Manuver PDIP Dinilai Turut Sebabkan Perppu Ciptaker Belum Disahkan DPR

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/tom.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (tengah) disaksikan jajaran anggota Baleg DPR dan Menkumham Yasonna H. Laoly (kanan) menandatangani draft Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (15/2/2023).
Penulis: Ade Rosman
20/2/2023, 16.42 WIB

Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin menilai adanya indikasi manuver dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP di balik tertundanya pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja atau Perppu Ciptaker. Manuver itu terlihat dari tidak adanya agenda Badan Musyawarah DPR untuk membawa Perppu ke rapat paripurna DPR, Kamis (16/2) lalu. 

Ujang mengatakan, yang bisa menahan laju kebijakan presiden Joko Widodo di parlemen adalah PDIP. Ujang menilai tidak disahkannya Perppu Cipta Kerja pada masa sidang III yang dimulai sejak 10 Januari hingga 16 Februari 2023 tak bisa dilepaskan dari andil PDIP. 

"Ya kelihatannya terkait dengan tidak jadinya pengesahan Perppu Ciptaker itu karena kelihatannya keinginan PDIP," kata Ujang, Senin (20/2).

Menurut Ujang, jika benar ada manuver PDIP maka itu berkaitan dengan kepentingan PDIP dalam pemilu dan  pilpres 2024.  Ia menyebut bukan tidak mungkin politikus PDIP sedang menyelamatkan dukungan dari kelompok buruh yang merupakan konstituen utama PDIP. 

Lebih jauh ia menyebut, dinamika pembahasan Perppu Cipta Kerja di DPR tidak bisa dilepaskan dari tarik ulur kepentingan politik. Meski begitu, dia menyebut bisa saja terjadi perubahan ke depannya. 

"Bisa jadi ini sebagai bagian daripada tarik ulur yang kita lihat ke depan apa bisa disahkan atau tidak," kata Ujang.

Ujang menilai, bila memang nantinya Perppu Cipta Kerja tak jadi disahkan maka hal tersebut merupakan perjuangan nyata PDIP terhadap kaum buruh. Namun jika Perppu Ciptaker pada akhirnya disahkan, ia berkesimpulan tujuannya hanya untuk politik pemilu saja.

Ketua Fraksi PDIP di Senayan, Utut Adianto membantah penilaian Ujang. Menurut dia, sikap fraksi PDIP sudah jelas terhadap Perppu Cipta Kerja. Sikap itu juga sudah disampaikan dalam rapat Badan Legislasi DPR bersama pemerintah pada Rabu (15/2). 

“Kan Fraksi PDI Perjuangan menyetujui (Perppu Ciptaker) di pandangan mini fraksi saat pengambilan keputusan di baleg,” ujar Utut pada Katadata.  

Perppu Masih Berlaku

Sebelumnya wakil Ketua Badan Legislasi DPR Achmad Baidowi mengatakan Perppu Cipta Kerja masih berlaku meskipun belum mendapat pengesahan dari paripurna. Pernyataan itu membantah anggapan sejumlah ahli tata negara yang menyebut Perppu otomatis gugur karena tidak mendapat persetujuan paripurna.

Baidowi menjelaskan Perppu telah mendapat persetujuan 7 dari 9 fraksi di DPR. Adapun dua fraksi yang menolak pengesahan Perppu adalah Partai Keadilan Sejahtera dan fraksi Partai Demokrat. Perppu batal disahkan dalam rapat paripurna lantaran terganjal prosedur karena hingga sidang paripurna dimulai tak ada agenda pengesahan perppu Cipta Kerja yang diusulkan Badan Musyawarah. 

Sesuai tata tertib DPR, agenda yang dibahas di rapat paripurna harus mendapat persetujuan Bamus. Berdasarkan situs resmi DPR, Bamus berisikan 63 politisi Senayan yang terdiri dari pimpinan DPR pimpinan fraksi. Bamus diketuai oleh Puan Maharani dan sebanyak 13 dari se28 anggota berasal dari PDIP. 

Mengenai kelanjutan pembahasan Bamus, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan pengesahan Perppu akan dilakukan pada masa sidang IV yang dimulai 14 Maret mendatang. 

“DPR bersama pemerintah akan membahas Perppu tersebut sesuai dengan mekanisme peraturan perundangan yang berlaku dengan memperhatikan aspirasi masyarakat,” ujar Sufmi usai sidang paripurna DPR. 

Sebelumnya Direktur Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Fajri Nursyamsi mengatakan merujuk Undang-undang Dasar 1945 pasal 22 ayat 2 disebutkan bahwa Perppu harus mendapat persetujuan DPR pada masa sidang berikutnya. Selanjutnya pada pasal 22 ayat 3 disebutkan bahwa bila Perppu tidak mendapat persetujuan maka harus dicabut. Direktur

Ia menyebut persetujuan yang sudah diperoleh di Badan Legislasi tidak bisa diartikan sebagai persetujuan dari DPR. Alasannya Baleg merupakan alat kelengkapan DPR. Sedangkan Undang-undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Undang-Undang menyebutkan perppu harus mendapat persetujuan Paripurna DPR. 

Reporter: Ade Rosman