4 Poin dalam UU ASN yang Disahkan DPR, Atur Kenaikan dan Pemberhentian

ANTARA FOTO/Reno Esnir/Spt.
Pegawai honorer se-Provinsi Banten dan Forum non-ASN Provinsi Jawa Tengah (Fornas) menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR, Jakarta, Senin (7/8/2023).
4/10/2023, 07.32 WIB

Sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat yang berlangsung Selasa (3/10) mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi undang-undang. Ketua Komisi II Ahmad Doli Kurnia Tanjung menyebut, hal ini perlu dilakukan demi terwujudnya pelayanan publik yang lebih baik dan mensejahterakan masyarakat. 

Pengesahan UU Aparatur Sipil Negara disahkan dengan suara bulat. Meski begitu terdapat sejumlah catatan dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera. Dalam catatannya PKS meminta pemerintah untuk mempertimbangkan pengangkatan tenaga honorer menjadi ASN yang telah mengabdi lebih dari 10 tahun. Pengangkatan itu dilakukan berdasarkan mekanisme CPNS maupun PPPK dengan kriteria rekrutmen atau seleksi jalur tertentu.

Fraksi PKS juga menyatakan dukungan terhadap sistem kerja PPPK paruh waktu dengan syarat bahwa hak penghargaan dan kesejahteraan bagi pekerja PPPK paruh waktu tak berbeda dengan PNS dan PPPK penuh waktu. Selain itu, hal tersebut juga harus disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi yang mereka emban. 

Dalam penjelasannya Ahmad Doli menuturkan pembahasan UU ASN yang baru disahkan ini butuh waktu yang sangat panjang yaitu kurang lebih dua tahun sembilan bulan. Ia berharap UU ASN dapat menjawab tantangan ASN ke depan agar terciptanya birokrasi yang profesional dan berkelas dunia, indeks persepsi korupsi yang semakin baik, hingga indeks efektivitas pemerintahan yang semakin baik.  

”Hal ini dilakukan demi terwujudnya pelayanan publik yang lebih baik dan masyarakat yang makin sejahtera,” tutur Doli usai pengesahan UU ASN. 

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas menyampaikan, isu krusial dalam RUU ini adalah tersedianya payung hukum untuk penataan tenaga non-ASN (honorer). Ia menyebut saat ini jumlah tenaga honorer sudah mencapai 2,3 juta orang yang mayoritas berada di instansi daerah. 

“Berkat dukungan DPR, RUU ASN ini menjadi payung hukum terlaksananya prinsip utama penataan tenaga non-ASN yaitu tidak boleh ada PHK massal, yang telah digariskan Presiden Jokowi sejak awal,” ujar Anas.

Ia juga menuturkan usai disahkannya RUU ini menjadi undang-undang, akan terdapat perluasan skema dan mekanisme kerja pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Perluasan ini diharapkan dapat menjadi salah satu opsi dalam penataan tenaga honorer. 

“Nanti didetilkan di Peraturan Pemerintah,” ujar Anas.

Lalu apa saja poin yang diatur dalam RUU ASN yang disahkan DPR? 

ASN Boleh Jadi Pejabat Publik

Aparatur Sipil Negara (ASN) dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) diperbolehkan menjadi pejabat Negara. Hal tersebut tertuang dalam Undang-Undang (UU) ASN Bab 8 Pasal yang mengatur tentang Pejabat Pimpinan Tinggi yang Mencalonkan sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati/Walikota, dan Wakil Bupati/Wakil Walikota tertuang dalam Pasal 56 hingga Pasal 60.

“Pegawai ASN dapat menjadi pejabat negara,” demikian bunyi dari Pasal 57.

Berdasarkan Pasal 59, pejabat ASN dari PNS dapat menduduki sebagai menteri atau jabatan setingkat menteri, Hakim Konstitusi, Anggota Badan Pemeriksa Keuangan, Komisioner Komisi Yudisial, komisioner Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan pejabat Negara lainnya. Namun, berdasarkan pasal tersebut juga tertulis bahwa pejabat pimpinan tinggi madya dan pejabat pimpinan tinggi pratama yang akan mencalonkan diri menjadi gubernur dan wakil gubernur, bupati/walikota, dan wakil bupati/wakil walikota wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis dari PNS sejak ditetapkan sebagai calon. 

Sementara itu, pegawai ASN dari PNS yang diangkat menjadi pejabat hanya diberhentikan sementara dari jabatannya dan tidak kehilangan status sebagai PNS.

