Isi Lengkap Putusan MKMK yang Copot Anwar Usman dari Jabatan Ketua MK

ANTARA FOTO/Galih Pradipta/foc.
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie (tengah) bersama anggota Wahiduddin Adams (kiri) dan Bintan R. Saragih (kanan) memimpin jalannya sidang putusan dugaan pelanggaran etik terhadap hakim Mahkamah Konstitusi (MK) di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (7/11/2023).
Penulis: Ira Guslina Sufa
7/11/2023, 20.31 WIB

Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menetapkan Ketua MK Anwar Usman  melanggar etik dalam pengambilan putusan Nomor 90/PPU/XXI/2023 tentang batas usia  usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden. Ketetapan itu dibacakan dalam Ketua MKMK Jimly Asshidique di ruang sidang MK, Selasa (7/11). 

Dalam putusannya MKMK menetapkan Anwar Usman melanggar etik berat. Anwar dinilai telah melanggar perilaku hakim seperti  tertuang dalam Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 tentang mahkamah konstitusi yang telah diubah dengan UU Nomor 7 tahun 2020. Anwar juga disebut melanggar peraturan MK nomor 1 tahun 2023 tentang majelis kehormatan mahkamah konstitusi. 

“Hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi sebagaimana tertuang dalam sapta karsa hutama, prinsip keberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi, prinsip kepantasan dan kesopanan,” ujar Jimly dalam putusan. 

Atas pelanggaran yang dilakukan MKMK menjatuhkan Anwar Usman sanksi pemberhentian dari jabatan ketua Mahkamah Konstitusi. Selanjutnya MKMK memerintahkan wakil ketua MK untuk dalam waktu 2x24 jam sejak putusan ini selesai diucapkan memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan. 

“Hakim terlapor tidak berhak untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan Mahkamah Konstitusi sampai masa jabatan  hakim terlapor sebagai hakim konstitusi berakhir,” ujar Jimly lagi. 

Putusan lengkap yang dibacakan Jimly di sidang MKMK

Memutuskan

  1. Hakim Terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, Prinsip Ketakberpihakan, Prinsip Integritas, Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan, Prinsip Independensi, dan Prinsip Kepantasan dan Kesopanan; 
  2. Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada Hakim Terlapor; 
  3. Memerintahkan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi untuk dalam waktu 2x24 jam sejak Putusan ini selesai diucapkan, memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan yang baru sesuai dengan peraturan perundang-undangan; 
  4. Hakim Terlapor tidak berhak untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan Mahkamah Konstitusi sampai masa jabatan Hakim Terlapor sebagai Hakim Konstitusi berakhir;
  5. Hakim Terlapor tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Pemilihan Anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan.

Rekomendasi MKMK atas Pelanggaran Etik Anwar Usman

Menimbang bahwa dengan bertolak dari hal-hal serta fakta-fakta yang ditemukan selama berlangsungnya proses persidangan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi, Majelis Kehormatan memandang penting merekomendasikan hal-hal berikut: 

  1. Hakim Konstitusi tidak boleh membiarkan kebiasaan praktik saling pengaruh mempengaruhi antar hakim dalam penentuan sikap dalam memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang menyebabkan independensi fungsional tiap-tiap hakim sebagai 9 (sembilan) pilar tegaknya konstitusi menjadi tidak kokoh, dan pada gilirannya membuka peluang untuk terjadinya pelemahan terhadap independensi struktural kekuasaan kehakiman Mahkamah Konstitusi secara kelembagaan; 
  2. Hakim Konstitusi tidak boleh membiarkan terjadinya praktik pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi yang nyata tanpa kesungguhan untuk saling ingat mengingatkan antar hakim, termasuk terhadap pimpinan, karena budaya kerja yang “ewuh pakewuh”, sehingga prinsip kesetaraan antar hakim terabaikan, dan praktik pelanggaran etika biasa terjadi; 
  3. Hakim Konstitusi harus menjaga iklim intelektual yang sarat dengan ide-ide dan prinsip-prinsip pencarian kebenaran dan keadilan konstitusional yang hidup berdasarkan nurani yang bersih dan akal sehat yang tulus untuk kepentingan bangsa dan negara, tercermin dalam penulisan pendapat pendapat hukum, dan dalam permusyawaratan dan perdebatan substantif di antara para hakim untuk menemukan kebenaran dan keadilan konstitusional yang hidup itu sebagaimana mestinya; 
  4. Hakim Konstitusi secara sendiri-sendiri dan bersama-sama harus memiliki tanggung jawab hukum dan moral untuk menjaga agar informasi rahasia yang dibahas dalam Rapat Permusyawaratan Hakim tidak bocor keluar; 
  5. Majelis Kehormatan merekomendasikan agar diadakan revisi Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi, terutama dengan meniadakan mekanisme Majelis Kehormatan Banding, atau bilamana dinilai sangat diperlukan sebaiknya diatur dalam undang-undang, bukan diatur sendiri oleh Mahkamah Konstitusi.

