Sri Mulyani Masih Godok Tarif BPJS ke RS, Jadi Naik Tahun Ini?

ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/hp.
Seorang ibu bersama bayinya antre mengurus layanan asuransi kesehatan di Kantor BPJS Kesehatan Cabang Jakarta Timur, Rawamangun, Jakarta, Kamis (24/11/2022).
19/12/2022, 19.34 WIB

Menteri Keuangan Sri Mulyani masih belum menemukan besaran kenaikan tarif pembayaran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan ke rumah sakit. Padahal, revisi aturan soal penyesuaian tarif BPJS ke RS bisa terbit setelah persetujuan Kementerian Keuangan.

Sri Mulyani mengatakan besaran kenaikan masih dibahas bersama dengan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Kesehatan, BPJS Kesehatan, dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN).

"Saya mau tutup tahun anggaran dulu sambil lihat apa-apa yang harus selesai dan yang dimulai tahun depan," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Istana Negara, Senin (19/12).

Penyesuaian tarif tersebut akan tertuang dalam revisi Peraturan Menteri Kesehatan atau Permenkes Nomor 52 Tahun 2016 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan.

Kementerian Kesehatan atau Kemenkes menyatakan telah mempresentasikan besaran tarif yang akan disesuaikan kepada Kemenkeu. Adapun, revisi Permenkes ditargetkan terbit pada Desember 2022 setelah Kemenkeu menyetujui besaran penyesuaian tarif.

Tarif yang dimaksud adalah tarif dalam metode pembayaran BPJS Kesehatan kepada rumah sakit melalui sistem paket per episode pelayanan kesehatan atau Indonesian Case Based Group (INA CBGs). Pembayaran tersebut mencakup seluruh biaya perawatan peserta BPJS Kesehatan hingga sembuh.

Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menargetkan revisi Permenkes 52 dapat diterbitkan selambatnya Desember 2022 agar penyesuaian INA CBGs dapat diberlakukan pada 1 Januari 2023. Budi menyatakan nasib INA CBGs ada di tangan Menteri Keuangan.

"Saya sudah presentasi, biar Bu Sri Mulyani yang bicara terkait penyesuaian tarif INA CBGs," ujar Budi.

Sebagai informasi, Kemenkes mengajukan rata-rata kenaikan INA CBGs adalah sekitar 12%. Adapun, BPJS Kesehatan mengajukan tarif INA CBGs naik maksimal sebesar 10%, sedangkan asosiasi rumah sakit meminta kenaikan setidaknya 20%.

Untuk diketahui, tarif INA CBGs harus disesuaikan setiap 2 tahun sekali. Adapun, penyesuaian tarif tersebut harus dilakukan dengan kesepakatan antara BPJS Kesehatan dan asosiasi fasilitas kesehatan di setiap daerah.

Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menilai Kemenkes harus memperhatikan inflasi yang terjadi pada obat-obatan dan alat kesehatan sejak 2017 hingga saat ini. Menurutnya, hal tersebut penting lantaran biaya obat-obatan berkontribusi hingga 60% dari biaya yang disertakan ke INA CBGs.

Timboel juga mengingatkan bahwa INA CBGs per provinsi harus dibedakan lantaran perbedaan inflasi per daerah. Hal ini penting lantaran harga obat-obatan di bagian timur Indonesia cukup tinggi karena minimnya infrastruktur logistik.

Oleh karena itu, Timboel menyarankan agar rata-rata penyesuaian INA CBGs adalah 15%. Selain itu, tarif yang dibayarkan oleh BPJS Kesehatan ke rumah sakit tidak dihitung secara ketat.

Reporter: Andi M. Arief