Terdakwa kasus dugaan suap dan penerimaan gratifikasi mantan Gubernur Papua Lukas Enembe membacakan nota pembelaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dalam pembelaannya Gubernur Papua non aktif itu meminta hakim membebaskannya dari segala tuduhan.
"Saya mohon agar majelis hakim dengan hati dan pikiran yang jernih yang mengadili perkara saya dapat memutuskan berdasarkan fakta-fakta hukum bukan berdasarkan hasil BAP yang dipindahkan ke dalam surat tuntutan,” ujar Lukas dalam pleidoi pribadinya yang dibacakan kuasa hukumnya, Petrus Bala Pattyona di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jakarta Pusat, Kamis (21/9). .
Dalam pembelaan yang dibacakan kuasa hukumnya Petrus Bala Pattyona, Lukas menyebut dirinya tidak bersalah dan tidak pernah melakukan perbuatan yang disangkakan. Lukas kemudian memohon agar aset-asetnya yang disita KPK segera dikembalikan. Ia juga memohon agar nama baiknya dipulihkan.
"Saya juga mohon supaya rekening saya, rekening istri saya (Yulce Wenda), dan rekening anak saya (Astract Bona T.M Enembe) dapat dibuka blokirnya, aset-aset saya, termasuk emas yang telah disita mohon dikembalikan,” ujar Lukas seperti disampaikan Petrus.
Ia bahkan menyebut telah dizalimi dengan adanya dugaan pidana baru berupa tindak pidana pencucian uang. Ia menyebut tidak pernah memiliki jet pribadi seperti yang disampaikan jaksa. Lukas membantah telah menerima suap dan gratifikasi. Dia mengatakan pihaknya merupakan Gubernur Papua yang bersih selama mengemban jabatan tersebut.
"Karena memang saya tidak melakukan seperti dituduhkan yang digembar-gemborkan selama ini. Saya Gubernur Papua yang 'clean and clear'," ujarnya.
Sebelumnya, Lukas Enembe dituntut 10 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp1 miliar subsider pidana kurungan pengganti selama 6 bulan. Dia dijatuhi tuntutan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sejumlah Rp 47,8 miliar.
Menurut jaksa, Lukas melanggar Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Di samping itu, Lukas dituntut pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun setelah yang bersangkutan selesai menjalani hukuman pidana. “Hal-hal yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa mempunyai tanggungan keluarga,” kata JPU KPK Wawan Yunarwanto.
Sementara itu, hal-hal yang memberatkan Lukas adalah perbuatannya tidak mendukung program pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi, ia berbelit-belit dalam memberikan keterangan, dan bersikap tidak sopan selama persidangan.
Dalam perkara ini, JPU mendakwa Lukas Enembe dengan dua dakwaan. Pertama, Lukas didakwa menerima suap Rp 45,8 miliar dengan rincian sebanyak Rp10,4 miliar dari pengusaha Piton Enumbi selaku Direktur sekaligus pemilik PT Melonesia Mulia, PT Lingge-Lingge, PT Astrad Jaya serta PT Melonesia Cahaya Timur.
Ia juga disebut menerima sebanyak Rp 35,4 miliar dari Rijatono Lakka selaku Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo, PT Tabi Bangun Papua sekaligus CV Walibhu. Pada dakwaan kedua ia disebut menerima gratifikasi berupa uang sebesar Rp1 miliar dari Budy Sultan selaku Direktur PT Indo Papua pada 12 April 2013.