Kementerian Perindustrian atau Kemenperin menyatakan tren pemutusan hubungan kerja atau PHK di industri tekstil merupakan hal yang berulang beberapa tahun terakhir. Kondisi perekonomian global diduga menjadi penyebab utamanya.
Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kemenperin Adie Rochmanto mengatakan PHK yang terjadi di industri tekstil disebabkan oleh pengurangan permintaan di pasar ekspor. Oleh karena itu, Kemenperin berencana untuk memperdalam pasar industri tekstil nasional di dalam negeri.
"Saat ini, kami dengan tingkat Kementerian Koordinator (Bidang Perekonomian) merancang strategi mitigasi. Ada beberapa kemarin sudah dibicarakan, misalnya kepastian bahan baku, pelarangan impor barang jadi," kata Adie kepada Katadata.co.id, Jumat (23/12).
Adie mengatakan pasar tekstil domestik terancam untuk dikuasai oleh barang impor. Pasalnya, perekonomian Indonesia dinilai cukup baik dibandingkan negara lain sehingga berpotensi jadi pasar impor yang empuk.
Di samping itu, Adie mengatakan permintaan tekstil di pasar global sedang melemah. Menurutnya, hal tersebut tampak dari dalamnya kontraksi yang terjadi pada industri tekstil di Vietnam.
Kemenperin juga akan membuka pasar non-tradisional yang dapat menyerap produk-produk dari dalam negeri. "Afrika dan lain-lain itu bukan pembeli yang cukup potensial, tapi harus kita buka walau tidak sebanyak pasar saat ini," kata Adie.
Sebelumnya Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo menyatakan bahwa ada tiga jenis industri yang akan melakukan pemutusan hubungan kerja atau PHK massal pada 2023. Wakil Ketua Apindo, Shinta Widjaja Kamdani, mengatakan bahwa tiga industri yang akan melakukan PHK massal tersebut yaitu industri tekstil, alas kaki, dan furnitur.
"Pasti akan lakukan PHK pada tahun depan, bukannya akan lagi," ujar Shinta kepada Katadata.co.id saat ditemui di Kantor Apindo, Jakarta, Rabu (21/12).
Sedangkan Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia atau API, Jemmy Kartiwa Sastraatmadja pada Oktober lalu mengatakan jika sebagian karyawan industri TPT kini telah dirumahkan. Bahkan sudah ada perusahaan yang melakukan PHK seperti salah satu pabrik yang ada di Jawa Barat.
Menurut Jemmy saat ini banyak perusahaan tekstil yang sudah mengurangi jam operasional perusahaannya. Hal itu disebabkan karena permintaan yang menurun tajam.
"Jadi dulu biasanya rata-rata perusahaan tekstil bekerja 7 hari dalam satu minggu, tiap hari bekerja selama 24 jam. Namun sekarang hanya bekerja maksimum 5 hari, pada Sabtu-Minggu diliburkan," ujar Jemmy kepada Katadata.co.id, pada Rabu (26/10).
Jemmy mengatakan kinerja industri tekstil telah turun hingga 30% sejak September lalu. Selain itu, banyak produksi TPT Indonesia yang tidak bisa dipasarkan karena daya beli menurun serta inflasi.
Sementara itu, Asosiasi Persepatuan Indonesia atau Aprisindo mencatat, untuk industri alas kaki melakukan pemutusan hubungan kerja atau PHK terhadap 25.700 pekerja.