KPK Tetapkan Eks Dirut Amarta Karya Tersangka, Kerugian Capai Rp 46 M
Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan dua orang tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait proyek pengadaan subkontraktor fiktif tahun 2018-2020. Mereka adalah Direktur Utama PT Amarta Karya (persero) Catur Prabowo dan mantan Direktur Keuangan PT Amarta Karya (Persero) Trisna Sutisna
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengatakan usai penetapan tersangka, KPK langsung menahan Trisna. Sedangkan Catur Prabowo mangkir dari panggilan penyidik KPK dengan alasan sakit. Trisna ditahan di cabang Rutan KPK pada Markas Komando Puspomal, Jakarta Utara.
"Tim penyidik menahan tersangka TS untuk 20 hari pertama dimulai 11 Mei sampai 30 Mei 2023,” kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak seperti dikutip dari Antara, Jumat (12/5).
Tanak menjelaskan kasus tersebut berawal pada tahun 2017. Saat itu tersangka TS menerima perintah dari Catur Prabowo (CP) yang kala itu masih menjabat Direktur Utama PT Amarta Karya.
Catur memerintahkan Trisna dan pejabat di bagian akuntansi PT Amarta Karya untuk mempersiapkan sejumlah uang yang diperuntukkan kebutuhan pribadinya. Sumber dana itu berasal dari pembayaran berbagai proyek yang dikerjakan PT Amarta Karya.
Tersangka TS bersama dengan beberapa staf di PT Amarta Karya kemudian mendirikan dan mencari badan usaha berbentuk CV. Badan usaha ini digunakan menerima pembayaran subkontraktor dari PT Amarta Karya tanpa melakukan pekerjaan subkontraktor yang sebenarnya alias fiktif.
Kemudian pada 2018, dibentuk beberapa badan usaha CV fiktif sebagai vendor yang akan menerima berbagai transaksi pembayaran dari kegiatan proyek PT Amarta Karya. Kedua tersangka dinilai mengetahui semua proses fiktif itu. Untuk pengajuan anggaran pembayaran vendor, tersangka CP selalu memberikan disposisi “lanjutkan” dibarengi dengan persetujuan Surat Perintah Membayar (SPM) yang ditandatangani tersangka TS.
Buku rekening bank, kartu ATM dan bongol cek dari badan usaha CV fiktif itu dipegang oleh staf bagian akuntansi PT Amarta Karya yang menjadi orang kepercayaan dari CP dan TS. ATM digunakan untuk memudahkan pengambilan dan pencairan uang sesuai dengan permintaan tersangka CP.
Uang yang diterima tersangka CP dan TS kemudian diduga antara lain digunakan untuk membayar tagihan kartu kredit, dan pembelian emas. Mereka juga menggunakan uang untuk perjalanan pribadi ke luar negeri, pembayaran member golf dan juga pemberian ke beberapa pihak terkait lainnya.
"Perbuatan kedua tersangka tersebut diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar Rp 46 miliar," kata Tanak.
Atas perbuatannya kedua tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.