Pencalonan Anies Baswedan maju dalam pemilihan presiden 2024 diadang isu tak sedap. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu disebut memiliki perjanjian utang senilai Rp 50 miliar kepada Sandiaga Uno saat bertarung dalam kontestasi pemilihan kepala daerah pada 2017 lalu.
Direktur Eksekutif Kajian Politik Nasional (KPN) Adib Miftahul berpandangan munculnya pengotak-atikan komitmen di masa lalu antara Anies dan Sandiaga merupakan gambaran adanya politik saling sandra. Munculnya kabar Anies dan Sandi tersebut, kata Adib, menunjukkan bahwa dalam dunia politik tidak ada kawan yang abadi, namun kepentingan yang abadi.
"Saya kira ini adalah bentuk serangan Golkar yang masif, dan semakin menjelaskan bahwa Golkar itu tidak akan mengusung Anies," kata Adib, saat dihubungi Senin (6/2).
Beberapa hari sebelum berhembusnya kabar perjanjian utang Anies, Ketua Umum Partai Nasdem melakukan kunjungan ke kantor DPP Partai Golkar. Bahkan, Adib menduga serangan dari Golkar merupakan bagian dari manuver Nasdem untuk mulai meninggalkan yebut Adib berpandangan, kemungkinan Anies dianggap sebagai musuh bersama.
"Apalagi Surya Paloh sudah ketemu (Airlangga), saya malah menduga jangan-jangan Nasdem itu hanya numpang jualan lewat Anies, sebentar lagi bakal bisa ditinggalkan Anies itu," kata Adib.
Di sisi lain, Adib berpandangan saling menggembosi di antara pihak yang berpolitik merupakan hal yang lumrah. Terlebih, kini manuver politik sudah mengerucut pada penentuan pakem siapa kawan dan lawan koalisi nantinya.
Sengaja Dihembuskan
Menanggapi kabar utang tersebut, Partai Demokrat sebagai salah satu pengusung Anies maju dalam pilpres 2024 menganggap sebagai hal biasa dalam politik. Koordinator Juru Bicara DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra menilai kabar itu sengaja dihembuskan untuk menjatuhkan Anies.
Menurut Herzaky, banyak pihak yang tidak menduga koalisi yang terdiri dari Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Nasional Demokrat bisa menyatakan kebulatan suara untuk mendukung Anies. Pengumuman ketiga partai memberi Anies tiket untuk maju dalam pilpres dengan mengantongi dukungan dari koalisi partai yang memiliki lebih dari 25% suara sah pada pemilu 2019.
"Wajar saja kalau kemudian banyak yang ketakutan dan bolak-balik ingin mendegradasi koalisi perubahan maupun bacapres koalisi perubahan, Anies Baswedan," kata Herzaky, saat dihubungi, Senin (6/2).
Herzaky menjelaskan, alih-alih menanggapi isu tentang utang Anies, Demokrat lebih memilih konsentrasi pada agenda partai. Ia menyebut kabar utang Rp 50 miliar yang menjerat Anies sebagai tuduhan tak berdasar.
“Kami lebih baik fokus bagaimana bisa memenangkan Pilpres 2024," kata Herzaky.
Kabar adanya perjanjian utang itu diungkap oleh Wakil Ketua Umum Partai Golkar Erwin Aksa. Erwin menyebut melihat penandatangan perjanjian itu yang bermula dari kurangnya modal Anies untuk membiayai logistik kampanye pilkada. Sandiaga yang merupakan pasangan Anies sebagai calon wakil gubernur kemudian memberi pinjaman dalam perjanjian di hadapan pengacara.
Diklaim Sudah Lunas
Juru bicara Anies di tim kecil partai koalisi Sudirman Said sebelumnya telah menanggapi mengenai adanya perjanjian utang piutang dengan Sandiaga. Sudirman membenarkan adanya perjanjian utang di masa lalu.
Meski begitu Sudirman menyatakan perjanjian telah lunas seiring dengan kemenangan Anies-Sandiaga pada Pilkada DKI Jakarta 2017. Ia menyebut kampanye pemenangan yang menghabiskan logistik besar merupakan perjuangan bersama kedua pihak.
Adapun Sandi belum bersedia menanggapi kabar piutang Rp 50 miliar kepada Anies. Ia berkelit saat ditanya wartawan ketika menghadiri ulang tahun Partai Gerindra, Senin (6/2).
"Saya baca dulu, belum bisa kasih statement,” kata Sandi singkat. .