Politisi Partai Republik Kevin McCarthy resmi dilantik sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) AS. Ia terpilih usai mendapatkan 216 suara, mengalahkan calon dari Partai Demokrat yakni Hakeem Jeffries yang hanya meraup 212 suara.
Terpilihnya McCarthy melalui proses yang dramatis, bahkan hingga 15 kali pemungutan suara. Jumlah ini menempatkan pemilihan tersebut sebagai yang terpanjang dalam 164 tahun.
"Sebagai ketua DPR, tanggung jawab utama saya bukan pada partai atau bahkan Kongres kita," kata McCarthy dikutip dari CNN, Sabtu (7/1). "Tanggung jawab saya, adalah untuk negara." katanya.
Pemilihan dilakukan selama 15 kali karena tidak ada satupun calon yang melewati ambang batas keterpilihan Ketua DPR yakni 215 suara. Dalam pemilihan hari pertama hingga keempat, McCarthy gagal mengamankan mayoritas suara politisi Partai Republik.
Kegagalan McCarthy mengamankan kursi tak lepas dari alotnya posisi kubu sayap kanan dalam Partai Republik. Ada 20 orang faksi sayap kanan yang menganggap politisi dari California itu tak cukup memperjuangkan agenda kaum konservatif.
Bahkan, McCarthy sempat terlibat debat panas dengan salah seorang kubu sayap kanan yang bernama Matt Gaetz sebelum pemilihan terakhir. Meski demikian, seluruh anggota dewan dari Partai Republik akhirnya sepakat memilih McCarthy.
Kinerja Partai Republik yang lebih lemah dari perkiraan memberikan kekuatan besar kepada kelompok sayap kanan. Beberapa politisi faksi tersebut mempertanyakan kesediaan McCarthy berunding dengan Presiden Amerika Serikat Joe Biden.
Kelompok garis keras, termasuk di dalamnya Ketua Kaukus Kebebasan Scott Perry dan Chip Roy akan memaksakan McCarthy untuk mengakomodir keinginan kubu konservatif.
"Kami ingin ada upaya mengendalikan pengeluaran ketika Demokrat saat ini mengendalikan Gedung Putih dan Senat," kata Scott Perry dikutip dari Reuters.
Sedangkan politisi Demokrat, Chuck Schumer mengingatkan konsesi yang dibuat McCarthy kepada kelompok sayap kanan untuk memenangkan pemilihan kemungkinan akan berdampak panjang.
"Mungkin akan menyebabkan shutdown (penutupan) pemerintah atau konsekuensi yang menghancurkan," katanya.