Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK menemukan permasalahan pada dua program kartu bantuan pendidikan andalan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Auditor negara menemukan penyaluran Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus dan Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU) yang tidak tepat sasaran, serta dana ratusan miliar mengendap di rekening penerima dua program tersebut.
Temuan BPK tersebut terungkap dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I (IHPS) yang dirilis beberapa hari lalu. Laporan tersebut mengungkap hasil audit untuk efektivitas pengelolaan program KJP Plus dan KJMU untuk tahun anggaran 2020-2021 oleh Pemprov DKI Jakarta.
"Hasil pemeriksaan menyimpulkan masih terdapat permasalahan yang apabila tidak segera diatasi oleh Pemprov DKI Jakarta, maka dapat menghambat efektivitas pengelolaan program KJP Plus dan KJMU," dikutip dari laporan tersebut, Kamis (6/10).
BPK menemukan dana Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus dan Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU) yang mengendap di bank mencapai Rp 195 miliar. Berikut grafik Databoks:
BPK meringkas temuan tersebut ke dalam tiga poin permasalahan dan juga memberikan rekomendasi, di antaranya sebagai berikut:
1. Penyaluran KJP Plus dan KJMU belum seluruhnya tepat sasaran
BPK menyebut regulasi dan proses pendataan calon penerima KJP Plus dan KJMU belum sepenuhnya menghasilkan data yang valid. Permasalahan ini antara lain terjadi karena regulasi yang terkait dengan pendataan dan kriteria penerima belum sepenuhnya mendukung program KJP Plus dan KJMU.
Pendataan calon penerima KJP Plus dan KJMU berpotensi belum dapat menjangkau seluruh peserta didik yang memiliki risiko sosial. Periode atau timeline pendataan calon penerima program KJP Plus dan KJMU juga belum diatur dengan jelas pada Pergub atau Juknis tentang KJP Plus dan KJMU. Selain itu, pendataan belum sepenuhnya melalui proses verifikasi dan validasi data yang didukung dengan sumber daya yang memadai.
Atas temuan tersebut, BPK memerintahkan kepada Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta untuk menyempurnakan Pergub atau Juknis terkait JKP PLus dan KJMU. Ketentuan itu nantinya mengatur soal sasaran penerima yang diarahkan kepada mereka yang memenuhi kriteria sebagai penerima bantuan sosial. Pendataan calon penerima KJP Plus juga disarankan melibatkan satuan pendidikan untuk menjadi dan mengusulkan calon penerima.
2. Distribusi kartu 'ngaret' dan ada mengendap di rekening.
Permasalahan ini terjadi sejak pembuatan rekening dan kartu ATM atas penerima baru. Tahapan ini belum dilaksanakan sepenuhnya berdasarkan data yang valid, belum didukung dengan sumber daya yang memadai, serta belum sesuai waktu yang ditentukan. Walhasil, kartu ATM atau buku tabungan belum didistribusikan sesuai dengan waktu yang disepakati. Selain itu, terdapat permasalahan pada penanganan gagal distribusi atas kartu ATM atau buku tabungan yang berlarut-larut.
Akibatnya dana bantuan tidak dapat segera dimanfaatkan peserta didik dan mahasiswa penerima. Selain itu, dana yang gagal didistribusikan telah mengendap di rekening penerima senilai Rp 112,29 miliar yang berisiko disalahgunakan.
BPK minta Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta agar dana yang mengendap akibat gagal distribusi selama periode 2013-2020 dikembalikan ke kas daerah. Pemerintah juga diminta melakukan rekonsiliasi dengan PT Bank DKI dalam rangka membuat master database yang valid dan mutakhir atas seluruh penerima, yang memuat identitas penerima (terutama NIK) dan nomor rekening yang dipergunakan. BPK juga meminta Bank DKI untuk meningkatkan pelayanan dalam pendistribusian kartu ATM atau buku tabungan.
3. Pencairan dana 'ngaret' dan tidak tepat jumlah
BPK menemukan penyaluran dana belum sepenuhnya tepat waktu dan tepat jumlah. Berdasarkan pemeriksaan ditemukan, 998 penerima KJP plus tahap pertama tahun 2020 belum menerima dana sesuai besaran yang ditetapkan. Dana KJMU senilai Rp 20,92 miliar belum sepenuhnya diterima pada periode manfaat yang tepat.
Lebih lanjut, berdasarkan hasil uji petik, terdapat dua penerima KJMU tahap kedua 2020 yang menerima dana ganda, dan empat penerima KJP Plus yang ternyata tidak sesuai dengan keputusan gubernur tentang penetapan penerima. Selain itu terdapat dana mengendap pada rekening penampungan (escrow) sebesar Rp 82,97 miliar selama periode 2013-2021.
Atas temuan tersebut, BPK memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta supaya saldo KJP Plus dan KJMU yang mengendap di rekening penampungan (escrow) segera dikembalikan ke kas daerah.
Pemerintah DKI Jakarta juga diminta menetapkan batas waktu penyelesaian saldo yang mengendap di rekening penampungan tahun 2021 untuk kemudian segera mengembalikan sisa dananya ke kas daerah. Rekening penampung tahun 2013-2021 juga harus segera ditutup. BPK juga meminta agar ada petugas khusus yang memonitor atas penyaluran dana KJP Plus dan KJMU oleh PT Bank DKI, sehingga dapat diketahui secara rinci dana yang belum disalurkan.