Hujan Buatan Dinilai Kurang Efektif Atasi Polusi Udara Jakarta

Muhammad Zaenuddin|Katadata
Suasana gedung bertingkat diselimuti kabut polusi di kawasan SCBD, Jakarta, Rabu (23/8).
Penulis: Nadya Zahira
1/9/2023, 07.10 WIB

Hujan buatan dinilai kurang efektif mengatasi polusi udara, menurut Energi Institute for Essential Services Reform atau IESR. Pemerintah sebelumnya membuat hujan buatan di Jakarta pada Minggu (28/8).

“Udara kotor tidak mengikuti musim. Hujan buatan tidak akan efektif,” kata Manajer Program Transformasi IESR Deon Arinaldo dalam diskusi yang digelar secara virtual, Kamis (31/8).

“Hujan beberapa jam memang meredam polusi. Tetapi, sumber polusi masih beroperasi. Jadi polusi terus datang lagi,” Deon menambahkan.

Menurutnya, cara yang paling efektif yakni segera menutup Pembangkit Listrik Tenaga Uap alias PLTU. Selain itu, mendorong masyarakat beralih ke transportasi umum. 

Sebab, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan atau KLHK sudah mengidentifikasi sumber-sumber emisi polusi udara yang buruk yakni:

  • 44% transportasi
  • 34% PLTU
  • Sisanya: polusi rumah tangga dan pembakaran sampah maupun limbah hasil pertanian

Ia juga meminta pemerintah transparan terkait data, khususnya informasi polusi dan hasil monitoring PLTU. “Yang harus diatasi langsung yakni PLTU, karena sudah ada programnya,” ujar dia.

“Mengatasi persoalan kendaraan pribadi cukup sulit, karena melibatkan sangat banyak orang. Prosesnya akan lebih panjang,” Deon menambahkan.

Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Bondan Andriyanu sepakat dengan Deon. “Sia-sia jika hanya mengandalkan hujan buatan, tanpa mengendalikan sumber pencemaran,” ujarnya kepada Katadata.co.id, Kamis (30/8). 

Kurangi Deforestasi untuk Atasi Polusi Udara

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi atau Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan menilai perlu mengurangi deforestasi untuk mengatasi permasalahan polusi udara dan perubahan iklim.

“Jangan memotong pohon atau deforestasi lagi. Indonesia salah satu negara terbaik yang mengurangi deforestasi tahun lalu, dan saya kira ini kerja keras dari KLHK,” ujar Luhut dalam keterangan pers, Rabu (30/8).

Selain itu, perlu ada penanganan lahan kritis dan sampah. “Kami akan mengambil semua langkah terpadu untuk mengurangi polusi,” kata dia.

Menurutnya, Indonesia harus bersiap mengantisipasi dampak perubahan iklim. Sebab musim kemarau diprediksi semakin panjang dan kering, dengan curah hujan yang lebih rendah. 

“Pada Agustus - September diprediksi El Nino mencapai puncak dengan intensitas lemah hingga moderat. Hal ini berpotensi berdampak pada ketersediaan air, produktivitas pertanian, dan ketahanan pangan,” ujarnya. 

Reporter: Nadya Zahira