Harga Minyak Diramal Tinggi pada 2023, Ekonom Ingatkan Beban APBN

ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/rwa.
Pekerja berjalan di kapal tongkang akomodasi (Barge 222) Pertamina Hulu Energi Offshore Southeast Sumatra (PHE OSES) di Perairan Kepulauan Seribu, Jakarta, Selasa (14/6/2022).
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Yuliawati
17/6/2022, 15.44 WIB

Harga minyak mentah dunia diramal masih akan bertahan tinggi sampai tahun depan di sekitar US$ 100 per barel seiring terganggunya pasokan dari Rusia. Ekonom memperkirakan harga tinggi tersebut akan berpengaruh terhadap kemampuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mencapai defisit di bawah 3% pada 2023.

Lembaga konsultan Wood Mackenzie dalam laporannya memperkirakan harga minyak masih akan tinggi pada tahun depan karena gangguan pasokan minyak dari Rusia. Selain itu, kilang-kilang minyak masih berjuang memenuhi permintaan yang pulih dari pandemi.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai dengan perkiraan bahwa harga minyak yang masih akan tinggi sampai tahun depan, tentu akan menjadi beban bagi APBN. Apalagi, dalam asumsi makro RAPBN 2023, pemerintah menargetkan inflasi di rentang 2%-4%. Inflasi yang terkendali berarti pemerintah harus menyediakan anggaran subsidi dan kompensasi jika ternyata harga energi masih tinggi tahun depan.

"Kalau ini all out menjaga inflasi dengan menahan administered prices tentu APBN akan berdarah-darah," kata Bhima kepada Katadata.co.id , Jumat (17/6).

Belanja subsidi dan kompensasi energi tahun depan bisa bengkak lagi jika harga BBM hingga listrik tidak dinaikkan demi menjaga inflasi. Ia memperkirakan jika harga energi kembali ditahan seperti tahun ini, subsidi dan kompensasi bisa naik jadi Rp 720 triliun. Nilai tersebut jauh lebih besar dari alokasi tahun ini yang sudah ditambah jadi Rp 502,4 triliun.

Belanja subsidi dan kompensasi yang makin bengkak akan mempengaruhi total belanja negara secara keseluruhan tahun depan. Padahal pemerintah sudah berjanji akan menekan defisit APBN 2023 tidak lebih dari 3%.

"Sepertinya target defisit 3% kurang realistis, asumsi rancangan APBN harus dirombak total. Inflasi 4%-4,7%," kata dia.

 Badan Anggaran (Banggar) DPR RI menyepakati asumsi makro dalam RAPBN 2023. Target pertumbuhan ekonomi tahun depan disepakati 5,3%-5,9%, dan US$ 90- US$ 110 dolar per barel. 

"Dari komisi XI, asumsi dasar ekonomi makro dengan target pertumbuhan ekonomi 5,4%-5,9% sama dengan usulan pemerintah, dan inflasi juga sama dengan usulan pemerintah 2%-4%," kata Ketua Banggar Said Abdullah dalam rapat panja, Senin (13/6).

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan, target pertumbuhan tahun depan menggambarkan optimisme pemulihan ekonomi. Meski demikian, bukan berarti pemulihan ekonomi tahun depan akan mulus tanpa guncangan.

"Masuk 2023, ketidakpastian akan lebih tinggi lagi," kata Febrio dalam rapat bersama Said pagi ini.

Reporter: Abdul Azis Said