Pemberhentian ASN

Berdasarkan draft RUU ASN versi 25 September 2023, peraturan mengenai pemberhentian ASN tercantum dalam Pasal 52 hingga Pasal 54. Di dalam Pasal 52 diatur bahwa pemberhentian bagi ASN terdiri dari dua jenis, yakni atas permintaan sendiri dan tidak atas permintaan sendiri.

Pasal 52

(1) Pemberhentian bagi Pegawai ASN terdiri atas:
a. atas permintaan sendiri; dan
b. tidak atas permintaan sendiri.

(2) Pemberhentian atas permintaan sendiri dilakukan berupa pengunduran diri sebagai Pegawai ASN.

(3) Pemberhentian tidak atas permintaan sendiri bagi Pegawai ASN dilakukan apabila:
a. melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. meninggal dunia;
c. mencapai batas usia pensiun jabatan dan/atau berakhirnya masa perjanjian kerja;
d. terdampak perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah;
e. tidak cakap jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat menjalankan tugas dan kewajiban;
f. tidak mencapai target kinerja;
g. melakukan pelanggaran disiplin tingkat berat;
h. dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan hukuman pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun;
i. dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan; dan/atau
j. menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.

(4) Pemberhentian Pegawai ASN karena sebab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, huruf g, huruf i, dan huruf j dikategorikan sebagai pemberhentian tidak dengan hormat.


Pasal 53

(1) Pegawai ASN diberhentikan sementara, apabila:
a. diangkat menjadi pejabat negara;
b. diangkat menjadi komisioner atau anggota lembaga nonstruktural;
c. ditahan karena menjadi tersangka atau terdakwa tindak pidana; atau
d. menjalani cuti di luar tanggungan negara.
(2) Pengaktifan kembali Pegawai ASN yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian.

Pasal 54

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberhentian, pemberhentian sementara, dan pengaktifan kembali Pegawai ASN diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pengangkatan Tenaga Honorer

Berdasarkan draft RUU, penataan status tenaga honorer harus dilakukan paling lambat pada Desember 2024 mendatang. Selain itu, Instansi Pemerintah dilarang mengangkat pegawai non-ASN atau nama lainnya selain Pegawai ASN.

“Pegawai non-ASN atau nama lainnya wajib diselesaikan penataannya paling lambat Desember 2024 dan sejak Undang-Undang ini mulai berlaku Instansi Pemerintah dilarang mengangkat pegawai non-ASN atau nama lainnya selain Pegawai ASN,” demikian bunyi pasal 67.

Setelah itu berdasarkan Pasal 61 berisi perihal ketentuan lebih lanjut mengenai pengangkatan dan pemberhentian Pegawai ASN serta pemberhentian sementara dan pengaktifan kembali PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 sampai dengan Pasal 60 diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Penataan Tenaga Honorer

Selain itu, Anggota Komisi II DPR Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa atau PKB Muhammad Toha menyampaikan, penataan tenaga honorer juga harus sesuai dengan kebutuhan di kementerian, lembaga pemerintah daerah, dan instansi lainnya. Prioritas dalam pengangkatan tenaga honorer diberikan kepada pekerja yang telah mengabdi selama lebih dari sepuluh tahun. Oleh sebab itu, ia berharap aturan turunan UU ASN yakni Peraturan Pemerintah atau PP manajemen ASN memprioritaskan tenaga honorer.

Komisi II DPR Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Ibnu Mahmud Bilalludin berupaya untuk menghapuskan tenaga honorer tanpa pemecatan massal. Oleh karena itu, lanjut Ibnu, seharusnya para tenaga honorer diberikan prioritas untuk diangkat menjadi ASN secara bertahap dengan tetap mematuhi prinsip keadilan dan tanpa diskriminasi.

Ia juga menilai pemerintah telah beberapa kali melakukan pengangkatan tenaga honorer menjadi calon pegawai negeri sipil (PNS). Ibnu menjelaskan, hal tersebut tertuang dalam PP Nomor 56 tahun 2012 tentang perubahan kedua atas peraturan pemerintah nomor 48 tahun 2005 tentang pengangkatan tenaga honorer menjadi calon PNS.

Pasal 66 UU ASN menyebutkan penataan tenaga honorer perlu merujuk pada hasil validasi dan audit yang dilakukan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi alias Kemenpan RB, serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Reporter: Nur Hana Putri Nabila