BUMN Bikin Vaksin Covid-19, Bagaimana Keampuhannya?

ANTARA FOTO/Aji Styawan/YU
Menteri BUMN Erick Thohir (kedua kanan) berbincang dengan Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono (kanan), Kepala BPOM RI Penny K Lukito (kedua kiri), dan Direktur Utama PT Bio Farma Honesti Basyir (kiri) seusai meninjau Uji Klinis Fase 3 Vaksin COVID-19 BUMN di Semarang, Jawa Tengah, Kamis (9/6/2022).
10/6/2022, 18.27 WIB

Vaksin Covid-19 besutan BUMN telah masuk pada fase uji klinis tahap ketiga kemarin, (9/6). Vaksin tersebut dikembangkan oleh PT. Bio Farma (Persero) dengan Baylor College of Medicine, Texas, Amerika Serikat.

Targetnya, akhir Juli 2022 vaksin ini akan memperoleh Izin Pengunaan Darurat (EUA) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Bahkan akan ada 120 juta dosis vaksin yang diproduksi.

"Kita bahkan bisa mendonasikan vaksin kita ke negara-negara membutuhkan terutama negara low-medium income,” kata Direktur Utama Bio Farma Honesti Basyir pada Kamis (9/6).

Namun apa keunggulan vaksin bikinan perusahaan pelat merah tersebut?

Melansir laman Bio Farma, vaksin ini memiliki metode berbeda dengan vaksin Covid-19 yang banyak dipakai masyarakat Indonesia, yaitu Sinovac. Vaksin BUMN menggunakan subunit protein rekombinan (protein Receptor Binding Domain/RDB).  Sedangkan Sinovac menggunakan virus yang sudah dilemahkan alias inactivated virus,.

Dari laman Perkumpulan Ahli Epiemiologi Indonesia (PAEI) vaksin rekombinan memungkinkan produksi protein virus dalam jumlah besar.  Virus digunakan sebagai vektor pembawa antigen pelindung dari virus lainnya.

Ada dua formula dari vaksin BUMN berdasarkan tujuannya, yakni untuk vaksin primer dan booster. Untuk vaksin primer, vaksin dosis pertama dan kedua, menggunakan formula dengan novel adjuvan (alum + CpG). Sementara untuk booster sebagai vaksin dosis ketiga, menggunakan adjuvan alum.

Adjuvan adalah bahan tambahan yang berfungsi memperkuat serta menyesuaikan respon imun tubuh terhadap antigen. Adjuvan alum dan CpG yang digunakan pada vaksin primer ini bertujuan untuk mengurangi dosis vaksin serta frekuensi pemberian vaksin.

“Dengan demikian diharapkan untuk vaksinasi primer cukup diberikan sebanyak dua kali,” tulis laman resmi Bio Farma.

Pada uji klinis fase kedua, Bio Farma menyatakan hasilnya lebih baik dari vaksin Covid-19 lain yang menggunakan platform inactivated virus. Tercatat ada kenaikan jumlah titer antibodi sebanyak lebih dari empat kali sebelum vaksin, serta nilai seropositif hingga 100%.

Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono menjelaskan bahwa vaksin ini akan didorong penggunannya untuk dosis booster. Ini lantaran sudah banyak rakyat Indonesia yang menerima vaksin primer buatan luar negeri.

"Vaksin BUMN adalah salah satu alternatif, dan kita akan arahkan ke sana selain vaksin primer yang belum menerima," jelas Dante dalam acara Kick-off  Uji Klinis Fase Tiga Vaksin Covid-19 BUMN, Kamis (9/6).

Kronologi Perkembangan Vaksin BUMN

Honesti menjelaskan proses produksi vaksin BUMN ini dipegang oleh negara, mulai dari hulu ke hilir. Sebelumnya, vaksin buatan dalam negeri ini sudah dalam tahap pengembangan sejak Juni tahun lalu. Dari hasil uji praklinis ke hewan, tidak ditemukan adanya racun yang membahayakan tubuh. 

Tahapan ini dilanjutkan ke uji klinis fase pertama kepada 175 subjek di Semarang dan Jakarta pada 16 Februari lalu. Uji klinis ini menemukan adanya peningkatan titer antibodi pada hari ke-28 pasca suntikan kedua. Peneliti juga melakukan pengawasan dalam jangka waktu enam bulan

Fase dua dimulai pada 13 April lalu kepada 360 subjek yang berasal dari Semarang, Padang, dan Makassar. Uji klinis fase kedua ini fokus pada pemilihan formula vaksin mana yang terbaik untuk kemudian diuji ke fase ketiga. Peneliti menggunakan dua formula serta satu vaksin placebo

Satu dari tiga formula yang digunakan dalam uji klinis fase kedua berhasil meningkatkan titer antibodi subjek lebih dari empat kali sebelum vaksin, serta nilai seropositif 100%. Sedangkan efek sampingnya hanya nyeri otot ringan. 

Dalam waktu dekat, Bio Farma juga akan memulai uji klinis tahap ketiga Vaksin Merah Putih yang dikembangkan bersama LBM Eijkman. Honesti menjelaskan perusahaannya mengembangkan dua jenis vaksin berbeda agar dapat menyiapkan antisipasi bila ada kegagalan di salah satu percobaan.

“Pernah ada satu vaksin yang dikembangkan di Jerman, pada uji tahap tiga ternyata tidak memenuhi standar WHO dan harus mengulang dari awal,” katanya. 

Reporter: Amelia Yesidora