Menyibak Modus Korupsi Heli AW yang Rugikan Negara Rp739 M versi KPK

ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/wsj.
Tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter AW-101 Irfan Kurnia Saleh alias Jhon Irfan Kenway menyapa wartawan saat tiba untuk menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (19/8/2022).
Penulis: Ira Guslina Sufa
13/10/2022, 09.20 WIB

Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantan Korupsi mendakwa tersangka korupsi pengadaan helikopter angkut AW 101 Irfan Kurnia Saleh telah merugikan negara hingga Rp738,9 miliar. Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa Arief Suhermanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi kemarin, Rabu (12/10) Direktur PT Diratama Jaya Mandiri disebut melakukan korupsi dan telah memperkaya diri sendiri. 

Selain merugikan negara, Jaksa juga mendakwa Irfan telah memperkaya diri sendiri hingga Rp 183 miliar. Ia juga disebut turut memperkaya mantan Kepala Staf Angkatan Udara Agus Supriatna sebesar Rp 17,7 miliar. Saat kasus korupsi terjadi Agus menjabat sebagai Kuasa Pengguna Anggaran Januari 2015 - Januari 2017

Perbuatan Irfan juga memperkaya korporasi yakni AgustaWestland sebesar USD29,5 juta atau setara Rp 391 miliar. Pihak lain yang turut diuntungkan adalah perusahaan Lejardo. Pte.Ltd sebesar USD10,9 juta atau setara Rp146 miliar. 

"[Irfan Kurnia Saleh] Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yaitu memperkaya diri terdakwa sebesar Rp183.2 miliar,” ujar Arief saat membacakan dakwaannya. 

Menurut Arief, pagu anggaran Kementerian Pertahanan dan TNI tahun anggaran 2016 adalah Rp13,313 triliun. Sedangkan dana yang dialokasikan untuk pengadaan helikopter VIP/VVIP Presiden sebesar Rp742,5 miliar. 

Atas perbuatannya, jaksa KPK mendakwa Irfan dengan Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Lalu bagaimana modus yang dilakukan oleh Irfan dalam perkara rasuah pengadaan helikopter angkut AW 101 ini. Berikut kronologi sebagaimana dibacakan jaksa KPK dalam dakwaan di pengadilan Tipikor.

Kronologi Dugaan Korupsi Helikopter Angkut AW 101

Mei 2015 

Tersangka Irfan disebut melakukan pendekatan ke Asrena Kasau Mohammad Syafei. Saat itu ia membicarakan agar helikopter AW 101 dapat diterbangkan pada acara HUT TNI AU tanggal 4 April 2016.

14 Oktober 2015

Untuk menyampaikan niatnya Irfan langsung memesan satu unit helikopter VVIP AW-101 kepada Perusahaan AgustaWestland. 

15 Oktober 2015

Ia membayar uang tanda jadi (booking fee) sebesar 1 juta dolar AS atau Rp13,3 miliar atas nama PT Diratama Jaya Mandiri kepada AgustaWestland. Padahal saat itu belum ada pengadaan Helikopter VVIP di lingkungan TNI AU. Helikopter yang dibeli sesungguhnya adalah helikopter AW-101 Nomor Seri Produksi (MSN) 50248 yang selesai diproduksi pada 2012 dengan konfigurasi VVIP yang merupakan pesanan Angkatan Udara India.

3 Desember 2015

Dalam rapat kabinet terbatas Presiden Joko Widodo mengeluarkan instruksi agar pembelian Heli AW 101 tidak dilakukan karena kondisi ekonomi tidak normal. Akibatnya anggaran heli VVIP RI1 diblokir sebesar Rp742,5 miliar. Padahal saat itu, Irfan sudah terlanjur membayar tanda jadi. 

Atas perubahan itu, selanjutnya Agus Supriatna yang saat itu menjadi Kasau melalui Asrena Kasau Supriyanto Basuki membuat usulan perubahan pengadaan yang semula pengadaan helikopter VVIP RI-1 menjadi helikopter angkut berat. Pada kenyataannya, spesifikasi helikopter  hanya ditambahkan Cargo Door on the starboard side 

"Padahal seharusnya spesifikasi teknis helikopter angkut AW-101 Seri 500 dengan konfigurasi misi angkut berbeda dengan spesifikasi teknis helikopter AW-101 Seri 600 dengan konfigurasi VVIP," tambah Jaksa Arief.