Kesimpulan MKMK atas Dugaan Pelanggaran Etik Anwar Usman

Menimbang bahwa berdasarkan uraian Duduk Perkara, Fakta-fakta yang Terungkap dalam Rapat dan Sidang Pemeriksaan Pendahuluan, Sidang Pemeriksaan Lanjutan yang berisikan Pembelaan Hakim Terlapor, Keterangan Ahli dan Saksi, serta Pertimbangan Hukum dan Etika di atas, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 

  1. Majelis Kehormatan tidak berwenang menilai putusan Mahkamah Konstitusi, in casu Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023. 
  2. Pasal 17 ayat (6) dan ayat (7) UU 48/2009 tidak dapat diberlakukan dalam putusan perkara pengujian undang-undang terhadap UUD 1945 oleh Mahkamah Konstitusi. 
  3. Dalil yang memadankan Putusan DKPP terkait dengan Keputusan KPU dengan Putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi terkait Putusan perkara pengujian undang-undang, tidak tepat. 
  4. Majelis Kehormatan tidak menemukan cukup bukti untuk dapat menyatakan Hakim Terlapor memerintahkan adanya pelanggaran prosedur dalam proses pembatalan pencabutan permohonan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023. 
  5. Majelis Kehormatan tidak menemukan bukti Hakim Terlapor telah berbohong terkait alasan ketidakhadiran dalam RPH pengambilan putusan perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023, 51/PUU-XXI/2023, dan 55/PUU-XXI/2023, melainkan Hakim Terlapor justru tidak merasa adanya benturan kepentingan yang nyata. 
  6. Hakim Terlapor yang tidak mengundurkan diri dari proses pemeriksaan dan pengambilan Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023, terbukti melanggar Sapta Karsa Hutama, Prinsip Ketidakberpihakan, Penerapan angka 5 huruf b, dan Prinsip Integritas, Penerapan angka 2. 
  7. Majelis Kehormatan tidak menemukan cukup bukti berkenaan dengan motif penundaan pembentukan MKMK permanen, sehingga patut dikesampingkan.
  8. Hakim Terlapor sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi terbukti tidak menjalankan fungsi kepemimpinan (judicial leadership) secara optimal, sehingga melanggar Sapta Karsa Hutama, Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan, Penerapan angka 5. 
  9. Hakim Terlapor terbukti dengan sengaja membuka ruang intervensi pihak luar dalam proses pengambilan Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023, sehingga melanggar Sapta Karsa Hutama, Prinsip Independensi, Penerapan angka 1, 2, dan 3. 
  10. Ceramah Hakim Terlapor mengenai kepemimpinan usia muda di Universitas Islam Sultan Agung Semarang berkaitan erat dengan substansi perkara menyangkut syarat usia Capres dan Cawapres, sehingga terbukti melanggar Sapta Karsa Hutama, Prinsip Ketidakberpihakan, Penerapan angka 4. 
  11. Hakim Terlapor dan seluruh Hakim Konstitusi terbukti tidak dapat menjaga keterangan atau informasi rahasia dalam Rapat Permusyawaratan Hakim yang bersifat tertutup, sehingga melanggar Prinsip Kepantasan dan Kesopanan, Penerapan angka 9. 
  12. Permintaan Pelapor BEM UNUSIA agar tidak mengikutsertakan Hakim Terlapor dalam pemeriksaan perkara Nomor 141/PUU-XXI/2023 dapat dibenarkan; 
  13. Hakim Terlapor tidak diperkenankan untuk terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Pemilihan Anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan.
Reporter: Ade Rosman