Penetapan calon presiden dan wakil presiden baru akan dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada November 2023 mendatang. Meski begitu, ingar-bingar Pemilihan Presiden 2024 sudah terasa sejak beberapa bulan terakhir.
Tiga nama juga terus mengemuka sebagai capres 2024. Ketiganya adalah Gubernur DKI Jakarta 2017-2022 Anies Baswedan, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.
Prabowo pada Rapat Pimpinan Nasional Gerindra 12 Agustus lalu mengumumkan dirinya siap maju lagi. Bahkan partai berlambang garuda itu juga menggandeng Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) untuk bekerja sama menjelang pemilu.
"Saya menyatakan dengan penuh rasa tanggung jawab untuk menerima permohonan saudara dicalonkan sebagai calon Presiden Republik Indonesia," kata Prabowo.
Setelah itu Anies Baswedan resmi diusung Partai Nasdem pada 3 Oktober lalu. Nasdem juga mulai menjalin komunikasi dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Demokrat untuk menimbang koalisi juga cawapres.
Namun perundingan tersebut belum menemukan titik terang. Baik PKS maupun Demokrat juga getol menyodorkan nama Ahmad Heryawan dan Agus Harimurti Yudhoyono sebagai cawapres.
Namun Anies masih optimistis koalisi tiga partai tersebut bisa terbentuk. Ia juga kerap berkomunikasi dengan Nasdem, PKS, dan Demokrat untuk mencari titik temu.
"Kami juga selalu silaturahmi dengan pimpinan wilayah Nasdem, PKS, dan Demokrat," kata Anies di Makassar pada Sabtu (11/12) dikutip dari Antara.
Di sisi lain, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) hingga saat ini juga belum memberikan sinyal soal siapa sosok yang akan diusung. Kader Partai banteng malah tengah disibukkan persaingan nama antara Ganjar dan Ketua DPP PDIP Puan Maharani.
Sedangkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan jadwal pencalonan presiden dan wakil presiden. Masa pendaftaran ditetapkan pada tanggal 19 Oktober hingga 25 November 2023.
Potensi Buntu
Kemungkinan nama pasangan capres dan cawapres baru akan diumumkan partai politik jelang menit-menit terakhir pendaftaran ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). Tak hanya itu, ada potensi penentuan pasangan mengalami kebuntuan alias deadlock.
“Ini masih bisa beriubah-ubah. Harus dipahami bahwa sampai sekarang tiga nama tersebut belum menemukan pijakan yang kuat,” kata Pengamat Polirik Exposit Strategic Arif Susanto kepada Katadata.co.id, Jumat (16/12).
Pijakan yang dimaksud adalah ambang batas pencalonan capres alias presidential threshold sebesar 20% dari kursi parlemen. Arif mengatakan hingga saat ini hal tersebut akan menjadi faktor yang membuat alot penentuan capres dan cawapres.
“Tiket ada di partai politik, sementara agenda berbeda-beda,” kata Arif.
Hal ini sudah mulai terlihat pada Anies dan Prabowo yang belum juga menggandeng cawapres. Anies terganjal Demokrat dan PKS, sedangkan Prabowo masih harus menimbang faktor PKB dan Ketua Umumnya yakni Muhaimin Iskandar jika ingin mencari alternatif cawapres lain.
“Belum lagi Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) juga akan membawa nama-namanya,” kata Arif.
Ini akan menjadi kerugian sendiri bagi capres yang kadung menjajakan dirinya. Pencalonan Anies masih belum juga menunjukkan titik terang, sedangkan keterpilihan Prabowo cenderung stagnan dan menurun.
Tren keterpilihan nama Prabowo juga menurun di bawah Ganjar dan Anies. Dalam survei yang dilakukan Indikator Politik Indonesia, Prabowo hanya mendapatkan elektabilitas 16,1%, di bawah Anies dengan 23,6% dan Ganjar yakni 25,9%.
Elektabilitas ini juga terus menurun dari November 2021 yakni 27,5%. Meski demikian, Gerindra beralasan sang Ketum saat ini masih belum memanaskan mesin karena fokus membantu Presiden Joko Widodo di Kabinet.
"Kami baru mulai start pada 2023," kata Ketua Harian DPP Gerindra Sufmi Dasco Ahmad di Jakarta pada 6 Desember lalu.
PDIP sendiri masih belum memberikan sinyal siapa yang akan mereka usung pada 2024. Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan Ketua Umum mereka, Megawati Soekarnoputri tak hanya mempertimbangkan faktor popularitas dalam menentukan capres.
Meski demikian, Arif mengatakan sikap partai banteng yang cenderung lamban bisa membawa mereka menjadi penentu pertandingan atau king maker sesungguhnya tahun depan.
Ini karena PDIP memiliki keleluasaan siapa yang akan didukung oleh mereka. Arif mengatakan PDIP kemungkinan masih mempertimbangkan dukungan bagi calon di luar partainya serta amunisi politik yang dimiliki.
“Amunisi yang diperlukan untuk Pilpres besar, energi ini yang sepertinya dihemat PDIP,” katanya.
Dengan PDIP masih menahan diri, maka hal yang menjadi pertanyaan adalah sejauh mana Anies dan Prabowo bergerak hingga November 2023. Apalagi keduanya masih belum memiliki kekuatan cukup untuk langsung maju.
Adapun posisi KIB juga sulit untuk memajukan petingginya sebagai capres. Hal yang masuk akal adalah menawarkan posisi cawapres atau mengamankan jatah menteri yang telah didapatkan saat ini.
Sedangkan Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA memprediksi empat king maker dalam menentukan capres dan cawapres. Keempatnya adalah Megawati, Prabowo, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, dan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh.
Meski demikian, empat sosok tersebut memiliki dilema masing-masing dalam menentukan jagoannya. Surya dan Nasdem berada dalam posisi sulit karena masih berada di pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Dilema Megawati adalah memasang Ganjar dan Puan sebagai capres atau menyiapkan kader untuk cawapres Prabowo. Fitri memperkirakan ada potensi Ganjar dipinang partai lain jika Puan disodorkan jadi pendamping Prabowo pada 2024.
“Jika menyerahkan Ganjar jadi cawapres Prabowo, elektabilitas Ganjar lebih tinggi,” kata kata peneliti LSI Denny JA Fitri Hari pada Selasa (21/12).
Dilema Airlangga adalah elektabilitasnya masih rendah. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian itu juga harus banyak mencari alternatif jika harus menjadi cawapres
Sedangkan Prabowo juga menghadapi dilema karena elektabilitas telah menurun dibandingkan 2019, sementara tingkat popularitas sudah maksimal. Di sisi lain, ia hampir mustahil menjadi cawapres, namun masih bisa dikalahkan calon lain jika maju jadi capres.
Dukungan Jokowi sendiri juga disebut sebagai salah satu kunci capres memenangkan pemilu. Selain memiliki pengaruh kekuasaan, mantan Wali Kota Solo itu juga mempunyai basis massa besar.
"Simpatisan dan relawan yang siap diarahkan ke mana saja dukungan Jokowi," kata Direktur Indo Strategi Research and Consulting Arif Nurul Iman pada 21 Mei lalu dikutip dari Antara.
Jokowi juga beberapa kali melemparkan kode ke mana pilihannya dilabuhkan. Ia sempat menyinggung soal "rambut putih" yang disinyalir mengarah kepada Ganjar. Namun, Presiden juga sempat secara eksplisit memberikan dukungannya kepada Prabowo.
"Kelihatannya setelah ini jatahnya Pak Prabowo," kata Jokowi saat berpidato di HUT Perindo pada 7 November lalu.