Bareskrim Polri membongkar jaringan kasus mafia IMEI ilegal yang melibatkan dua oknum aparatur sipil negara dari Kementerian Perindustrian dan Bea Cukai pada akhir pekan lalu. Total kerugian negara akibat kasus ini ditaksir mencapai Rp 353,7 miliar.
Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen Pol. Wahyu Widada mengatakan, ada enam pelaku yang ditangkap. Mereka terdiri atas empat orang dari pihak swasta dan dua orang Aparatur Sipil Negara (ASN).
"Kami sudah mengamankan enam tersangka, di antaranya pemasok device elektronic ilegal tanpa hak melalui tahapan masuk yaitu inisial P, D, E, P dan semuanya adalah swasta. Kemudian juga kami mengamankan inisial F oknum ASN di Kemenperin dan juga inisial A oknum ASN di Dirjen Bea Cukai,” ujar Wahyu, seperti dikutip dari Antara, Senin (31/7).
Ia menjelaskan, pengungkapan kasus ini berdasarkan pada laporan polisi nomor LP/B/0099/II/2023 SPKT Bareskrim Polri 14 Februari 2023.
Tindak pidana tersebut dilakukan tersangka dalam kurun waktu 10 hari dari tanggal 10 sampai dengan 20 Oktober 2022. Selama 10 hari itu terjadi pengunggahan IMEI ke dalam aplikasi untuk mengaktifkan IMEI CEIR (centralized equipment identity registration) yang dimiliki oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
"Terjadi pengunggahan IMEI ke dalam sistem CEIR milik Kemenperin sejumlah 191.995 buah IMEI," ujarnya.
Ia menjelaskan, modus operandi pelaku adalah tidak melakukan proses permohonan IMEI ini hingga mendapat persetujuan Kemenkominfo atau secara tanpa hak, langsung memasukkan data IMEI tersebut ke dalam aplikasi CEIR. Jasa buka blokir IMEI yang mengatasnamakan Kemenperin secara tidak sah banyak diperjualbelikan melalui platform e-commerce.
Mantan Asisten SDM Kapolri memperkirakan, kerugian negara akibat kejahatan ini mencapai Rp 353,75 juta. Ini menghitung jumlah IMEI ilegal yang diproses sebanyak 191.995 dikalikan dengan besaran pajak penghasilan (PPh) sebesar 11,5%.
Direktur Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Adi Vivid A Bactiar menjelaskan, pendaftarana atau registrasi IMEI ada empat cara. Pertama, melalui operator seluler di mana bisa digunakan untuk setiap turis asing yang masuk ke wilayah Indonesia dan berlaku selama 90 hari.
Kedua, melalui Kemenkominfo, cara ini hanya bisa diakses oleh tamu VIP ataupun VVIP kenegaraan. Ketiga, melalui Bea dan Cukai, yang berlaku untuk masyarakat umum yakni melalui pembelian ponsel dari luar negeri yang masuk ke pelabuhan atau masuk ke bandara bisa didaftarkan lewat Bea Cukai.
"Yang terakhir, melalui Kemenperin. Nah di sini adalah rekan-rekan pengusaha, baik itu yang produksi ponsel ataupun importasi ponsel," katanya.
Pelanggaran yang dilakukan oleh para jaringan ini adalah pada poin keempat, yakni proses pengajuan izin IMEI di Kemenperin.
"Nah tahap ini di Kemenperin inilah yang dilakukan oleh salah satu tersangka dengan inisial F yang seharusnya di situ ada pembayaran atau segala macam sudah dilakukan," kata Vivid.
Adapun para tersangka dijerat dengan Pasal 30 ayat (1) Udang-Undang Nomor 19 tentang Perubahan Nomor 11 tentang Informasi dan Proses Elektronik, di mana setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer dan atau sistem elektronik milik orang lain.
Mereka juga dikenakan pasal 32 UU tersebut, yang mengatur setiap orang yang dengan sengaja tanpa hak melawan hukum dengan cara apa mengubah menambah mengurangi melakukan transmisi merusak menghilangkan memindahkan menyembunyikan suatu informasi elektronik milik orang lain atau milik publik.
"Kemudian juga kami juncto-kan dengan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan ancaman selama kurang lebih 12 tahun ataupun dengan sekitar 12 miliar," kata Vivid.