Politikus PDIP Jadikan Putusan MKMK Amunisi Baru Gulirkan Hak Angket

ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/aww.
Politikus PDI Perjuangan Masinton Pasaribu menyampaikan pendapatnya saat mengikuti diskusi politik di Jakarta, Minggu (12/6/2022).
Penulis: Ade Rosman
9/11/2023, 10.15 WIB

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Masinton Pasaribu menyatakan usulannya mengenai hak angket DPR terkait putusan Mahkamah Konstitusi mengenai syarat pencalonan presiden dan wakil presiden terus berjalan. Masinton mengklaim bakal mendapat tambahan dukungan untuk menggolkan hak angket itu. 

"Beberapa Anggota sudah menyatakan kesediaannya sebagai pengusul Hak Angket," kata Masinton saat dihubungi Katadata.co.id seperti dikutip Kamis (9/11).

Masinton mengatakan, jika telah mencukupi syarat hak angket akan dibawa ke paripurna DPR. Ia optimistis dukungan akan didapat terutama setelah Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi menyatakan Ketua MK Anwar Usman melakukan pelanggaran etik berat atas putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengubah pasal dalam Undang-Undang Pemilu mengenai batas usia capres dan cawapres. 

“Putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) mengkonfirmasi adanya skandal di Mahkamah Konstitusi yang mempengaruhi kemandirian hakim dalam putusannya,” ujar Masinton. 

Menurut Masinton,  sesuai ketentuan pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 diatur bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan. Selain itu Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman juga menegaskan kedudukan kemandirian hakim. 

Ia menyebut putusan MKMK yang memutuskan adanya pelanggaran etik berat merupakan indikasi adanya intervensi sehingga lahir putusan yang dinilai menguntungkan Putra Presiden Joko Widodo Gibran Rakabuming Raka. Putusan MK telah memuluskan jalan Gibran maju sebagai cawapres pendamping Prabowo Subianto. 

Masinton berkeyakinan DPR harus melakukan penyelidikan melalui hak angket skandal hakim MK agar terang benderang. Hal itu menurut dia diperlukan untuk mengembalikan integritas MK agar dapat dipercaya masyarakat.

“Publik berhak tahu pihak mana yang mengintervensi Hakim MK dan motif kepentingan apa hingga menginjak-injak kemandirian hakim yang jelas-jelas diatur dan dilindungi oleh UUD 1945,” ujar Masinton. 

Kumpulkan Tambahan Dukungan

Lebih jauh Masinton mengatakan hak angket diperlukan untuk menyelidiki sampai tuntas dugaan pelanggaran yang terjadi. Karena itu ia mengatakan akan terus menggulirkan penggunaan hak angket tersebut. Adapun hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan pelaksanaan undang-undang atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal strategis dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat.

 "Kalau sudah mencukupi syarat 25 anggota sebagai pengusul akan dibawa ke Sidang Paripurna untuk dimintakan persetujuan," kata Masinton.

Sebelumnya, usulan hak angket digaungkan Masinton saat rapat paripurna DPR pada Selasa (31/10) lalu. Hak angket itu ia ajukan sebagai bentuk penolakan atas putusan Mahkamah Konstitusi yang mengubah syarat calon presiden dan calon wakil presiden. 

Pada rapat paripurna itu, Masinton menginterupsi dan mengatakan putusan MK telah merusak jiwa konstitusi untuk kepentingan kelompok tertentu. Dalam interupsinya Masinton mengatakan MK telah gagal dalam menjaga mandat reformasi. 

“Kita berada dalam situasi ancaman terhadap konstitusi,” kata Masinton.

Ia menyinggung lahirnya TAP MPR nomor 11 tahun 1998 hadir untuk menghadirkan penyelenggaraan negara yang bebas korupsi, kolusi dan nepotisme. Ia menyebut putusan yang dibuat MK bertentangan dengan semangat reformasi. Masinton pun kemudian mengusulkan agar DPR menggunakan hak angket. 

"Kita harus menggunakan hak konstitusional yang dimiliki oleh lembaga DPR,”ujar Masinton. 

Di sisi lain, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menetapkan Ketua MK Anwar Usman  melanggar etik dalam pengambilan putusan Nomor 90/PPU/XXI/2023 tentang batas usia  usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden. Ketetapan itu dibacakan dalam Ketua MKMK Jimly Asshidique di ruang sidang MK, Selasa (7/11). 

Dalam putusannya MKMK menetapkan Anwar Usman melanggar etik berat. Anwar dinilai telah melanggar perilaku hakim seperti  tertuang dalam Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 tentang mahkamah konstitusi yang telah diubah dengan UU Nomor 7 tahun 2020. Anwar juga disebut melanggar peraturan MK nomor 1 tahun 2023 tentang majelis kehormatan mahkamah konstitusi.

“Hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi sebagaimana tertuang dalam sapta karsa hutama, prinsip keberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi, prinsip kepantasan dan kesopanan,” ujar Jimly dalam putusan. 

Atas pelanggaran yang dilakukan MKMK menjatuhkan Anwar Usman sanksi pemberhentian dari jabatan ketua Mahkamah Konstitusi. Selanjutnya MKMK memerintahkan wakil ketua MK untuk dalam waktu 2x24 jam sejak putusan ini selesai diucapkan memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan. 

Reporter: Ade Rosman