Rapat Pleno Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) sepakat menetapkan hakim Suhartoyo mengisi jabatan ketua menggantikan Anwar Usman. Selain itu, rapat MK juga menetapkan Saldi Isra tetap menduduki posisi Wakil Ketua seperti yang sudah ia emban sebelumnya.
Penetapan Suhartoyo merupakan keputusan rapat yang digelar Kamis (9/11). Wakil Ketua MK Saldi Isra mengatakan penentuan ketua baru merupakan tindak lanjut dari putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi yang mencopot Anwar Usman dari jabatan ketua lantaran melakukan pelanggaran etik berat dalam perkara batas usia capres dan cawapres.
Menurut Saldi penetapan Suhartoyo dilakukan secara musyawarah mufakat dalam Rapat Pleno Hakim yang tertutup untuk umum. Dalam rapat terdapat dua nama yang muncul dan bersedia menjadi kandidat kedua yaitu Suhartoyo dan Saldi. Saldi menjelaskan atas hasil diskusi kedua kandidat akhirnya disepakati Suhartoyo yang menjadi ketua MK.
“Itulah wujud kesepakatan kami dari ruang rapat,” ujar Saldi Isra membacakan putusan rapat, Kamis (9/11).
Menurut Saldi Suhartoyo dan dirinya akan dilantik sebagai ketua dan wakil ketua MK yang baru pada Senin (13/11). Selanjutnya mereka berdua akan memimpin MK melanjutkan amanat konstitusi.
Merujuk pada Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 6 Tahun 2023 tentang Tata Cara Pemilihan Ketua dan Wakil Ketua MK, Suhartoyo dan Saldi Isra bakal mengemban amanah sebagai Ketua dan Wakil Ketua MK selama lima tahun ke depan. Pemilihan Ketua dan Wakil Ketua MK dilaksanakan sebagai tindak lanjut Putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Nomor: 2/MKMK/L/2023, tanggal 7 November 2023.
Putusan yang dibuat MKMK memerintahkan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi untuk dalam waktu 2x24 jam sejak putusan menggelar rapat pemilihan ketua MK yang baru. Putusan MKMK lahir merupakan hasil pemeriksaan terdahap dugaan pelanggaran etik 9 hakim atas putusan untuk perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengubah pasal dalam Undang-Undang Pemilu mengenai batas usia capres dan cawapres.
Dalam putusan terbaru MKMK menyatakan Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi. Anwar disebut melanggar prinsip ketidakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi, serta prinsip kepantasan dan kesopanan dalam sapta karsa hutama.
MKMK menilai Anwar bersalah karena turut memutus perkara yang diduga bermuatan benturan kepentingan lantaran materi perkara menyebut secara eksplisit nama Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka. Gibran merupakan keponakan kandung istri Anwar.