi manusia dan menghormati tujuan-tujuan dan prinsip-prinsip dalam Piagam PBB.
- Menghormati kedaulatan dan keutuhan wilayah semua negara.
- Mengakui persamaan derajat semua ras serta persamaan derajat semua negara besar dan kecil.
- Tidak campur tangan di dalam urusan dalam negeri negara lain.
- Menghormati hak setiap negara untuk mempertahankan dirinya sendiri atau secara kolektif, sesuai dengan Piagam PBB.
- (a) Tidak menggunakan pengaturan-pengaturan pertahanan kolektif untuk kepentingan khusus negara besar mana pun.
(b) Tidak melakukan tekanan terhadap negara lain mana pun. - Tidak melakukan tindakan atau ancaman agresi atau menggunakan kekuatan terhadap keutuhan wilayah atau kemerdekaan politik negara mana pun.
- Menyelesaikan semua perselisihan internasional dengan cara-cara damai, seperti melalui perundingan, konsiliasi, arbitrasi, atau penyelesaian hukum, ataupun cara-cara damai lainnya yang menjadi pilihan pihak-pihak yang bersangkutan sesuai dengan Piagam PBB.
- Meningkatkan kepentingan dan kerja sama bersama.
- Menjunjung tinggi keadilan dan kewajiban-kewajiban internasional.
Peran Indonesia dalam Konferensi Asia Afrika
Kehadiran Indonesia dalam Konferensi Asia Afrika selain untuk mewujudkan amanat konstitusi juga termasuk perwujudan politik bebas aktif. Salah satu bentuk upayanya yaitu dengan berperan aktif dalam perdamaian dunia.
Berikut ini beberapa peran penting Indonesia dalam Konferensi Asia Afrika:
1. Penggagas dan Tuan Rumah Konferensi Asia Afrika
Indonesia merupakan pengagas terselenggaranya KAA bersama dengan India, Pakistan, Myanmar, dan Sri Lanka. Sebelum adanya KAA, Indonesia bersama keempat negara tersebut melakukan pertemuan yang didalamnya membahas rencana diadakannya KAA.
Pertemuan tersebut dilangsungkan di Kolombo sehingga disebut sebagai Konferensi Kolombo. Setelah Konferensi Kolombo berakhir, diadakan kembali pertemuan kedua di Bogor. Pertemuan tersebut bertujuan untuk membicarakan persiapan Konferensi Asia Afrika.
Pertemuan di Bogor ini menghasilkan kesepakatan tentang agenda, tujuan, dan negara-negara yang akan diundang dalam Konferensi Asia Afrika. Kelima negara yang hadir dalam pertemuan itu kemudian menjadi sponsor resmi KAA dan Indonesia dipilih sebagai tuan rumah. Presiden Soekarno menunjuk Kota Bandung sebagai tempat berlangsungnya KAA.
2. Panitia Pelaksana Konferensi Asia Afrika
Selain sebagai tuan rumah, peran Indonesia dalam Konferensi Asia Afrika lainnya adalah sebagai panitia pelaksana. Menjelang pelaksanaan mempersiapkan KAA, dibentuk Sekretariat Bersama yang diwakili oleh lima negara penyelenggara. Indonesia diwakili oleh Sekretariat Jenderal Kementerian Luar Negeri Roeslan Abdugani, yang kemudian ditunjuk sebagai ketua badan tersebut.
Pemerintah Indonesia sendiri juga membentuk Panitia Interdepartemental yang diketuai oleh Sekretaris Jenderal Sekretariat Bersama dengan anggota dan penasehat dari beragam departemen. Panitia ini dibentuk untuk membantu perisapan menuju KAA.
Tak hanya itu, menuju KAA juga dibentuk Panitia Setempat yang diketuai oleh Sanusi Hardjadinata, Gubernur Jawa Barat pada saat itu. Panitia Setempat memiliki tugas untuk mempersiapkan dan melayani hal-hal yang berhubungan dengan akomodasi, logistik, transportasi, kesehatan, komunikasi, keamanan, hiburan, protokol, penerangan, dan lain-lain.
3. Mendirikan Museum Konferensi Asia Afrika
Gagasan pendirian Museum Konferensi Asia Afrika diutarakan Profesor Mochtar Kusumaatmdja selaku Menteri Luar Negeri Indonesia yang menjabat pada periode 1978-1988 dalam rapat Panitia Peringatan Hari Ulang Tahun Konferensi Asia Afrika yang ke-25.
Ide pendirian museum ini kemudian dicetuskan oleh Joop Ave selaku Ketua Pelaksana HUT ke-25 yang bekerja sama dengan Dinas Penerangan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Pemprov Jawa Barat, dan Universitas Padjajaran. Perencanaan teknik dan pelaksanaannya dilakukan oleh PT. Decenta, Bandung.
Museum ini kemudian diremsikan oleh Presiden Soeharto pada 24 April 1980 dalam puncak peringatan ulang tahun KAA ke-25. Tanggal 18 Juni 1986, kewenangan museum dikembalikan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan kepada Departemen Luar Negeri berdasarkan SK bersama menteri Luar Negeri Nomor:62/OR/VI/86/01 serta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor:0419a/U/1986.