Selanjutnya Heribertus selaku Kadisada TNI AU dan juga PPK membuat harga perkiraan sendiri (HPS) dan langsung menyebut helikopter merek AW-101 sebagaimana arahan Agus Supriatna dengan estimasi harga total sebesar Rp739. Miliar. Padahal saat itu pagu anggaran pengadaan helikopter masih diblokir. Untuk memuluskan rencana, Irfan kemudian menyiapkan dua perusahaan untuk dijadikan peserta lelang yaitu PT Diratama Jaya Mandiri sebagai perusahaan pemenang dan PT Karsa Cipta Gemilang sebagai perusahaan pendamping.

Irfan juga menyiapkan perusahaan dengan nama Lejardo, Pte. Ltd. di Singapura sebagai perusahaan yang seolah-olah punya kontrak dengan Leonardo (AgustaWestland) untuk pengadaan helikopter AW-101. Padahal, Lejardo, Pte. Ltd. tidak mempunyai pengalaman pekerjaan terkait pengadaan pesawat helikopter. Selain itu juga disiapkan dokumen untuk pengadaan helikopter Angkut AW-101 baik dari PT Diratama Jaya Mandiri maupun dari PT Karsa Cipta Gemilang yang belum pernah mempunyai pengalaman dalam hal pengadaan helikopter maupun sparepart helikopter. 

Untuk memenuhi spesifikasi teknis sebagai helikopter angkut, Helikopter AW-101seri 600 dengan konfigurasi VVIP yang telah dipesan Irfan juga diubah interiornya seolah-olah menjadi helikopter angkut.

18 Juli 2016

Kadisada AU Fachri Adamy kemudian menetapkan PT Diratama Jaya Mandiri sebagai pemenang pengadaan Helikopter Angkut AW 101 senilai Rp738,9 miliar.

29 Juli 2016

Pemblokiran anggaran pengadaan helikopter AW-101 dibuka.  Agus Supriatna lalu mengirim surat kepada Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu selaku Ketua Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) tentang Rencana Pembelian Helikopter AW-101. Saat itu sudah ada penetapan pemenang pengadaan dan penandatanganan kontrak senilai Rp738,9 miliar.

5 September 2016

Dilakukan pembayaran tahap 1 senilai Rp436 miliar. Dari jumlah itu sebesar 4 persen yaitu Rp17,733 miliar dipergunakan sebagai Dana Komando (DAKO/DK) untuk Agus Supriatna. Dengan begitu, pembayaran untuk PT Diratama Jaya Mandiri hanya sebesar Rp418.956.300.000.

14 September 2016

Panglima TNI Gatot Nurmantyo mengirimkan surat kepada Kasau agar membatalkan kontrak pengadaan helikopter angkut AW-101. Namun, atas surat tersebut, Agus Supriatna tidak bersedia membatalkan kontrak.

“[Agus Supriatna] memberikan disposisi kepada Wakasau, Asrena Kasau, Aslog Kasau, dan Kadisada dengan tulisan 'Ini system APBN 2016 yg sdh hrs dieksekusi & sdh turun DIPA TNI AU, utk siapkan dokumen2 dlm kesiapan menjawab mslh tsb'," ungkap jaksa.

Selanjutnya AgustaWestland selaku pabrikan Helikopter AW-101 telah menerima pembayaran dari PT Diratama Jaya Mandiri sebesar 29,5 juta dolar AS atau senilai Rp391 miliar. Sedangkan Lejardo PTe LTD menerima uang tidak sah dari PT Diratama Jaya Mandiri sebesar USD14,4 juta atau senilai Rp192,6 miliar. 

Lejardo PTe LTD lalu mengirimkan kembali uang sebesar USD3,5 miliar. Padahal berdasarkan surat dari Komite Pemeriksa Materiel (KPM) kepada KASAU pada 22 Maret 2017, ditemukan 12 kekurangan pada Helikopter Angkut AW-101 termasuk kekurangan 14 kursi di dalam helikopter. Atas perbuatannya tersebut, Irfan Kurnia mendapatkan keuntungan senilai Rp183,2 miliar. .

Irfan tidak mengajukan nota keberatan atas dakwaan yang telah dibacakan jaksa KPK. Selanjutnya sidang akan berlangsung pada 24 Oktober 2022 dengan agenda pemeriksaan saksi.

Reporter: Antara