Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono alias AHY membeberkan lima klaster permasalahan yang terjadi di masyarakat, kritik terhadap pemerintahan Presiden Jokowi. Hal tersebut disampaikan AHY dalam pidato politik tentang gagasan partai pada Jumat (15/7).
Putra Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono itu mengungkapkan, Partai Demokrat memetakan lima klaster permasalahan yang ada di masyarakat saat ini. Lima klaster, tersebut mencakup:
- Ekonomi dan kesejahteraan rakyat
Pada klaster ekonomi dan kesejahteraan rakyat, menurut dia, terjadi kemandekan hingga kemunduran serius dalam sembilan tahun terakhir. Pertumbuhan ekonomi stagnan di 5%, bahkan sempat anjlok ketika diterjang pandemi Covid-19. "Sementara ketika ekonomi tumbuh rendah, yang meroket justru utang kita, baik utang pemerintah maupun BUMN,” katanya.
AHY mengatakan, kondisi ekonomi yang mandeg tak semata karena pandemi Covid-19 Partai Demokrat, menurut dia, berpendapat bahwa faktor kebijakan dan langkah pemerintah, dalam mengelola ekonomi dan kesejahteraan rakyat juga memengaruhi. Ia menilai pemerintah tidak sensitif terhadap kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.
AHY menyebut hal itu tergambar dalam kebijakan yang diambil. Salah satunya pembangunan megaproyek di bidang infrastruktur yang dianggapnya tak tepat di saat masyarakat mengalami tekanan ekonomi. “Seharusnya, masih bisa ditunda pelaksanaannya, katanya.
Ia berpandangan, prioritas dan alokasi anggaran seharusnya difokuskan pada upaya meringankan tekanan yang dirasakan masyarakat terutama kaum yang menurutnya dimasukkan dalam golongan lemah: petani, nelayan, dan buruh. “Subsidi listrik untuk kalangan miskin, subsidi solar untuk nelayan, dan subsidi pupuk untuk petani, harusnya bisa lebih diperkuat dan tepat sasaran,” katanya.
Menurut dia, program-program di era pemerintahan SBY perlu dihidupkan kembali seperti BLT/BLSM, BPJS, bantuan lansia, difabel dan korban bencana, PKH, raskin, KUR, serta PNPM. Menurutnya program-program itu diperlukan untuk menjaga daya beli masyarakat yang terguncang karena tekanan ekonomi.
“Dengan kebijakan yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat tersebut, kita bisa meningkatkan kembali pertumbuhan ekonomi menuju 6%, bahkan lebih,” katanya.
Namun demikian, berdasarkan data paparan realisasi APBN yang sering dibeberkan Menteri Keuangan Sri Mulyani, program-program tersebut sebenarnya masih berjalan.
Adapun hal lain yang disinggung AHY adalah investasi yang terlalu didominasi oleh modal asing. Meski mengatakan investasi menjadi faktor penting pertumbuhan ekonomi, ia menilai dominasi modal asing di negeri sendiri menciptakan kondisi yang kurang adil.
Ia pun memberi catatan pada pemilihan prioritas pembangunan infrastruktur, memastikan pembiayaan tersedia, dan memastikan infrastruktur yang dibangun memiliki keseimbangan antar sektor nasional dan daerah.
- Sumber daya manusia dan lingkungan hidup
AHY mengatakan, Partai Demokrat berpandangan bahwa peningkatan dapat dilakukan melalui pendidikan yang berkualitas dan terjangkau. Selain itu, perlu ada peningkatan infrastruktur dan kesiapan fasilitas medis.
Pada permasalahan ini, AHY kembali menyinggung perlunya diaktifkan kembali program-program di era pemerintahan SBY, yakni BOS, Beasiswa Bidikmisi, Beasiswa Santri, Beasiswa LPDP, dan BPJS Kesehatan.
Ia pun berpendapat, anggaran wajib sebesar 5% dari APBN yang dihapus di UU Kesehatan, seharusnya dipertahankan.
Terkait ancaman krisis iklim, ia mengatakan, pemerintah harus hadir dalam upaya mencapai net zero emission, dengan cara konsisten menjalankan kebijakan yang pro lingkungan. Pemerintah juga tidak boleh tidak menerbitkan UU yang memfasilitasi terjadinya kerusakan alam.
“Kementerian Lingkungan Hidup yang kini disatukan dengan Kementerian Kehutanan, harus dikembalikan sebagai kementerian yang berdiri sendiri. Mengurangi otoritas dan anggaran Kementerian Lingkungan hidup, adalah sebuah sinyal yang keliru,” katanya.
- Hukum dan keadilan
AHY menilai, Indonesia masih mengalami ketidakadilan selama sembilan tahun terakhir. Menurutnya, hukum dan pemberantasan korupsi tebang pilih dan kental dengan politisasi.
“Respons negara terhadap para pencari keadilan juga sering berbeda, dikaitkan dengan posisi politik si pencari keadilan. Praktik ini merusak keadilan, etika pemerintahan dan nilai demokrasi,” katanya.
- Demokrasi dan kebebasan rakyat
Partai Demokrat berpandangan telah terjadi kemunduran demokrasi secara fundamental. Menurutnya, demokrasi yang baik dan matang mesti ditandai oleh dihormatinya pranata hukum, dijaminnya kebebasan berbicara, kemerdekaan pers, dan dilindunginya hak asasi manusia.
Selain itu, demokrasi juga harus ditandai dengan berlangsungnya pemilu yang bebas, jujur dan adil, serta tercegahnya kekuasaan absolut pada diri pemimpin politik tingkat puncak. Namun menurutnya, masyarakat saat ini masih takut mengeluarkan pendapat
“Kalangan elite dan golongan menengah juga enggan bicara, karena khawatir bakal diserang secara membabi buta. Lawan politik penguasa, diidentikkan sebagai musuh negara. Netralitas dan independensi kekuasaan negara dipertanyakan,” katanya.
Ia menyinggung Presiden Joko Widodo yang terlalu banyak cawe-cawe dalam Pemilu 2024. Hal itu dinilainya tak adil jika melibatkan instrumen negara dan dapat membahayakan demokrasi.
- Tata negara dan etika pemerintahan.
Permasalahan terakhir yang disorot Partai Demokrat yakni berkaitan dengan perbaikan tata negara dan etika pemerintahan. Ia berpandangan, ada tanda-tanda bahwa kesetaraan dan keseimbangan lembaga negara saat ini terganggu.
Menurutnya, kegiatan bisnis di lingkungan pemerintahan yang dilakukan oleh pejabat negara adalah hal yang tak etis.
“Jika menteri atau pejabat negara menjalankan bisnis, sementara ia berada dalam lingkaran pembuatan kebijakan dan regulasi yang terkait langsung dengan bisnis itu. Jelas ada konflik kepentingan,” katanya.