Liputan Kompas TV soal Utang Kereta Cepat KCIC Berbuntut Gugatan

ANTARA FOTO/Galih Pradipta/aww.
Pekerja menyelesaikan proyek pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) di Stasiun Halim, Jakarta Timur, Jumat (31/3/2023).
Penulis: Lavinda
11/5/2023, 16.16 WIB

Redaksi Kompas TV dan Kompas.com telah digugat oleh seorang YouTuber karena mengunggah di akun YouTube masing-masing berita tentang utang Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) yang membengkak Rp. 8,5 triliun .

Pemimpin Redaksi Kompas TV Rosianna Silalahi menjelaskan seluruh materi visual yang digunakan untuk membuat berita diambil dari akun YouTube resmi PT KCIC.

“Anehnya visual yang sama pernah kami gunakan untuk membuat berita uji coba kereta api cepat di sela perhelatan G20 sekitar bulan November 2022 tidak dipersoalkan,” jelas Rosi dalam keterangan pers, Kamis (11/5).

Sejak pertengahan April, menurut dia, segala upaya untuk menyelesaikan persoalan ini telah dilakukan, termasuk membuka komunikasi dengan pihak PT KCIC dan Youtube.

“Pihak YouTuber melalui pengacaranya meminta kami membayar uang senilai Rp 200 juta per video yang jika ditotal sekitar Rp 1,3 miliar, dan itu diketahui pihak PT KCIC. Menurut PT KCIC YouTuber yang menggugat kami adalah salah satu dari 25 content creator binaan PT KCIC, “ujar Rosi.

Atas peristiwa ini, Redaksi KompasTV mengadakan audiensi dengan sejumlah pemangku kepentingan pers di Indonesia. Dimulai dengan Forum Pemred pada Jumat (5/5), berlanjut dengan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia pada Rabu (9/5) dan bertemu Ketua Dewan Pers pada Kamis (10/5).

Audiensi terkait isu kemerdekaan pers dan upaya bersama menjaga kualitas jurnalistik di Indonesia. Rosianna menuturkan inisiatif bertemu dan berdiskusi dengan pemangku kepentingan ini adalah bentuk tanggung jawab moril redaksi KompasTV.

“Sebetulnya urusan kami sudah selesai. Akun Youtube KompasTV juga sudah tidak dalam ancaman hangus, tapi kami melihat ada potensi ancaman terhadap kebebasan pers gaya baru dengan menggunakan global platform dalam hal ini YouTube," ujar Rosi.

Menurut dia, kasus ini harus menjadi perhatian bersama, demi menjaga kemerdekaan pers di era digital. "Hari ini menimpa Redaksi KompasTV, bukan tidak mungkin bisa terjadi di ruang Redaksi lain,“jelas Rosi.

Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menyesalkan apa yang dialami Kompas TV terkait pemberitaan utang KCIC. Menurut dia, seharusnya segala hal terkait sengketa berita diselesaikan sesuai dengan ketentuan undang-undang.

Ninik menambahkan, Dewan Pers sudah membuat regulasi untuk menghadapi era digital, khususnya terkait pers.

“Peraturan Dewan Pers jika ada konflik pemberitaan yang didistribusikan di media sosial, itu masuk dalam wilayah mediasi dan penyelesaiannya oleh Dewan Pers," katanya.

Jadi, jika ada pemberitaan oleh perusahaan pers dan didistribusikan ke media sosial dan kemudian menjadi konflik oleh pihak ketiga, pihak-pihak terkait diimbau datang ke Dewan Pers untuk mediasi. Dia mengimbau agar proses penyelesaian tidak dilakukan dengan cara-cara intimidatif pemerasan dengan meminta pembayaran sejumlah uang dan sebagainya.

"Jika itu konflik pemberitaan, penyelesaiannya adalah dengan UU 40,” tegas Ninik.

Senada dengan Ketua Dewan Pers, Ketua Forum Pemred Arifin Asydhad menilai hal yang dialami Kompas TV harus menjadi perhatian dan perlu ada upaya bersama dari para pemangku kepentingan Pers Indonesia agar hal serupa tidak terjadi.

“Terima kasih Redaksi KompasTV sudah bersedia bercerita apa yang dialaminya terkait pemberitaan KCIC. Harus ada antisipasi agar tidak mengusik kebebasan pers di Tanah Air,”ujar Arifin.

Sementara itu, Ketua Umum AJI Indonesia Sasmito Madrim menilai ada ancaman kemerdekaan pers di kasus yang dialami Kompas TV terkait pemberitaan KCIC

.”Apalagi kita tahu dalam penggunaan konten sebelumnya yang positif tidak dipersoalkan. Ketika beritanya kritis dipersoalkan. Kita menduga ada kontrol informasi yang ingin dilakuan KCIC. Saya pikir ini tidak tepat dan tidak sesuai mekanisme UU Pers, “jelas Sasmito.