Membaca Pidato Mega dan Sinyal Politik Partai Penguasa

ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/YU
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menyampaikan pidato politik
Penulis: Ira Guslina Sufa
12/1/2023, 17.12 WIB

Hall utama Jakarta International Expo Kemayoran, Jakarta Pusat, dipenuhi atribut merah pada Selasa (10/1). Pekik merdeka berulang kali terdengar. Sahut-sahutan yel menjadi penyemangat pada puncak peringatan hari lahir Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ke-50.

Tiba giliran Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri berpidato, ruangan yang semula gemuruh mendadak hening. Berada di hadapan ribuah kader, Mega yang mengenakan baju hitam berpadu merah tampak bersemangat.

“Kangen ga sama ibu, kangen ga,” ujar Mega menyedot perhatian ribuan kader yang memenuhi Hall Utama JIExpo. 

Siang itu, Megawati blak-blakan soal masa lalu dan target partai di masa depan. Acara yang disebut-sebut sebagai puncak konsolidasi nasional menjelang pelaksanaan pemilu, tak betul-betul tertutup untuk partai lain seperti yang diklaim para petinggi partai sehari sebelum acara. Pidato Mega disiarkan secara langsung melalui youtube partai. Sejumlah media juga menayangkan pidato penting sang ketua. 

Hampir dua jam Mega memberi petuah. Banyak yang ia ceritakan. Mulai dari pengalaman masa kecil bersama Bung Karno, awal mula masuk partai hingga jungkir balik membangun PDIP. Berkali-kali ia memberi semangat kepada para kader untuk terus turun ke bawah dan berjuang keras memenangkan pemilu 2024, mencatat hattrick memenangkan tiga kali pemilu dan pemilihan presiden. 

Salah satu poin yang berulang kali disampaikan Megawati dalam pidatonya adalah peran perempuan dalam politik. Menurut Mega, partisipasi perempuan di dunia politik menjadi lebih relevan pada abad ke-21 karena perempuan telah memiliki kebebasan berbicara sesuai dengan budaya di dalam negeri. Namun Megawati mengamati perempuan di dalam negeri masih belum dapat berkembang di dunia politik.

"Saya sendiri kalau mau dijadikan contoh ya bisa, tapi nggak usah ditepoki saja dong. Mbok banyak kaum perempuan seperti saya, bahwa kaum perempuan itu harus maju bersama," kata Megawati.

Saat membahas peran perempuan di dunia politik, Megawati menyempatkan untuk mengenalkan kedua cucunya, Diah Hapsaro dan Praba Soma. Megawati menyampaikan alasan kedua cucunya datang pada perayaan HUT ke-50 PDIP adalah untuk memberi pendidikan politik sejak dini. Tak lupa, ia menyampaikan dukungan pada cucunya jika ingin terjun ke dunia politik.

Terakhir, Megawati menyebutkan beberapa pahlawan perempuan di dalam dan luar negeri, seperti Cleopatra dari Mesir, Angela Merkel dari Jerman, dan Ken Dedes dari Kerajaan Majapahit. Adapun, Megawati memberikan penekanan khusus pada Laksamana Hayati dari Aceh.

Laksamana Hayati memberikan kesan yang khusus bagi Megawati lantaran Hayati menjadi laksamana setelah ayahnya dibunuh oleh penjajah Belanda. Setelah menjadi laksamana, Hayati membalaskan dendam bapaknya dengan membunuh penjajah Belanda tersebut. Inspirasi dari Malahayati itu membuat ia memberi nama yang sama pada kapal rumah sakit terapung PDIP yang akan beroperasi mulai 2023. 

Sinyal Politik Mega

Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Aisah Putri Budiatri menilai pidato Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri saat HUT ke-50 PDIP di JIExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat, (10/1) memberi pesan politik yang dalam tentang peran perempuan. Ia menilai Mega memberi perspektif pentingnya pencalonan perempuan dalam kontestasi politik.

Aisah menduga, bila dikaitkan dengan pemilu 2024 mendatang, narasi yang disampaikan presiden ke-5 RI tersebut mengarah pada Puan Maharani, putri bungsu Mega. Ia menyebut tak tertutup kemungkinan pidato Mega menunjukkan dukungan terhadap Puan sebagai salah satu kandidat calon presiden PDIP.

"Dalam pidato itu, Megawati jelas ingin memberikan pandangan bahwa Puan mampu dan bisa menjadi presiden atau kandidat presiden jika diberikan kesempatan," kata Aisah kepada Katadata.co.id. 

Aisah berpandangan, kemungkinan narasi yang disampaikan Mega tersebut merupakan respons terhadap pihak-pihak yang meragukan Puan. Selain itu, meski saat perayaan HUT Mega tak mengumumkan capres, Aisah menduga Mega masih ingin menguji respons publik serta kader partai banteng mengenai pandangannya perihal pemimpin perempuan yang dibalutnya melalui pidato.

"Megawati nampak masih ingin menguji respon publik dan juga kader PDIP atas pemikirannya tentang pemimpin perempuan itu, dan secara kuat mengarah pada peluang pencalonan Puan," kata Aisah.

Di sisi lain, tambah Aisah, dengan mengaitkan tentang posisi dukungan legal formal PDIP terhadap Jokowi, Mega menunjukkan masih ada kans untuk Ganjar Pranowo untuk maju sebagai capres. Namun, Mega menekankan bahwa bila Ganjar maju sebagai capres, itu harus dengan dukungan penuh PDIP dan bukan dari dukungan partai lain. 

"Ada konteks kepatuhan dan loyalitas terhadap partai yang saya duga ingin ditekankan di sini," kata Aisah.

Secara keseluruhan, Aisah memandang Mega masih menunggu momen yang tepat sembari melihat respons publik dan internal PDIP mengenai pidatonya. Ia menilai Mega masih menimbang kans Puan dan Ganjar dari penghitungan terhadap respons publik. 

"Di luar itu, tentu respons dan lobi-lobi politik dengan partai politik lain akan sangat mempengaruhi  karena koalisi dengan partai lain menjadi hal yang tak terhindarkan bagi PDIP jika ingin menang pilpres ke depan," kata Aisah. 

Pada pemilu 2024 mendatang, PDIP menargetkan bisa kembali tampil menjadi pemenang pemilu. Sejumlah lembaga survei menunjukkan saat ini PDIP masih menduduki posisi teratas dengan raihan suara stabil di atas 20 persen. Sedangkan untuk calon presiden, kader PDIP yang selalu mendapat suara tertinggi adalah Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dengan elektabilitas di atas 30 persen. 

Nama kader PDIP lainnya yang juga muncul dalam bursa capres adalah Ketua DPR Puan Maharani. Namun, Putri Megawati itu masih mendapat elektabilitas kecil di bawah 5 persen. Hingga kini PDIP belum memutuskan dukungan untuk salah satu kader maju dalam pemilihan presiden. Dalam pidatonya, Megawati menyebut akan menyampaikan pidato penting pada 1 Juni 2023 mendatang. 

Reporter: Ade Rosman, Andi M. Arief