Kemlu Usut Dugaan Buruh Migran RI Jadi Korban Kerja Paksa di Inggris

ANTARA FOTO/REUTERS/Tom Nicholson/WSJ/sad.
Matahari terbit di belakang Tower Bridge di London, Inggris, Rabu (23/2/2022).
Penulis: Yuliawati
27/9/2022, 16.31 WIB

Kementerian Luar Negeri dan KBRI London telah menangani kasus pekerja migran Indonesia (PMI) yang diduga mengalami kerja paksa di beberapa perkebunan Inggris. Buruh migran WNI dikabarkan terpaksa berhutang puluhan juta selama bekerja di Inggris.

Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kemlu RI Judha Nugraha mengatakan telah mengambil beberapa langkah demi memastikan pelindungan atas hak-hak PMI yang bekerja di beberapa perusahaan perkebunan di Inggris.

“Berbagai langkah terkoordinasi antara Kemlu, Kemenaker, BP2MI (Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia), dan KBRI London telah dilakukan untuk mendalami dan menindaklanjuti kasus ini,” kata Judha melalui pesan singkat, Selasa (27/9).

KBRI London telah menempuh sejumlah langkah, di antaranya meninjau langsung dan berdialog dengan para PMI di perkebunan. Selain itu berdiskusi dengan pemilik serta manajemen perkebunan, membentuk satgas khusus KBRI, serta mengawal pemulangan para PMI setelah masa kontrak berakhir agar tidak terjadi penyalahgunaan aturan.

KBRI juga memastikan ketersediaan hotline kekonsuleran untuk melayani permintaan bantuan (distress call) dari PMI. Judha menyatakan telah meminta AG Recruitment untuk tetap memfasilitasi dan mencari alternatif pekerjaan kontrak selama menunggu masa kepulangan.

AG Recruitment adalah salah satu agen resmi penyalur tenaga kerja ke Inggris. “KBRI London melakukan koordinasi dengan otoritas Inggris terkait pemenuhan hak-hak PMI sesuai ketentuan yang berlaku di Inggris,” kata Judha.

Inggris merupakan salah satu negara tujuan penempatan PMI sejak 31 Maret 2022 dan saat ini tercatat ada 1.308 orang PMI yang bekerja di sektor perkebunan Inggris.

Kabar Buruh Migran RI Kerja Paksa di Inggris

Buruh Indonesia diduga mengalami 'kerja paksa' di pertanian Inggris. Para buruh dikabarkan terjerat utang dalam jumlah besar dari broker atau perantara pencari pekerja. The Guardian melaporkan seorang WNI yang bekerja memetik buah beri dibebani utang £ 5.000 atau sekitar Rp 89 juta selama satu musim bekerja di Inggris.

Buruh RI yang bekerja untuk pertanian di Kent yang memasok kebutuhan Marks & Spencer, Waitrose, Sainsbury's dan Tesco mengatakan pada masa awal kerja dia mendapat kontrak tanpa jam kerja, dan setidaknya bayarannya kurang dari £300 atau sekitar Rp 5,3 juta seminggu.

Namun, gaji itu dipotong untuk biaya penerbangan dan visa, dan biaya tambahan dari dari broker. Akibatnya para pekerja berutang dalam jumlah besar. Berdasarkan undang-undang ketenagakerjaan Inggris, membebankan biaya pekerja untuk mencarikan mereka pekerjaan merupakan tindakan ilegal.

Seorang pekerja menceritakan dia ketakutan kehilangan rumah keluarganya di Bali yang dia jadikan jaminan utang. “Sekarang saya bekerja keras hanya untuk membayar kembali uang itu,” katanya. “Saya kadang tidak bisa tidur. Saya memiliki keluarga yang membutuhkan dukungan saya untuk makan dan sementara itu, saya memikirkan utang,” kata karyawan itu, dikutip dari The Guardian, Selasa (16/8).

The Guardian menggambarkan Inggris kini membutuhkan banyak tenaga kerja sejak meletusnya perang Ukraina-Rusia, terutama di sektor pertanian. Kondisi ini mendorong pertanian dan agen perekrutan meminta bantuan broker lokal asal pekerja untuk mencari buruh.

Kasus ini mengungkapkan potensi buruh pemetik buah yang lain terjebak dalam jeratan utang. Pakar hak-hak migran mengatakan situasi tersebut menempatkan pekerja dalam posisi kerja paksa. Home Office dan Gangmasters and Labor Abuse Authority (GLAA) sedang menyelidiki tuduhan kerja paksa tersebut.

Ratusan pekerja pertanian Indonesia telah direkrut untuk bekerja di Inggris musim panas ini dengan visa pekerja musiman. Puluhan pemetik dikirim ke peternakan Clock House dekat Maidstone di Kent, yang memasok buah beri ke sebagian besar supermarket besar.

Clock House mengatakan "sangat prihatin" dengan tuduhan tersebut dan "tidak akan menandatangani perjanjian dengan, atau mengambil pekerja dari, entitas mana pun yang terlibat dalam aktivitas semacam itu [pembebanan biaya]".

Tenaga kerja Indonesia dipasok oleh AG Recruitment, salah satu dari empat agen Inggris yang memiliki izin untuk merekrut dengan menggunakan visa pekerja musiman. AG membantah melakukan kesalahan dan mengatakan tidak tahu apa-apa tentang broker Indonesia yang memungut uang.

AG awalnya berencana untuk merekrut dari Ukraina dan Rusia tetapi mengubah rencananya ketika perang pecah pada Februari atau beberapa minggu sebelum musim panen akan dimulai. Tahun lalu hampir 20.000 orang Ukraina datang ke Inggris dengan visa pekerja musiman, dua pertiga dari semua yang datang melalui skema tersebut.

AG tidak memiliki pengalaman sebelumnya di Indonesia dan mencari bantuan dari Al Zubara Manpower yang berbasis di Jakarta.

Reporter: Antara