WHO hingga Biden Kritik Cara Cina Hadapi Lonjakan Covid-19

ANTARA FOTO/M. Irfan Ilmie/hp.
Massa memadati tempat tes PCR di pinggir jalan di Distrik Chaoyang, Kota Beijing, China, Sabtu (3/12) sore, hingga menimbulkan antrean panjang.
5/1/2023, 14.46 WIB

Kasus Covid-19 di Cina masih terus meningkat sejak beberapa pekan belakangan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) hingga Presiden Amerika Serikat Joe Biden sampai menyoroti data kasus corona di negara tersebut.

Direktur Kedaruratan WHO, Mike Ryan mengatakan angka kasus positif hingga kematian pasien Covid-19 yang dirilis Cina tak menunjukkan kondisi penularan sebenarnya.

"Dalam hal penerimaan rumah sakit, ICU, dan kematian," kata Ryan pada Rabu (4/1) dikutip dari Al Jazeera.

Komentar WHO muncul ketika rumah sakit dan krematorium di Cina kewalahan menangani pasien Covid-19 sejak bulan lalu. Namun, Pemerintah Cina malah melonggarkan pembatasan aktivitas.

Cina mencatatkan 22 kematian akibat Covid-19 sejak Desember. Otoritas setempat juga mempersempit kriteria klasifikasi kematian pasien Covid-19 terbatas pada mereka yang mengalami pneumonia atau gagal pernapasan.

Ryan menganggap definisi yang digunakan Cina terlalu sempit. Padahal, negara ini telah menerapkan aturan paling keras di dunia dalam menghadapi Covid-19.

WHO akan bertemu lagi dengan para ilmuwan Cina pada Kamis (5/1) untuk memberikan pengarahan soal situasi Covid-19 negara tersebut.

Sedangkan Joe Biden juga prihatin melihat cara Cina menangani pandemi. Ia menyebut Beijing sensitif dengan masukan yang diberikan para ahli.

"Ketika kami menyarankan, mereka tidak begitu terbuka," kata Biden pada Kamis (5/1) dikutip dari Reuters.

Ahli wabah sebelumnya memperkirakan satu juta kematian pasien Covid-19 jika tak ada tindakan diambil. Sedangkan, perusahaan data kesehatan yang berbasis di Inggris, Airfinity memperkirakan 9.000 orang di Negeri Panda mungkin meninggal setiap hari karena corona.

Beberapa negara seperti Amerika Serikat, Prancis, Inggris, Italia, Spanyol, Jepang, hingga Korea Selatan juga memberlakukan pembatasan pelancong dari Cina. Namun, Pemerintah Cina menyebut pembatasan itu diskriminatif.

"Itu tidak memiliki dasar ilmiah dan beberapa praktiknya berlebihan," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Mao Ning.