Pelaku UMKM masih sering mengalami kesulitan dalam mengelola keuangan dan kesulitan dalam menggunakan produk jasa keuangan secara maksimal. Akibatnya, perkembangan usaha pelaku UMKM cenderung stagnan dan susah untuk bisa naik kelas.
Deputi Bidang Usaha Mikro Kementerian Koperasi dan UKM Yulius memaparkan profil para pelaku UMKM di Indonesia mayoritas berasal dari masyarakat kelas bawah dan anak-anak putus sekolah yang terpaksa berusaha sendiri agar dapat bertahan.
”Kita tahu bahwa hampir 99% pengusaha kita adalah pengusaha mikro. Karakteristik pertama adalah mereka berbisnis bukan untuk berbisnis, mereka itu berbisnis karena keterpaksaan. Jadi misalnya, mereka tidak punya uang, mereka terpaksa berjualan. Drop out sekolah, mereka terpaksa berjualan. Jadi mereka berpikirnya secara sederhana. Mereka tidak berpikir bagaimana untuk meningkatkan teknologi, bagaimana mengurus akses pasar, bagaimana harus mendapatkan pendanaan, mereka tidak berpikir itu. Yang penting adalah, mereka bisa hidup, besok bisa makan,” papar Yulius, saat menjadi pembicara di webinar “Rebut Peluangmu, Besarkan Usahamu,” di Jakarta, akhir pekan lalu.
Yulius memaparkan akses pelaku UMKM kepada layanan perbankan masih sekitar 20 persen. Sedangkan negara tetangga seperti Malaysia sudah mencapai 50 persen dan Korea Selatan mencapai 82 persen.
“Kami selalu berupaya mendorong pelaku UMKM untuk bisa mengakses layanan perbankan. Memang masih ada perbankan yang mempersyaratkan adanya kolateral, namun beberapa lembaga keuangan kini mengembangkan kolateral dalam bentuk riwayat cashflow yang tercatat rapi saat menggunakan QRIS” kata Yulius.
Indah Wahyu Wardani, pendiri Ederra Indonesia yang juga menjadi salah satu narasumber dalam webinar tersebut mengatakan, kunci untuk membesarkan usaha adalah dengan terus mencoba dan tetap kreatif.
Menurut Indah, modal dan ketelitian para pelaku UMKM tetap diperlukan agar usaha yang dijalankan bisa terus berkembang, meskipun di tengah kondisi sulit.
“Kalau ditanya gimana, modal penting banget itu jelas. Kalau ada orang bilang modal itu gak perlu, kalau buat saya itu nggak mungkin lah. Mungkin yang seperti itu buat memotivasi orang aja. Cuma faktanya kita ya tetap butuh yang namanya modal,” tukasnya.
“Jadi bagi teman-teman pengusaha mikro, yang kita butuhkan adalah kejelian untuk bisa melihat, apa sih yang kita butuhkan dan yang sedang berkembang ini apa sih. Kita harus mengikuti development-nya seperti apa sih,” pungkas Indah.
Assistant Vice President Bank Mandiri Rolland Setiawan mengungkapkan, menurut Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLKI) yang dilakukan oleh OJK periode 2022 menunjukan Indeks Literasi Keuangan Masyarakat Indonesia sebesar 49,68%.
“Banyak yang merasa masih belum perlu untuk menggunakan layanan perbankan karena transaksi masih berupa cash atau bahkan sudah takut duluan dengan produk bank karena memiliki pemikiran bahwa produk bank itu mahal, ribet, dan merepotkan. Pada kenyataannya di Bank Mandiri juga ada produk tabungan yang cukup setoran pertamanya Rp50.000 saja dan biaya adminnya hanya Rp5.000/bulan yaitu Mandiri Tabungan Mitra Usaha,” kata Rolland.
Bank Mandiri, kata Rolland, sebagai bagian dari Industri jasa keuangan sangat mendukung upaya peningkatan literasi keuangan dan pengembangan sektor UMKM. Bank Mandiri punya empat produk spesial untuk mendukung kebutuhan pelaku UMKM. Pertama, Mandiri Tabungan Mitra Usaha yang dapat diakses dimana saja dan kapan saja.
Kedua, untuk mengembangkan usaha dan butuh tambahan modal usaha Bank Mandiri punya produk kredit produktif yaitu Kredit Usaha Mikro/Kredit Usaha Rakyat.
Ketiga, untuk memudahkan dalam menerima pembayaran, baik di toko maupun bila ada bazar atau event Bank Mandiri memiliki layanan Livin Usaha. Keempat, untuk meningkatkan pendapatan usaha, pelaku UMKM juga bisa bergabung menjadi Mandiri Agen. Di Mandiri Agen selain bisa untuk setor/tarik tunai, transfer, bisa buka tabungan dan juga pintu awal mengajukan kredit.
“Mandiri juga selalu support untuk pengembangan UMKM melalui CSR kita yaitu Wirausaha Muda Mandiri (WMM) yang sudah mencetak ribuan wirausaha,” jelas Rolland.