Elektabilitas Prabowo-Gibran Tetap Juara di Tengah Isu Dinasti Politik

ANTARA FOTO/Reno Esnir/rwa.
Bakal calon presiden dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) Prabowo Subianto berpidato saat menghadiri deklarasi dukungan dari Induk Koperasi Unit Desa (KUD) di Jakarta, Sabtu (4/11/20223). Induk KUD bersama sejumlah kelompok Koperasi seperti Pusat KUD dan Koperasi Serba Usaha menyatakan dukungan kepada Ketua Dewan Pembina Induk KUD Prabowo Subianto pada Pilpres 2024 dan akan membawa dukungannya kepada seluruh anggota koperasi hingga pelosok Indonesia.
15/11/2023, 21.01 WIB

Survei Indikator Politik Indonesia menunjukkan isu politik dinasti yang mengudara saat ini belum berdampak terhadap penurunan elektabilitas pasangan calon presiden (capres) cawapres Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.

Survei bertajuk 'Efek Gibran dan Dinamika Elektoral Terkini' itu dilakukan pada 27 Oktober hingga 1 November 2023 dengan menyasar kepada 1.220 orang berusia 17 hingga di atas 60 tahun secara tatap muka. Dengan menggunakan metode penarikan sampel acak atau multistage random sampling, survei itu memiliki toleransi kesalahan 2.9% pada tingkat kepercayaan 95%.

Hasil sigi Indikator menunjukkan pasangan Prabowo-Gibran mengantongi angka keterpilihan hingga 39,7%, unggul dari pasangan Ganjar-Mahfud dan Anies-Muhaimin dengan tingkat keterpilihan masing-masing 30% dan 24,4%. Sementara masih ada sekitar 5,9% yang belum menunjukkan pilihannya.

Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengatakan bahwa narasi dinasti politik belum merembes ke tanah masyarakat bawah. Masyarakat juga dinilai tidak terlalu mempermasalahkan status Gibran sebagai cawapres Prabowo meski diwarnai polemik Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia capres dan cawapres.

"Meskipun Gibran putra Jokowi dan masuk ke dalam bursa cawapres secara tidak etis, tapi ini tidak dipermasalahkan oleh masyarakat," kata Burhan dalam diskusi Habibie Democracy Forum bertajuk Pemilu 2024 dan Prospek Demokrasi di Indonesia di Hotel Meridien Jakarta pada Rabu (15/11).

Hasil survei Indikator juga menunjukkan toleransi terhadap politik dinasti sedikit menguat. 52,6% responden menyatakan politik dinasti tidak menjadi persoalan selama masih melalui proses pemilu secara langsung oleh rakyat.

Pada kelompok ini, elektabilitas Prabowo-Gibran berada di 43.2%, lebih dominan ketimbang dua pasangan lain, Ganjar - Mahfud 31.8%, dan Anies - Muhaimin 19.4%.

Sementara 36,3% populasi survei menilai meski dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilu, politik dinasti akan menghambat demokrasi di Indonesia. Pada kelompok ini,dukungan tampak lebih kompetitif meski pasangan Prabowo-Gibran masih unggul dengan 34.2%, Anies-Muhaimin 32.8%, dan Ganjar-Mahfud 28.8%. "Ternyata dinasti politik sama dengan politik uang, mereka mengalami normalisasi," ujar Burhan.

Menanggapi temuan tersebut, Direktur Eksekutif The Habibie Center Hasan Ansori mengatakan bahwa narasi politik dinasti dan polemik putusan MK nomor 90 secara perlahan bakal menurunkan tingkat kepercayaan publik terhadap pasangan Prabowo-Gibran.

"Saya percaya isu itu akan berdampak pada trust masyarakat dalam jangka panjang. Bukan sekarang, Pilpres masih di februari," kata Ansori.

Dia meyakini apabila narasi keberanan politik dinasti dan polemik putusan MK terbangun di masyakakat akan secara perlahan menggerus elektabilitas Prabowo-Gibran. Dia menilai, proses terpilihnya Gibran sebagai cawapres Prabowo merupakan tindakan yang jauh dari semangat demokrasi.

"Kalau peristiwa putusan MK itu dinormalisasi, maka bisa sangat mungkin terjadi pada pejabat siapa pun. Sama seperti UU ITE, siapa saja bisa kena, kita tidah tahu," ujar Ansori.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu