Kemenkes Rilis Panduan, Ini Gejala Cacar Monyet yang Perlu Diwaspadai
Penyakit cacar monyet alias monkeypox telah menyebar ke beberapa negara. Kementerian Kesehatan pun merilis panduan mengenai pencegahan dan penanganan penyakit ini.
Hal tersebut diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Nomor HK.02.02/C/2752/2022. Mereka menetapkan sejumlah gejala yang digolongkan sebagai suspek dan probable cacar monyet.
Kemenkes menjelaskan suspek cacar monyet adalah orang yang memiliki ruam akut serta satu atau lebih dari gejala berikut: sakit kepala, demam di atas 38,5 derakat celsius, pembesaran kelenjar getah bening, nyeri otot atau myalgia, sakit punggung, dan asthenia atau tubuh melemah.
“Tidak perlu mendapatkan hasil laboratorium negatif untuk penyebab umum ruam dalam mengklasifikasikan kasus sebagai suspek,” demikian bunyi keterangan SE tersebut seperti ditulis pada Senin (30/5).
Sedangkan probabel adalah seseorang yang memenuhi kriteria suspek dan punya satu atau lebih kriteria. Beberapa kriteria dimaksud adalah punya hubungan epidemiologis seperti paparan tatap muka, kontak fisik langsung dengan kulit, kontak seksual, kontak dengan benda yang terkontaminasi.
Selain itu kriteria lainnya adalah punya riwayat perjalanan ke negara endemis cacar monyet dalam 21 hari sebelum gejala, punya hasil tes serologis positif namun tak ada riwayat vaksinasi smallpox atau orthopoxvirus, serta dirawat di rumah sakit karena penyakit tersebut.
Kemenkes juga menjelaskan konfirmasi positif cacar monyet adalah jika pasien telah dinyatakan terinfeksi penyakit tersebut. Buktinya adalah hasil tes Polymerase Chain Reaction (PCR) atau sekuensing.
Sedangkan kontak erat adalah orang yang punya riwayat berkontak dengan kasus konfirmasi atau probabel dengan memenuhi salah satu kriteria seperti: kontak tatap muka, kontak fisik termasuk seksual, serta kontak dengan barang terkontaminasi.
Penyakit ini dapat bersifat ringan dengan gejala yang berlangsung 2 sampai 4 minggu, namun bisa berkembang jadi berat dan mengakibatkan kematian. “Penularan terjadi melalui kontak langsung dengan orang atau hewan yang terinfeksi. Bisa juga melalui benda yang terkontaminasi virus tersebut,” kata Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Maxi Rein Rondonuwu dikutip dari keterangan tertulis, Senin (30/5).