Pemprov DKI Diperkirakan Butuh Rp 86,5 T untuk Perbaiki Kualitas Udara

ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/hp.
Kendaraan melintas dengan latar belakang gedung bertingkat yang terlihat berkabut di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Rabu (22/6/2022). Menurut data dari laman lembaga kualitas udara IQAir, pada Rabu 22 Juni 2022 hingga pada pukul 11.00 WIB indeks pencemaran udara di Ibu Kota berada di angka 160 dan masuk dalam kategori tidak sehat.
26/5/2023, 15.05 WIB

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta diperkirakan membutuhkan dana Rp 86,5 triliun untuk menjalankan program perbaikan kualitas udara, termasuk pengurangan konsentrasi PM2.5 hingga 2030.

Laporan terbaru Vital Strategies, Institut Teknologi Nasional (ITENAS), dan Universitas Padjajaran (Unpad) menunjukkan sejumlah program prioritas yang bisa diterapkan untuk menurunkan emisi dan memperbaiki kualitas udara. Ini mulai dari peralihan ke moda transportasi umum, standarisasi emisi kendaraan, hingga peralihan energi domestik. 

“Kajian ini juga memperkirakan biaya tahunan dan total untuk setiap program di DKI Jakarta dari tahun 2019 hingga 2030 mencapai Rp 86,5 triliun,” tulis peneliti dalam laporan tersebut.  

Program peralihan ke transportasi umum memakan beban biaya terbesar hingga 56,5% dari total biaya, diikuti oleh uji emisi untuk kendaraan pribadi dan program peralihan energi domestik yang menyumbang masing-masing 21,2%, dan 8,4%.

Kendati memakan biaya besar, laporan ini juga memperkirakan manfaat kesehatan yang bisa dicapai terkait penurunan PM 2.5. Hasilnya menunjukkan intervensi pengendalian polusi udara ini dapat mencegah lebih dari 32.000 kematian akibat penyebab tertentu, lebih dari 300 kematian bayi, lebih dari 12.000 kasus stunting, dan lebih dari 2.000 kondisi kelahiran yang tidak diinginkan di Jakarta. 

“Dalam kajian ini kami menemukan manfaat total dari semua intervensi mencapai Rp 643 triliun atau 23% dari PDRB Provinsi DKI Jakarta,” tulis para peneliti.

Menanggapi kajian tersebut, Direktur Pengendalian Pencemaran Udara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Luckmi Purwandari mengatakan KLHK akan berkoordinasi menyusun Rencana Pengendalian Pencemaran dan Mitigasi Udara (RPMMU) Jakarta dan Daerah Penyangga. 

“Diperlukan upaya lebih progresif dalam penurunan emisi lintas batas,” dalam acara diskusi pada Kamis (25/5). 

Selain itu, KLHK juga sedang mengembangkan aplikasi E-Uji Emisi sebagai langkah konkret dalam mengurangi emisi dari sumber bergerak. Aplikasi ini diharapkan dapat memfasilitasi uji emisi kendaraan bermotor secara nasional dan menjadi dasar penyempurnaan kebijakan ke depan. Uji coba pertama aplikasi E-Uji Emisi akan dilakukan pada acara Uji Emisi Akbar yang dijadwalkan pada tanggal 5 Juni 2023 di Area Parkir Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta Selatan.

Sementara itu, Erni Pelita Fitratunnisa, Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, DLH DKI Jakarta mengatakan Pemprov DKI Jakarta merumuskan Strategi Pengendalian Pencemaran Udara (SPPU) sebagai panduan dan fokus upaya terpadu lintas sektor. SPPU ini juga akan menjadi acuan dalam penyusunan rencana aksi yang tepat sasaran. 

Mengutip penelitian tahun 2020, konsentrasi PM2,5 di Jakarta dan Bandung merupakan yang tertinggi di Jawa. Meskipun terdapat tren penurunan, konsentrasi PM2,5 di DKI Jakarta masih melebihi Batas Maksimum Tahunan. Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) di Jakarta juga masih dominan berada dalam kategori "sedang" dengan jumlah hari "tidak sehat" yang mencapai lebih dari 100 hari dalam setahun. 

Reporter: Rezza Aji Pratama