Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI) mengomentari pernyataan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) soal kemungkinan adanya produsen yang sengaja memasukkan pelarut berbahaya ke dalam obat sirop. Produsen berjanji akan memperkuat pengawasan terhadap bahan baku obat.
Salah satu pengawasan yang dilakukan produsen adalah audit mandiri dalam memasok segala jenis bahan baku. Sedangkan hasil audit tersebut diserahkan kepada BPOM.
Hasil audit yang dimaksud adalah sertifikat analisis obat, metode analisa obat, dan bukti bahan baku tersebut memiliki standar farmasi. Adapun, hasil audit akan diverifikasi oleh BPOM.
"Jadi, tidak bisa semua industri farmasi disamakan, karena ada 1-2 industri farmasi yang diduga melakukan pelanggaran tersebut," kata Direktur Eksekutif GPFI Elfiano Rizaldi kepada Katadata.co.id, Jumat (28/10).
Adapun, pengetatan pengawasan tersebut telah diusulkan oleh BPOM terkait dugaan penggunaan Etilen Glikol dan Dietilen Glikol sebagai pencair obat dalam obat sirop. Sebagai informasi, Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) merupakan penyebab penyakit gangguan ginjal akut progresif atipikal atau GGAPA pada anak.
BPOM juga menduga cemaran EG dan DEG yang tinggi di obat sirop disebabkan oleh cemaran yang tinggi pada pencair obat atau solvent, khususnya Propilen Glikol (PG) maupun Polietilen Glikol (PEG).
"Semuanya harus dilakukan dengna proper, semua diawasi dengan aturannya. Kami setuju sekali pengetatan pengawasan kalau memang itu permasalahannya," kata Elfiano.
Sebelumnya, Kepala BPOM Penny S Lukito menduga salah satu penyebab tingginya kadar EG dan DEG dalam obat sirop adalah penggunaan pelarut yang tidak sesuai standar farmasi. Menurutnya, sebagian solvent atau pelarut digunakan pada produk yang tidak masuk ke dalam tubuh manusia, seperti cat.
Penny menyampaikan dugaan tersebut muncul setelah temuan perubahan alur solvent yang bukan dari pedagang besar farmasi, tapi importir kimia. Penny mengatakan perubahan bahan baku dalam produksi obat harus dilaporkan ke BPOM, namun sebagian produsen tidak melakukan hal tersebut.
"Bisa jadi karena tidak ada pengawasan pemasukan solvent oleh BPOM, mereka bisa menggunakan secara sengaja atau tercampur di pemasok kimia tersebut," kata Penny.
Penny mengatakan BPOM tidak memiliki kewenangan dalam mengawasi masuknya PG dan PEG di dalam negeri. Pasalnya volume PG dan PEG yang masuk di dalam negeri cukup besar lantaran pelarut tersebut digunakan oleh banyak industri pengolahan.
Sedangkan, proses pengawasan importasi PG dan PEG sejauh ini dilakukan oleh Kementerian Perdagangan. Maka dari itu, BPOM telah meminta pengawasan PG dan PEG untuk industri farmasi dilakukan oleh mereka.
"Saya sudah laporkan ke presiden, sudah didengar, dan sudah ditindaklanjuti," kata Penny.