Negara dinilai perlu bertanggung jawab atas tragedi Kanjuruhan, menurut Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH). Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak secara spesifik menanggapi hal ini.
Namun, ia memerintahkan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa memberikan pelayanan terbaik kepada korban.
“Saya meminta Menkes dan Gubernur Jawa Timur memonitor khusus pelayanan medis bagi korban yang sedang dirawat di rumah sakit agar mendapatkan pelayanan terbaik,” kata Jokowi dalam keterangan pers di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Minggu (2/10).
Jokowi juga memerintahkan Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali, Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan, dan Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo untuk mengevaluasi secara menyeluruh pelaksanaan pertandingan sepak bola dan prosedur pengamanan penyelenggaraan pertandingan tersebut.
Sebagaimana diketahui, kerusuhan terjadi setelah pertandingan antara Arema FC dan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan. Persebaya menang 3-2 dari Arema FC dalam laga lanjutan BRI Liga 1 2022/2023 ini.
Secara khusus, Jokowi meminta Kapolri menginvestigasi dan mengusut tuntas tragedi Kanjuruhan. “Saya juga memerintahkan PSSI menghentikan sementara Liga 1 sampai evaluasi dan perbaikan prosedur pengamanan dilakukan,” kata Jokowi.
"Saya menyesalkan terjadinya tragedi ini dan berharap ini terakhir bagi sepak bola Tanah Air. Jangan sampai ada lagi tragedi kemanusiaan seperti ini,” tambah dia.
Negara Dinilai Bertanggung Jawab soal Kerusuhan di Stadion Kanjuruhan
YLBHI dan LBH mencatat, jumlah korban meninggal dunia mencapai 153 orang. Sedangkan media lokal mendapatkan informasi bahwa jumlahnya 127 orang per Minggu pagi (2/10), sementara media asing 129 orang.
Kedua lembaga itu mencatat, sejak awal panitia khawatir akan pertandingan Arema FC dan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan. Mereka meminta kepada Liga (LIB) agar pertandingan diselenggarakan sore hari guna meminimalka risiko.
Tetapi, Liga disebut-sebut menolak permintaan tersebut dan tetap menyelenggarakan pertandingan pada malam hari. Pertandingan berjalan lancar hingga selesai.
Namun kemudian kerusuhan terjadi setelah pertandingan. Suporter Arema FC memasuki lapangan karena klub sepak bola yang didukung kalah.
“Dalam video yang beredar, kami melihat terdapat kekerasan yang dilakukan oleh aparat dengan memukul dan menendang suporter di lapangan. Ketika suporter semakin banyak ke lapangan, justru aparat melakukan penembakan gas air mata ke tribun yang masih banyak dipenuhi penonton,” kata YLBHI dan LBH dalam keterangan pers bersama, Minggu (2/10).
YLBHI dan LBH menduga bahwa penggunaan kekuatan yang berlebihan atau excessive use force melalui penggunaan gas air mata dan pengendalian massa yang tidak sesuai prosedur menjadi penyebab banyaknya korban meninggal dunia.
Penggunaan gas air mata yang tidak sesuai prosedur pengendalian massa mengakibatkan suporter di tribun berdesak-desakan mencari pintu keluar, sesak napas, pingsan, dan saling bertabrakan.
Hal tersebut diperparah dengan jumlah penonton yang melebihi kapasitas stadion dan pertandingan big match yang dilakukan pada malam hari.
Sedangkan penggunaan gas air mata dilarang oleh FIFA, yang diatur dalam Stadium Safety and Security Regulation Pasal 19. Oleh karena itu, YLBHI dan LBH menilai bahwa tindakan aparat dalam kerusuhan di Stadion Kanjuruhan bertentangan dengan beberapa peraturan sebagai berikut:
- Perkapolri No.16 Tahun 2006 Tentang Pedoman pengendalian massa
- Perkapolri No.01 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian
- Perkapolri No.08 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara RI
- Perkapolri No.08 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Lintas Ganti dan Cara Bertindak Dalam Penanggulangan Huru-hara
- Perkapolri No.02 Tahun 2019 Tentang Pengendalian Huru-hara
Atas pertimbangan tersebut, YLBHI dan LBH menilai bahwa penanganan aparat dalam mengendalikan massa berpotensi terhadap dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
Mereka pun menyatakan sikap sebagai berikut:
- Mengecam tindakan represif aparat terhadap penanganan suporter dengan tidak mengindahkan berbagai peraturan, terkhusus Implementasi Prinsip HAM Polri
- Mendesak negara untuk segera melakukan penyelidikan terhadap tragedi ini yang mengakibatkan jatuhnya 153 korban jiwa dan korban luka dengan membentuk tim penyelidik independen
- Mendesak Kompolnas dan Komnas HAM untuk memeriksa dugaan Pelanggaran HAM, dugaan pelanggaran profesionalisme dan kinerja anggota kepolisian yang bertugas
- Mendesak Propam Polri dan POM TNI untuk segera memeriksa dugaan pelanggaran profesionalisme dan kinerja anggota TNI-POLRI yang bertugas pada saat peristiwa tersebut
- Mendesak Kapolri melakukan valuasi secara Tegas atas tagedi yang terjadi yang memakan korban jiwa baik dari masa suporter maupun kepolisian
- Mendesak negara, dalam hal ini pemerintah pusat dan daerah terkait untuk bertanggung jawab terhadap jatuhnya korban jiwa dan luka-luka dalam tragedi Kanjuruhan, Malang